Upacara tradisional merupakan kegiatan sosial yang melibatkan para warga secara bersama untuk mencapai tujuan keselamatan bersama dan merupakan bagian integral dari kebudayaan masyarakat. Di Indonesia banyak sekali upacara tradisional salah satu daerah yang mempunyai upacara tradisional adalah Jambi.
Upacara tradisional Jambi tersebar di kecamatan di Provinsi Jambi. Terdapat 6 upacara tradisional yang berkaitan dengan peristiwa alam dan kepercayaan masyarakat yaitu Upacara Mintak Ahi Ujan, Upacara Kumau, Upacara Ngayun Luci, Upacara Nanak Ulu Tahun, Upacara Baselang Nuai dan Upacara Turun Ke Sawah.
Berikut detikSumbagsel merangkum upacara tradisional Jambi berdasarkan peristiwa alam dan kepercayaan yang dikutip dari Upacara Tradisional yang Berkaitan dengan Peristiwa Alam dan Kepercayaan Daerah Jambi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Upacara Mintak Ahi Ujan
Upacara Mintak Ahi Ujan adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka meminta agar hujan cepat turun. Upacara ini berasal dari suku Kecamatan Gunung Kerinci. Mintak berarti meminta, ahi berarti hari dan ujan berarti hujan. Dengan demikian yang dimaksud dengan Upacara Mintak Ahi Ujan adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka meminta agar hujan cepat turun.
Upacara Mintak Ahi Ujan berlangsung dalam beberapa tahap yakni mengumpulkan alat-alat atau perlengkapan yang dibutuhkan untuk upacara, membawa alat-alat yang sudah terkumpul ke tempat upacara, melaksanakan upacara yang ditujukan kepada dewa-dewa, lalu kenduri mintak ahi ujan dan ditutup dengan makan bersama di rumah dukun sebagai penyelenggara upacara atau rumah lain berdasarkan permintaan yang bersangkutan.
Waktu penyelenggaraan upacara tergantung pada keadaan seperti sudah lama tidak turun hujan. Tempat penyelenggaraan Upacara Mintak Ahi Ujan dilakukan di pinggir sungai yang telah dipilih atau ditentukan oleh dukun atau pawang yang telah dianggap sebagai tempat persinggahan dewa-dewa. Penyelenggaraan teknis upacara berada di tangan dukun atau pawang.
2. Upacara Kumau
Upacara Kumau adalah upacara adat yang diadakan pada saat penduduk hendak memulai kegiatan bertani khususnya bersawah yang berasal dari suku yang mendiami Kecamatan Sungai Penuh. Upacara ini dimulai dengan adanya gejala alamiah yaitu jika turun hujan sudah satu atau dua kali dan air hujan tersebut telah merembes ke dalam tanah.
Upacara ini terdiri dari lima tahapan yaitu penduduk desa diberitahu untuk berkumpul di rumah adat, ngapak jambe yaitu melaksanakan upacara itu sendiri, menyiram benih padi yaitu pemangku adat menyiram benih padi milik setiap penduduk yang nantinya akan disemai, ngambau benih atau menabuh benih yaitu penduduk menabur benih padi pada lahan persemaian, terakhir memasang pupuh yaitu pupuh ditanam di tengah persemaian.
Tujuan dari Upacara Kumau ini yaitu untuk meminta keselamatan selama mengelola sawah, memohon kesuburan terhadap padi dan memohon kesadaran untuk berbuat adil. Waktu penyelenggaraan upacara ini diselenggarakan satu tahun sekali yaitu pada musim penghujan tiba atau biasa di bulan Agustus.
Tempat penyelenggaraan upacara ini berada di rumah adat atau disebut rumah pusako atau rumah gadang. Upacara ini dipimpin oleh pemangku adat yaitu Depati dan dihadiri penduduk desa Koto Bento serta kepala pemerintahan desa.
3. Upacara Ngayun Luci
Ngayun artinya mengayun sedangkan luci adalah suatu wadah seperti kerucut dibalik dan di atasnya ditaruh burung-burungan yang terbuat dari kayu dan isinya buah-buahan rimba. Upacara ini disebut juga upacara aseak ngayun luci karena ketika upacara berlangsung luci diayun-ayun oleh pawang atau dukun dan peserta upacara yang lain menarikan tari aseak.
Upacara Ngayun Luci berasal dari Kecamatan Gunung Kerinci. Upacara ini bertujuan agar padi yang sedang bunting tersebut menjadi berisi sehingga hasilnya melimpah ruah, kemudian agar padi yang telah berisi tidak diganggu atau dimakan burung, serta memohon keselamatan khususnya kepada nenek moyang penunggu sawahnya.
