Siapa yang Berhak Jadi Ahli Waris? Berikut Penjelasan Menurut Islam

Siapa yang Berhak Jadi Ahli Waris? Berikut Penjelasan Menurut Islam

Melati Putri Arsika - detikSumbagsel
Selasa, 10 Des 2024 06:30 WIB
Ilustrasi Ahli Waris
Ilustrasi ahli waris (Foto: iStock)
Palembang -

Setiap harta benda akan berpindah kepemilikan dari seseorang yang telah meninggal kepada keluarga atau kerabat lainnya. Lalu, siapa yang berhak jadi ahli waris sebenarnya?

Islam mengatur persoalan waris dengan cara yang teratur dan adil. Tidak membedakan jenis kelamin ataupun kedudukan dari setiap pewaris. Pembagian harta untuk laki-laki ataupun perempuan dilakukan secara legal.

Islam juga menetapkan pemindahan kepemilikan seseorang yang sudah meninggal kepada ahli waris dari seluruh kerabat dan nasabnya, tanpa membezakan dari segi apapun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengertian Waris

Waris berasal dari bahasa Arab yakni al-miirats yang merupakan bentuk mashdar dari kata waritsa, yaritsu, irtsan, miiraatsan. Kata tersebut memiliki arti berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain atau dari suatu kaum kepada kaum lain.

Arti secara bahasa di atas tidak terikat hanya pada harta, tetapi mencakup harta benda dan nonharta benda. Ulama merampungkan makna tersebut menjadi lebih sederhana yakni berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli waris yang masih hidup. Bisa berupa uang, tanah, atau segala sesuatu yang menjadi hak milik legal secara syariat.

Aturan Ahli Waris Dalam Islam

Islam mengatur pembagian ahli waris dalam Ilmu Fiqih. Pembagian tersebut dilakukan berdasarkan masing-masing ahli waris yang sudah ditetapkan besarannya.

ADVERTISEMENT

Sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Quran surah An-Nisa ayat 11 yang berbunyi:

"Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua per tiga dari harta yang ditinggalkan.

Jika anak permepuan seorang saja, maka ia memperoleh separuh harta. Dan tunuk dua orang ibu bapak bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak.

Jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu bapaknya saja. Maka ibunya mendapat sepertiga, jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.

(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat dan/atau sesudah dibayar utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kami tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha bijaksana."

Menurut Imam Qurthubi dalam buku Pembagian Waris Menurut Islam milih Muhammad Ali Ash-Shabuni, ayat tersebut merupakan salah satu rukun agama, penguat hukum dan induk ayat-ayat ilahi.

Lantas, Siapa yang Berhak Menjadi Ahli Waris?

Dalam ayat di atas dijelaskan sederet orang yang berhak mendapatkan warisan dikategorikan adanya hubungan darah atau nasab serta perkawinan. Untuk pembagian warisan menurut hubungan darah terbagi atas golongan laki-laki dan perempuan.

- Golongan laki-laki terdiri atas: ayah, ibu, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman, dan kakek.

- Golongan perempuan: ibu, anak perempuan, saudara perempuan, dan nenek.

Sementara untuk harta warisan menurut hubungan perkawinan hanya dua yakni istri atau suami yang ditinggalkan. Mereka berstatus sebagai janda dan duda.

Derajat Ahli Waris

Antara ahli waris satu dengan yang lain mempunyai perbedaan derajat atau urutan. Ada delapan urutan yang menentukan derajat pertama hingga terakhir. Berikut ini penjelasannya:

1. Ashhabul Furudh

Ashabul furudh merupakan golongan pertama yang akan mendapatkan harta warisan. Mereka adalah orang-orang yang telah ditentukan bagiannya dalam Al-Quran, As-Sunnah, dan ijma ulama.

2. Ashabah Nasabiyah

Urutan kedua ada ashabat nasabiya yang merupakan golongan kerabat atau nasb pewaris. Mereka menerima sisa harta warisan yang telah dibagikan. Jika tidak ada ahli waris lain, ashabat nasabiyah berhak mengambil semua harta peninggalan.

Misanya, anak laki-laki pewaris, cucu dari anak laki-laki pewaris, saudara kandung pewaris, paman kandung, dan seterusnya.

3. Penambahan Bagi Ashhabul Furudh Sesuai Bagian

Pada urutan ketiga ini dilakukan apabila masih tersisa harta warisan dapat dibagikan kepada ashhabul furudh sesuai dengan bagian yang telah ditentukan. Untuk suami atau istri tidak berhak menerima tambahan sisa harta yang ada.

Sebab hak waris bagi suami atau istri disebabkan ikatan pernikahan, sedangkan kekerabatan karena nasab lebih utama mendapatkan tambahan dibandingkan lainnya.

4. Mewariskan Kepada Kerabat

Maksud dari kerabat pada urutan keempat ini adalah yang memiliki ikatan rahim, tidak termasuk ashhabul furudh dan ashabah. Misalnya, paman (saudara ibu), bibi (saudara ibu dan ayah), cucu laki-laki dari anak perempuan, dan cucu perempuan dari anak perempuan.

Bila pewaris tidak mempunyai kerabat sebagai ashhabul furudh dan nasab, kerabat yang masih punya ikatan rahim berhak mendapatkan warisan.

5. Tambahan Hak Waris Bagi Istri atau Suami

Bila pewaris mempunyai ahli waris yang termasuk ashhabul furudh dan ashabah serta tidak ada kerabat ikatan rahim, maka harta warisan seluruhnya menjadi milik suami atau istri.

Misalnya, seorang suami meninggal tanpa memiliki kerabat yang berhak menerima warisan, maka istri mendapatkan bagian seperempat dari harta yang ditinggalkan. Sedangkan sisanya merupakan tambahan hak waris.

Dapat disimpulkan, istri mendapat seluruh harta peninggalan suami. Begitu juga sebaliknya suami terhadap harta peninggalan istri yang meninggal.

6. Ashabah Karena Sebab

Untuk urutan keenam ini diperuntukkan pada orang-orang yang memerdekakan budak. Misalnya, seorang bekas budak meninggal dan mempunyai harta warisan, maka yang pernah memerdekakannya termasuk salah satu ahli waris. Ia termasuk ashabah, tetapi zaman sekarang tidak ada lagi budak.

7. Orang yang Diberi Wasiat Lebih dari Sepertiga Harta Pewaris

Urutan selanjutnya untuk orang lain yang bukan bagian dari ahli waris. Misalnya, seseorang meninggal dunia dan mempunyai sepuluh anak. Sebelum meninggal, ia terlebih dahulu memberikan wasiat kepada semua atau sebagaian anaknya agar memberikan sejumlah hartanya kepada seseorang yang bukan termasuk salah satu ahli waris.

8. Baitulmal atau Kas Negara

Apabila seseorang meninggal tidak mempunyai ahli waris ataupun kerabat, maka seluruh harta peninggalannya diserahkan kepada baitulmal untuk kemaslahatan umum.

Rukun Waris dalam Ilmu Fiqih

Sebelum warisan dibagi, ada tiga ketentuan wajib yang harus dipenuhi. Hal ini adalah rukun waris yang diatur dalam fiqih hukum waris Islam.

1. Al-Muwarits

Al-Mawarits adalah orang yang mewariskan harta. Ini bisa berasal dari orang tua, kerabat, atau salah satu di antara suami dan istri. Bisa juga dikatakan pewaris bila seseorang meninggal dunia dan meninggalkan sesuatu yang dapat beralih kepada keluarganya.

2. Al-Warits

Al-Warits adalah orang yang mewarisi. Maksudnya, orang yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris atau adanya alasan tertentu yang menyatakan bahwa dia berhak mewarisi harta tersebut.

Seseorang dinyatakan sebagai ahli waris jika masih hidup, tidak ada penghalang, dan tidak tertutup oleh ahli waris utama.

3. Al-Mauruts

Al-Mauruts merupakan harta benda ataupun hak-hak pewaris yang memungkinkan untuk diwariskan kepada ahli waris. Harta warisan dapat dibagikan apabila sudah menyelesaikan beberapa hal berikut ini:

  • Zakat atas harta pusaka atau warisan
  • Biaya mengurus jenazah
  • Utang piutang pewaris
  • Wasiat pewaris

Dari penjelasan di atas terjawab sudah siapa yang berhak menjadi ahli waris. Semoga bermanfaat.




(csb/csb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads