Ada beberapa budaya Sumatera Selatan sampai sekarang masih menjadi warisan turun-temurun yang terus dijaga eksistensinya. Warisan budaya itu mulai dari kesenian tradisional, makanan khas, hingga adat istiadat tetap berkembang di masyarakat.
Menurut Balitbang Pemprov, budaya Sumatera Selatan masuk dalam warisan tak benda. Pada tahun 2014, ada 20 budaya. Salah satu budaya peninggalan sejarah yang tetap dijaga sampai saat ini yakni salah satunya Tari Gending Sriwijaya.
Selain tarian, ada juga budaya Sumatera Selatan yang menjadi warisan yang menampilkan pertunjukan kesenian seperti teater, musik khas, bahkan budaya yang digelar dalam perayaan keagamaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nah, supaya detikers tidak penasaran dengan tiga budaya Sumatera Selatan tersebut, berikut detikSumbagsel berikan rangkumannya.
1. Dulmuluk
Mengutip situs resmi Balitbang Pemprov, Dulmuluk tercatat sebagai warisan budaya tak benda. Kemunculan Dulmuluk bermula dari syair Abdul Muluk dalam kitab Kejayaan Kerajaan Melayu yang ditulis pada 2 Juli 1884.
Kitab ini ditulis oleh Raja Ali Haji bin Raja Achmad dari Pulau Penyengar Indra Sakti (Riau). Adapun versi lain menyebut penulisnya bernama Raja Ali Haji.
Sebelum terkenal sebagai pertunjukan teater khas Palembang, Dulmuluk awalnya terbentuk ketika pembaca syair bernama Wan Bakar menuturkan syair Abdul Muluk pada tahun 1854. Ia membacakan syair tersebut di sekitar rumahnya, di Tangga Takat 16 Ulu.
Antusias masyarakat semakin tinggi hingga muncul inovasi peragaan ketika syair dibacakan. Selain itu, iringan musik gambus dan terbangan ikut ditambahkan. Tidak disangka, masyarakat saat itu menikmati pertunjukan Dulmuluk sebagai kesenian tradisional.
Kepopuleran Dulmuluk terjaga cukup lama dan menjadi ungkapan perasaan masyarakat Sumatera Selatan yang memiliki berbagai daerah dan suku. Bahkan pertunjukan teater ini dianggap sebagai bagian dari harga diri serta identitas masyarakat yang masih eksis hingga sekarang.
2. Tembang Batanghari Sembilan
Berdasarkan situs yang sama, Tembang Batanghari Sembilan terkenal sebagai musik asli Sumatera Selatan. Nama Batanghari Sembilan diambil dari salah satu anak sungai. Kebudayaan ini selaras dengan kondisi alam yang dipadukan musik bernuansa romantis, melankolis, dan naturalis.
Menggunakan iringan petikan gitar tunggal, Tembang Batanghari Sembilan ternyata berasal dari kesenian rejung alias pantun. Kesenian tersebut merupakan sastra tutur masyarakat Besemah yang menjadi salah satu wilayah Batanghari Sembilan.
Awalnya rejung tidak diiringi instrumen musik apapun. Pertunjukannya hanya dilakukan dengan cara tutur berirama khas masyarakat Besemah. Logat dan bahasa yang digunakan menonjolkan kultur setempat. Namun, akhirnya rejung dipadukan dengan irama musik sehingga lahirlah Tembang Batanghari Sembilan.
Kesenian ini memiliki ciri khas alat musik yang berasal dari perkusi sederhana seperti getak-getuk, redap, kenung. Ada juga alat musik tiup serendam, ginggung dan carak. Kemudian musik modern seperti gitar, akordion, terompet, biola mulai digunakan menjadi alat pengiring musik ketika Sumatera Selatan dikuasai bangsa barat.
Kehadiran bangsa barat membuat alat tradisional ditinggal, hingga menyisakan alat tiup ginggung. Tak hanya itu, faktor kemunculan bangsa barat menyebabkan juga Tembang Batanghari Sembilan terbagi menjadi tiga genre yakni, rejung, tiga serangkai dan delapan gitar tunggal.
Tembang Batanghari Sembilan sering ditampilkan dalam acara untuk menyambut tamu penting seperti kepala daerah. Adapun salah satu judul Tembang Batanghari Sembilan berasal dari Desa Muara Kuang, Kabupaten Ogan Ilir dengan judul Tembang Nasib.
3. Tradisi Rumpak-rumpak
Perayaan keagamaan di Sumatera Selatan memiliki tradisi khusus, salah satunya Rumpak-rumpak. Tradisi ini dilakukan untuk menyambut hari Raya Idul Fitri atau memperingati 1 Syawal dan Idul Adha. Tujuannya sebagai rasa syukur, bahagia, dan kemenangan.
Tradisi Rumpak-rumpak sudah ada sejak turun-temurun dan tetap dilaksanakan hingga sekarang. Biasanya dilakukan oleh masyarakat Kelurahan Kuto Batu Palembang. Konsep tradisi Rumpak-rumpak menggunakan alat musik pukul bernama terbangan. Ada dua jenis pukulan yang digunakan antara lain pukulan terbuka disebut dan yang tutup bernama bing.
Kemudian pola pukulan alat musik terbangan memiliki berbagai macam irama seperti pukulan kincat atau lintang, pukulan jos dan pukulan yahom. Untuk syairnya mengandung pujian kepada Nabi Muhammad SAW.
Itulah penjelasan tiga budaya Sumatera Selatan yang masih eksis hingga saat ini. Ada yang sudah menyaksikan penampilan budaya tersebut? Bisa nih datang ke Sumatera Selatan untuk melihat ragam budayanya. Semoga bermanfaat, ya.
(Candra Setia Budi/des)