Pengadilan Negeri Palembang mengabulkan sebagian gugatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap perusahaan yang beroperasional di Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan. Perusahaan itu diminta melakukan ganti rugi dan pemulihan lingkungan akibat kebakaran hutan dan lahan (jkrhutla) yang terjadi pada 2023. Ganti rugi senilai Rp 602,4 miliar.
Nilai itu lebih rendah Rp 540,6 miliar dari gugatan yang diajukan KLHK, yakni sebesar Rp 1,14 triliun. Dalam kasus dengan perkara nomor 5/Pdt.G/LH/2024/PN Plg, Majelis Hakim diketuai Agus Pancara SH MHum dengan anggota Zaenal Arif dan Chris Sahat.
"Mengabulkan sebagian gugatan yang dilayangkan Pemerintah Negara Republik Indonesia melalui KLHK dengan gugatan ganti kerugian dan tindakan pemulihan akibat kerusakan lingkungan hidup dengan pertanggungjawaban mutlak (strict liability) dengan Tergugat PT Kosindo Supratama Rp 1,1 triliun," ujar Agus dalam keterangan resminya, Kamis (31/10/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Majelis Hakim itu mengabulkan gugatan sebagian setelah memeriksa perkara pada persidangan, mempertimbangkan faktanya, alat bukti surat, keterangan saksi dan ahli yang diajukan penggugat dan tergugat serta hasil pemeriksaan di lokasi serta keadilan bagi penggugat dan tergugat.
"Menghukum tergugat untuk membayar ganti kerugian lingkungan hidup sebesar Rp 166.923.788.525,00. Dan menghukum tergugat untuk melakukan tindakan pemulihan lingkungan hidup dengan rencana biaya sebesar Rp 435.517.557.285,00. Serta menghukum tergugat untuk membayar uang paksa sebesar Rp 5 juta per hari untuk setiap keterlambatan pelaksanaan tindakan pemulihan lingkungan hidup (total Rp 602,4 miliar)," ungkapnya.
Dalam perkara ini, gugatan bermula pada Agustus-Oktober 2023 ketika KLHK mendeteksi melalui citra satelit ada titik panas atau hotspot di lokasi yang dikuasai dan diusahakan perusahaan yang operasional di Desa Tulung Selapan Ilir, Kecamatan Tulung Selapan.
Sehingga berdasarkan data tersebut, pada 16 Oktober 2023 KLHK menugaskan tim melakukan verifikasi lapangan untuk memeriksa kondisi di lapangan dan mengambil sampel untuk diteliti di laboratorium Indonesia Center for Biodeversity and Biotechnology Bogor (ICBB Bogor).
"Hasil pemeriksaan Laboratorium ditemukan telah terjadi kebakaran lahan gambut di lokasi yang dikuasai dan/atau diusahakan oleh tergugat dengan lahan terbakar seluas 3.049,46 hektare," terangnya.
Dia menyebut kebakaran lahan itu disebabkan tidak tersedianya sarana dan prasarana pencegahan dini karhutla di lokasi. Selain itu, paya pengendalian kebakaran yang dilakukan oleh perusahaan tersebut dinilai minim.
Tim juga menemukan fakta bahwa tidak terdapat sarana dan prasarana pemadam kebakaran lahan. Seperti embung air yang jumlahnya tidak memadai dari luasan lahan yang dimiliki. Begitu juga dengan menara pemantau kebakaran lahan yang dalam kondisi rusak.
Dalam perkara itu penggugat mengajukan petitum menghukum tergugat untuk mengganti kerugian lingkungan hidup sebesar Rp 333,84 miliar, melakukan rangkaian tindakan pemulihan lingkungan hidup dengan rencana biaya sebesar Rp 809,26 miliar, denda, uang paksa, dan putusan serta merta dengan total Rp 1,1 triliun.
(des/des)