Mitigasi Perubahan Iklim, BMKG Bangun Tower Gas Rumah Kaca di Jambi

Jambi

Mitigasi Perubahan Iklim, BMKG Bangun Tower Gas Rumah Kaca di Jambi

Ferdi Almunanda - detikSumbagsel
Kamis, 18 Jul 2024 21:21 WIB
Tower Gas Rumah Kaca dibangun di Muaro Jambi, Jambi
Foto: Tower Gas Rumah Kaca dibangun di Muaro Jambi, Jambi (Ferdi Almunanda)
Muaro Jambi -

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meresmikan Tower Gas Rumah Kaca (GRK) di Jambi. Langkah ini untuk memonitor konsentrasi GRK sebagai upaya mitigasi perubahan iklim.

"Jadi kenapa dibangun tower, ya karena tower ini bertujuan sebagai integrity global green house information system, untuk apa? Tujuannya ialah memonitor dan memberikan informasi yang terintegrasi terkait dengan gas-gas rumah kaca global. Apakah semakin meningkat atau bagaimana," kata Kepala BMKG RI, Dwikorita Karnawati, Kamis (18/7/2024)

Menurut Dwikorita, dengan adanya tower ini perubahan iklim nantinya bisa memberikan suatu peringatan mengenai potensi dan dampak gas rumah kaca.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Nah nantinya towernya itu kan ada beberapa tower ya tidak hanya satu ini, dan ini adalah yang kedua towernya, InsyaAllah nanti tahun depan sampai total mau ada enam ya rencananya di Sumatera saja. Nantinya dengan enam tower yang dibangun itu bisa tersistem, dan kira-kira zona mana di Sumatera ini yang menyumbang paling banyak emisi gas rumah kaca dan mana yang menyumbang paling banyak menyerap sehingga informasi yang terukur dan valid dan menerus ini dibutuhkan," ujar dia.

Diketahui, tower gas rumah kaca ini memiliki ketinggian mencapai 100 meter. Bangunan tower ini terletak di Stasiun Klimatologi yang berada di kawasan Muaro Jambi, Provinsi Jambi.

ADVERTISEMENT

Dwikorita menyebutkan, tower yang dibangun di Provinsi Jambi ini merupakan tower yang ke-2 di Indonesia dari 6 tower yang rencananya akan dibangun di Sumatera. Dengan adanya tower ini, kata dia, yang datanya bisa terukur valid atas emisi gas rumah kaca akan dibutuhkan oleh berbagai sektor dalam mengambil keputusan kebijakan dalam mengembalikan, lalu menyeimbangkan laju gas rumah kaca itu.

"Ujung-ujungnya mengurangi, mencegah dan mengembalikan laju kenaikan suhu permukaan. Jika itu tak dicegah bumi semakin panas semakin banyak masalah, penyakit, bencana, kekeringan dan ujungnya krisis pangan. Yang mana pula krisis pangan itu bisa diproyeksikan ini kemungkinan terburuk kalau kita gagal kendalikan itu bisa di pertengahan abad pada tahun 2050," ucapnya.

Dwikorita menjelaskan peningkatan ini juga dapat diketahui berdasarkan kajian Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) sebab sejak tahun 1970 hingga 2023 didapati lonjakan suhu permukaan bumi hingga 1,45 derajat Celsius.

"Kuantifikasinya (efek gas rumah kaca) bagaimana?, justru Ini yang sedang diukur dan kita belum menyimpulkan dan kita akan tahu di sini seperti apa," ungkapnya.

Sementara, Deputi Bidang Klimatologi BMKG Ardhasena Sopaheluwakan menjelaskan untuk jangkauan tower GRK Jambi cukup memadai hingga seluruh Kabupaten/Kota yang ada.

"Tower ini mencakup sangat luas yang mana bisa menjangkau untuk 1 Provinsi Jambi ini," kata Ardhasena.

Ia mengatakan, Jambi dipilih dengan alasan modalitas eksisting dan juga karena ekosistem di Sumatera termasuk di Jambi masih baik.

"Jadi kita bisa belajar dari Sumatera Barat dan Jambi sehingga bisa direplikasikan ke lokasi lainnya," terang Ardhasena.

Terkait efek rumah kaca di Jambi, kata Ardhasena, sama seperti daerah lainnya yakni sekitar 410 PPM.

"Karena udara yang tercampur dan gas rumah kaca dibawa oleh cuaca dan iklim yang dampaknya efek gas rumah kaca makin naik dirasakan, kita merasakan cuaca dan temperatur Jambi yang tahun ke tahun makin naik, itu dampaknya," jelasnya.

Sementara itu, Wakil Gubernur Jambi Abdullah Sani menyatakan langkah BMKG ini dinilai sangat baik. Ini juga patut diapresiasi karena telah membangun tower gas rumah kaca di Jambi.

"Ini sangat baik ya dampaknya ini juga untuk memberikan gambaran komposisi atmosfer dan siklus karbon yang komprehensif. Data dan informasi yang didapat dari keberadaan tower tersebut sangat penting dan bermanfaat, untuk menyiapkan upaya dan langkah antisipatif dan adaptif terhadap kondisi iklim," ujar Abdullah Sani.




(dai/dai)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads