Kesenian tradisional di Sumatera Selatan menjadi peninggalan budaya yang terus dilestarikan. Salah satu yang masih lestari adalah Guritan Besemah dari Kota Pagar Alam.
Eksistensi Guritan Besemah menjadi salah satu yang diperhatikan pemerintah pusat hingga ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda. Nah, apakah detikers tahu dengan Guritan Besemah?
Berikut ini detikSumbagsel mengulas soal asal-usul dan apa itu Guritan Besemah. Mengingat Basemah menjadi salah satu suku yang ada di Bumi Sriwijaya dan berada di dekat pegunungan Dempo.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melansir dari situs resmi Kemendikbud, Guritan berasal dari kata gurit yang berarti cerita atau kisah. Kata tersebut sering dituturkan masyarakat Besemah, salah satu suku di Sumatera Selatan.
Hal itu dilakukan lantaran pada zaman dahulu, masyarakat Besemah senang melakukan tutur kata sembari diiringi lantunan lagu. Pada akhirnya, kebiasaan itu menjadi seni pertunjukkan.
Makna pertunjukkan Guritan Besemah terbilang unik lantaran menjadi pertunjukkan seni pada suasana acara senang dan sedih. Khususnya berkaitan kegiatan religi seperti malam takziah.
"Ia (guritan) dituturkan di rumah penduduk yang ditimpa musibah kematian. Sejak malam pertama jenazah dikebumikan sampai malam ketiga berturut-turut," tulis situs tersebut.
Tak hanya itu, Guritan Besemah juga dipersembahkan saat musim panen, kenduri (perjamuan) dan acara sejenisnya. Uniknya, Guritan Besemah harus berlangsung pada malam hari.
Dalam catatan situs Perpustakaan Digital Budaya Indonesia, Guritan Besemah termasuk dalam sastra daerah yang eksistensinya masih terus dijaga.
Pertunjukkan Guritan Besemah dilakukan satu orang dengan menggunakan alat yang bernama sambang. Alat itu dililitkan kain lalu diletakkan pada bagian bawah dagu atau kening si penutur.
Orang yang melakukan Guritan selalu laki-laki atau sepuh yang memiliki usia 50 tahun ke atas. Sebagai penutur, ia sigap mengambil posisi di atas panggung untuk menghibur penonton.
Saat melakukan Guritan, si penutur jarang menatap penonton karena fokus menunjukkan ekspresi cerita yang disampaikan. Moment itulah yang turut menjadi keunikan karena semua pandangan penonton akan berpusat padanya.
Tercatat dalam situs tersebut, ada sekitar 26 judul Guritan Besemah. Kisah dalam Guritan Besemah selalu memilki tokoh utama yang disebut sebagai Lawangan.
Beberapa nama-nama Lawangan yang sering dituturkan dalam Guritan Besemah antara lain, Araw Bintang, Lawangan Kute Pengadangan, Bengkung Peniwin, Lawangan Kisam Tinggi, Radin Suwane, Lawangan Kute Tanung Larang dan lain-lainya.
Dari banyaknya judul Guritan Besemah, hanya Radin Suwane, Lawangan Tanjung Larang yang dituturkan Cik Ait yang memikat mahasiswa Universitas California, Berkley Amerika Serikat bernama William Augustus Collins.
Ia melakukan penelitian pada guritan tersebut dan menjadikan disertasi dengan judul The Guritan of Radin Su(w)ane: A Study of The Besemah Oral Epic from South Sumatera tahun 1998.
Hal itu disampaikan pada 17 Oktober 2014 dalam acara Penyerahan Sertifikat Warisan Budaya Takbenda Indonesia yang digelar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia Direktorat Jenderal Kebudayaan Direktorat Internalisasi Nilai dan Diplomasi Budaya. Nah, itulah sejarah tentang Guritan Besemah sebagai warisan budaya tak benda di Sumatera Selatan.
Tradisi turun-temurun ini menjadi studi kasus penelitian kampus di luar negeri. Nah, apakah dari detikers ada yang sudah pernah menyaksikan?
(ras/ras)