Dalam pemahaman yang berkembang di masyarakat, siluman merupakan makhluk halus yang menampakkan diri sebagai manusia atau binatang. Pada Agustus 2020, gempar soal buaya besar yang disebut siluman di Kabupaten Bangka.
Dikutip detikNews, buaya itu memiliki berat 500 kilogram dan panjangnya mencapai 4,8 meter. Warga menangkap buaya itu pada Senin (3/8/2020) sekitar pukul 16.00 WIB.
Buaya besar itu ditangkap dari Sungai Kayubesi. Warga beramai-ramai menarik buaya itu ke darat, lalu mengikat kaki-kakinya. Sebelumnya, buaya tersebut sempat dipancing dengan umpan monyet.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Warga juga dibantu seorang pawang buaya. Warga setempat meyakini hewan buas itu merupakan buaya siluman. Sebab, buaya itu memakan umpan yang dibuat warga.
"Warga meyakini buaya raksasa itu merupakan buaya siluman. Itu buaya peliharaan (siluman). Kalau buaya yang bersalah, dipanggil dengan ritual khusus lalu memakan pancing. Bagi yang tidak bersalah, tidak akan kena walau dipancing," jelas Sekretaris Desa Kayubesi waktu itu, Junaidi kepada detikcom, Kamis (6/8/2020).
Setelah ditangkap, buaya itu menjadi tontonan warga setempat. Buaya tersebut diletakkan di lapangan dan BKSDA Babel tidak diperkenankan warga untuk mengevakuasi buaya itu.
Warga Desa Kayubesi beralasan jika buaya itu dievakuasi, maka akan membawa musibah bagi warga sekitar. Buaya itu kemudian mati pada Selasa (4/8/2020).
"Hidup hanya 24 jam, dapat hari Senin meninggal (mati) Selasa sore," katanya.
![]() |
Kepala dan Badan Buaya Dikubur Terpisah
Setelah mati, buaya itu diangkut menggunakan buldoser. Sebab, lokasi penguburannya cukup jauh. Kemudian penggalian lubangnya juga menggunakan alat berat itu.
"Jadi jarak penguburannya dari lokasi kampung dibawa ke pinggir sungai jauh. Jadi harus pakai alat berat. Karena ukuran 4,8 meter dan beratnya mencapai kisaran 0,5 ton," tutur Junaidi.
Karena warga yakin itu buaya siluman, bagian badan dan kepala buaya dikubur terpisah. Warga meyakini jika tidak dipisah, buaya itu bisa hidup kembali.
"Penguburan terpisah antara badan dan kepalanya. Karena buaya siluman, jadi harus terpisah, kepalanya dikafani, ditakutkan hidup kembali. Sebelum pemotongan juga ada ritual khusus," ungkapnya.
LIPI Sebut Itu Buaya Muara, Ini Penjelasannya
Ilmuwan dari Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) waktu itu, Amir Hamidi menjelaskan buaya itu adalah buaya sungguhan walau ukurannya bongsor. "Ini adalah buaya muara, nama ilmiahnya Crocodylus porosus," kata Amir kepada detikcom, Jumat (7/8/2020).
Menurut Amir, buaya muara memang bisa tumbuh besar hingga 4,8 meter. Semakin besar ukurannya, maka akan semakin menjaga teritorinya. Semua makhluk yang mendekat ke tempat hidupnya berpotensi dimangsa.
"Ketika buaya semakin besar maka dia akan bersikap teritorial. Semua akan dia anggap sebagai mangsa. Apalagi saat musim kawin, maka dia menjadi lebih agresif," kata Amir.
Sebagaimana diketahui, buaya di Sungai Kayubesi itu dianggap siluman oleh warga lantaran mau memakan umpan monyet yang disiapkan warga. Sementara itu, menurut Amir, monyet ekor panjang adalah salah satu mangsa alami buaya.
"Dari sisi sains, buaya itu predator. Monyet ekor panjang itu hidupnya di pinggir sungai dan menjadi salah satu mangsa alami buaya," kata Amir.
"Saya sendiri menghormati local wisdom (kearifan lokal). Buaya ini memang bagian dari budaya kita, di banyak wilayah," kata Amir.
![]() |
Ilmuwan: Buaya Itu Bukan Siluman, Tapi Jago Sembunyi
DetikInet kemudian berbincang dengan Hellen Kurniati, peneliti ahli herpetofauna LIPI waktu itu. Menurut Hellen, buaya muara adalah hewan dengan tingkat adaptasi tinggi.
"Dibilang siluman karena bisa menghilang. Tapi sebenarnya buaya masuk ke bawah air. Dan ia bisa satu jam menahan napas," kata Hellen, Jumat (7/8/2020).
Menurut Hellen, mungkin orang-orang kaget ketika melihat buaya besar, lalu tidak lama kemudian buaya itu menghilang begitu saja. Padahal yang terjadi sebenarnya buaya itu menenggelamkan diri sepenuhnya ke dasar sungai atau muara.
"Kalau ada yang ramai di pinggir sungai, dia masuk ke dalam air," kata Hellen.
Hellen meneliti buaya muara sampai ke Kalimantan dan Timor, NTT. Meski namanya buaya muara, predator itu bisa tinggal di air tawar seperti Danau Sentarum, di air payau seperti muara, bahkan di air asin seperti di Timor.
Menurut Hellen, tidak tepat juga jika warga Bangka menganggap buaya itu siluman karena memakan umpan monyet. Menurut Hellen, monyet adalah salah satu mangsa favorit buaya muara.
"Kalau masih kecil dia makan ikan, ketika tumbuh dewasa buaya ini mencari mangsa yang lebih besar seperti monyet dan babi hutan," terangnya.
Dalam penelusuran detikInet, buaya muara (Crocodylus porosus) masuk sebagai salah satu jenis hewan yang dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI nomor P.92/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri LHK nomor P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.
"Sayang sekali masyarakat di Bangka itu, kenapa buaya itu dibunuh. Itu kan mestinya dilindungi," tutup Hellen.
Artikel ini merupakan ulasan khusus soal peristiwa atau kejadian yang pernah mencuri perhatian di Bangka Belitung, yang kemudian dikemas dengan rubrik Bangka Belitung Flashback.
(sun/des)