Waktu penyelenggaraan upacara hanya ditentukan berdasarkan kesepakatan antara penduduk dengan pawang atau pemangku adat. Akan tetapi pelaksanaan dari upacara ini selalu diadakan pada malam hari yaitu bada Salat Isya selama 3 jam dan biasanya dilakukan pada malam Jumat.
Tempat yang digunakan boleh di mana saja asalkan mempunyai ruang yang luas dan disepakati oleh semua penduduk. Upacara dipimpin oleh beberapa orang pawang yang dianggap mempunyai ilmu kebatinan sehingga mampu berkomunikasi dengan alam gaib.
4. Upacara Nanak Ulu Tahun
Upacara Nanak Ulu Tahun adalah upacara yang dilakukan pada saat padi telah menguning dan siap untuk dipanen. Upacara ini memiliki empat tahapan yaitu tahap persiapan, tahap menjemput amang padi, tahap menanak ulu tahun dan tahap kendulu ulu tahun. Masyarakat di Kecamatan Sungai Penuh sering melakukan upacara ini.
Tujuan Upacara Nanak Ulu Tahun yaitu untuk memenuhi syarat agar pemilik panen sesuai dengan keyakinannya, memohon izin kepada yang punya padi dan nenek moyang yang menjaga sawahnya, memohon agar padi yang dituai menghasilkan banyak serta menyampaikan rasa syukur.
Waktu penyelenggaraan upacara ini ditentukan keadaan padi itu sendiri. Seminggu sebelum dituai atau dipanen atau apabila padi telah kelihatan menguning secara merata, pemilik sawah memberi tahu pemangku adat dan meminta petunjuknya.
Pada tahap kedua, upacara dilakukan di tengah sawah lalu pada tahap ketiga dan keempat dilakukan di rumah penyelenggara upacara. Pada tahap pertama dilakukan nenek atau anggota keluarga paling tua sedangkan pada tahap kedua dan ketiga, teknis upacara dilakukan oleh kaum ibu.
5. Upacara Beselang Nuai
Upacara Beselang Nuai adalah kegiatan memotong padi yang dilakukan bersama-sama yang dilakukan warga di Kecamatan Rantau Pandan Kabupaten Bungo Tebo. Upacara ini memiliki 7 tahapan yaitu menyapu padi, tangkai langkaso, ngumpul bujang gadis, memilih tuo bujang gadis, kegiatan beselang, acara rampi rampo dan menyimpul padi.
Tujuan dari dilakukan Upacara Beselang Nuai yaitu agar semangat padi tidak menjauhi dan tetap betah tinggal bersama dengan si empunya sawah serta menunjukkan eratnya hubungan kekeluargaan antara penduduk desa.
Pelaksanaan Upacara Beselang Nuai tidak didasarkan pada perhitungan-perhitungan tertentu akan tetapi menurut waktu datangnya panen. Upacara beselang nuai berlangsung di dua tempat yaitu Umo dan di rumah yang mempunyai acara Beselang Nuai. Pada saat pelaksanaan Upacara Beselang Nuai diserahkan sepenuhnya kepada tuo bujang gadis.
6. Upacara Turun ke Sawah
Upacara Turun Ke Sawah adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilaksanakan ke dalam rangka mengerjakan sawah yang berakhir pada waktu menanam padi. Upacara ini dilakukan warga di Kecamatan Batang Asai Kabupaten Sarolangun Bangko. Tujuan dari upacara ini adalah untuk menghormati para puyang sehingga padi dapat memberikan hasil yang memuaskan, untuk memperkuat tali silaturahmi diantara warga masyarakat dan meningkatkan semangat masyarakat dalam mengerjakan sawah.
Upacara Turun Ke Sawah memiliki lima tahapan yaitu memberitahukan kepada Pesirah jumlah kerbau yang akan dipotong, menyembelih kerbau yang jumlahnya sudah dilaporkan kepada Pesirah, menurunkan pusako yang tersimpan di bawah bubungan rumah, kegiatan bertuah dan pesta dan terakhir mencangkul sawah secara bersama-sama dilanjutkan menanam padi.
Tempat penyelenggaraan upacara tidak diselenggarakan pada satu tempat saja melainkan dilakukan pada beberapa tempat sesuai dengan tahap-tahap upacara. Upacara Turun ke Sawah dipimpin oleh pesirah sebagai pemimpin desa dan dukun.
Demikian informasi mengenai upacara tradisional di Jambi berdasarkan peristiwa alam dan kepercayaan masyarakat sekitar. Semoga informasi tersebut bermanfaat dan dapat menambah ilmu detikers!
(dai/dai)