Pengamat: Isu Keterwakilan Perempuan di Pilkada Sumsel Belum Jadi Kebutuhan

Sumatera Selatan

Pengamat: Isu Keterwakilan Perempuan di Pilkada Sumsel Belum Jadi Kebutuhan

Reiza Pahlevi - detikSumbagsel
Minggu, 16 Jun 2024 21:40 WIB
Pengamat politik Sumatera Selatan dari Universitas Sriwijaya (Unsri) M Haekal Al Haffafah
Pengamat politik Sumatera Selatan dari Universitas Sriwijaya (Unsri) M Haekal Al Haffafah (Foto: Istimewa)
Palembang -

Para pemilih perempuan di Sumatera Selatan tidak akan terpengaruh dengan isu gender di Pilkada Sumsel. Keterwakilan gender dinilai belum menjadi kebutuhan, bahkan dianggap biasa bagi sebagian besar masyarakat.

Hal itu disampaikan Pengamat Politik Sumsel, Haekal Al Haffafah. Terlihat dari tersingkirnya pasangan Srikandi Holda-Meli Mustika (Home) dalam kontestasi politik di Sumsel karena kalah bersaing mendapat tiket Partai Demokrat.

"Isu keterwakilan gender bagi pemilih di Sumsel, itu belum begitu menjadi kebutuhan. Artinya kesadaran politik terkait keterwakilan akan pentingnya perempuan di panggung politik masih dinilai biasa bagi sebagian besar masyarakat Sumsel," ujarnya saat dikonfirmasi, Minggu (16/6/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, dengan tersingkirnya paslon Home belum tentu juga pemilih perempuan akan beralih dukungan terhadap calon lain. Saat ini, hanya 1 bakal calon dari perempuan yang maju yakni Anita Noeringhati yang berpasangan dengan Mawardi Yahya (Matahati).

"Apakah pemilih perempuan akan otomatis bergeser ke kandidat dengan paslon yang juga mewakili figur perempuan dalam arti Matahati? Belum tentu juga," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Dia menerangkan, ada beberapa faktor kenapa figur perempuan dianggap tak menarik untuk memimpin Sumsel. Dijelaskan Dosen FISIP Unsri ini, diawal sebetulnya publik tidak begitu yakin majunya Home sebagai pasangan bakal calon gubernur-wakil gubernur dengan isu mewakili aspirasi politik perempuan.

"Karena itu tadi rasionalisasi dukungan Parpol dirasa agak berat bagi penilaian publik untuk jatuh kepada nama keduanya," ungkapnya.

Sehingga, Demokrat memutuskan memilih Cik Ujang untuk dimajukan di Pilkada Sumsel sebagai wakil berpasangan dengan Herman Deru.

Dia juga menilai untuk tidak bicara soal isu urgensi keterwakilan perempuan. Sebab, publik belum mendapatkan alasan seberapa kuat argumentasi mendesaknya isu keterwakilan gender.

"Masih banyak isu lain, misalnya pendidikan, sekolah gratis dan sebagainya. Bahkan isu sekolah gratis yang dibawa oleh kandidat lain, Heri Amalindo ternyata tidak tergambar dalam kenaikan hasil survei, apalagi isu keterwakilan perempuan yang bagi pemahaman publik urutannya masih di bawah isu-isu penting lain," jelasnya.

Menurutnya, banyak tokoh-tokoh perempuan yang saat ini tampil di panggung publik terutama dilembaga legislatif. Tak hanya di tingkat daerah tapi secara nasional di DPR RI. Tapi kalau untuk eksekutif apalagi dalam Pilkada, tidak sederhana dan variabelnya tidak tunggal.

"Di Pilkada Sumsel kecenderungan rekomendasi tiket partai itu jatuh kepada kandidat eks bupati/kepala daerah, sementara faktanya sampai hari ini nama-nama bupati-wakil bupati dari kalangan perempuan tidak tampil dalam posisi itu. Sebab apa? di level eksekutif daerah itu masih dominan laki-laki," ujarnya.

Sehingga, lanjut Haekal, seharusnya variabel dukungan politik perempuan itu terlebih dulu diuji pada level pertarungan di pilkada kabupaten/kota sebelum naik ke level pertarungan gubernur/wakil gubernur yang arenanya lebih luas, lebih kompleks dan entitas masyarakatnya jauh lebih heterogen.




(csb/csb)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads