Produksi komoditas karet di Sumatera Selatan (Sumsel) diklaim merosot tajam. Penyebab anjloknya produktivitas karet itu akibat penyakit tanaman dan alih fungsi lahan.
Hal ini diungkapkan Ketua Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Sumsel Alex Kurniawan Edy. Dalam keterangannya yang diterima detikSumbagsel Jumat (17/11/2023), Alex menjelaskan bahwa produksi karet di Sumsel pada semester I-2023 sebesar 405.315 ton. Angka itu turun sekitar 12 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 468.667 ton.
"Saat ini banyak petani yang memutuskan untuk mengganti kebun karet dengan sejumlah komoditas lain. Alasannya, produksi kebun karetnya menurun," kata dia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alex mengungkapkan bahwa tiga tahun yang lalu, petani bisa mendapatkan getah berkisar 70-100 kilogram (kg) per minggu per hektare. Namun sekarang hanya sekitar 40 kg per minggu per hektare.
"Penurunan produktivitas kebun karet ini disebabkan oleh penyakit gugur daun yang kian masif sejak 2019 dan diperparah dengan sulitnya petani mendapatkan pupuk. Sebenarnya fenomena ini tidak hanya terjadi di Sumsel tapi juga secara nasional," jelas Alex.
Secara nasional, produksi karet Indonesia pada 2022 hanya sekitar 2,6 juta ton. Sebanyak 2 juta ton di antaranya untuk ekspor. Angka itu turun dibandingkan dengan 2017.
Saat itu produksi karet mencapai 3,6 juta ton dengan jumlah karet yang diekspor mencapai 3,2 juta ton. Kondisi ekspor yang menurun itu membuat posisi Indonesia tergantikan oleh Vietnam yang tahun lalu bisa mengekspor sekitar 2,1 juta ton.
"Jika penurunan terus terjadi, bukan tidak mungkin dalam 10 tahun ke depan, keberadaan karet di Indonesia punah," katanya.
Penurunan produksi karet akhirnya berdampak pada lesunya industri karet karena sulitnya memperoleh bahan baku. Sejak 2017 sampai sekarang, setidaknya ada 8 pabrik yang tutup dan hanya menyisakan 18 pabrik karet yang masih beroperasi di Sumsel.
"Akibatnya sekitar 2 ribu buruh pabrik harus diberhentikan," ujarnya.
Penurunan produksi karet ini menurut serikat pekerja akan berpengaruh pada mereka. Jika merosotnya produksi tidak segera ditanggulangi, maka para buruh karet terancam gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Andi Gani Nena Wea meminta Pemerintah untuk segera membantu industri karet yang saat ini mengalami kesulitan dan bisa mengakibatkan badai PHK buruh.
"Kami mendapatkan laporan dari pimpinan SPSI Sumsel tentang kondisi dan masalah yang terjadi saat ini. Langkah efisiensi memang harus dilakukan tapi jangan jadi alasan untuk mengurangi hak pekerja," kata Andi Gani.
Andi Gani yang juga Presiden Konfederasi Buruh ASEAN (ATUC) ini mendorong Pemerintah untuk menyiapkan bahan baku karet yang saat ini dalam kondisi sangat sulit didapatkan.
"Pemerintah juga diharapkan membantu petani karet dengan bantuan pupuk dan juga pinjaman modal usaha dengan bunga rendah," harapnya.
Ketua DPD KSPSI Sumsel Abdullah Anang mengatakan, Pemerintah harus melakukan intervensi dari hulu hingga hilir agar industri karet bisa tetap bertahan. Dengan begitu, perusahaan masih bisa tetap beroperasi.
"Intervensi yang dilakukan seperti pemberian bibit unggul hingga membuat kebijakan luar negeri yang bisa mempengaruhi harga pasar global," ujarnya.
(des/des)