Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Bangka Belitung (Babel), menyoroti kasus korupsi timah di Babel. Walhi menyebut adanya kasus korupsi tersebut pertambangan di Bangka Belitung dianggap masih buruk.
"Ini kan ada mega korupsi yang sedang ditangani Kejagung. (Kasus) ini memang bukti tata kelola pertambangan di Bangka Belitung itu buruk," kata Direktur Eksekutif Walhi Ahmad Subhan Hafis kepada detikSumbagsel di Kantor Gubernur Babel, Senin (22/4/2024).
Diketahui, kasus korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT Timah Tbk periode 2015-2022, taksiran kerugian lingkungan mencapai Rp 271 triliun. Kejagung hingga saat ini telah menetapkan 13 tersangka dalam kasus tersebut dan kasusnya hingga saat ini masih terus berjalan.
Walhi Bangka Belitung berpendapat kerugian lingkungan atas kasus ini lebih besar dari Rp 271 triliun. Kata Hafis, kerugian ini akan lebih besar jika dikalkulasikan dengan tambang laut.
"Dan itu kalkulasinya belum selesai Rp 271 triliun itu. Bahkan Walhi melihat itu lebih jauh besar karena belum mengakomodir dan mengkalkulasi besaran kerugian yang dialami negara akibat tambang laut," tegasnya.
Walhi bersama masyarkat nelayan dan mahasiswa mengelar aksi damai di hari bumi. Ada berapa poin yang disampaikan, di antaranya yakni tekait moratorium pertambangan baru.
"Ini yang kami minta sebenarnya soal moratorium pertambangan. Ada tiga agenda penting dalam moratorium. Pertama yakni setop izin-izin baru pertambangan timah," jelasnya.
"Kedua, evaluasi dan review segala perizinan yang kemudian menempatkan rakyat pada konflik. Kemudian juga merusak lingkungan dan merampas tanah rakyat dan laut rakyat. Dan terakhir yaitu yang paling penting pemercepat soal pemulihan ekosistem di Bangka Belitung," tegasnya kembali.
Sementara itu, Penjabat Gubernur Babel Safrizal ZA menanggapi permintaan moratorium pertambangan yang diminta massa aksi. Safrizal mengatakan akan segera mengajukan kepada Kementerian ESDM dan Kementerian Investasi.
"Dan ini (permintaan moratorium izin tambang baru) kami akan mengajukan kepada Kementerian ESDM dan Kementerian Investasi untuk menyetop dulu sementara pemberian IUP baru, ujarnya dikonfirmasi usai menemui massa.
Menurutnya, jika itu permintaan dari massa dirinya tak keberatan untuk bersurat ke Kementerian terkait. Kata dia, meskipun harus mengambil resiko, karena 40 persen masyarakat Babel bergantung di sektor pertambangan timah.
"Yang adapun (IUP) sedang dalam proses penegakan hukum jadi ini masih sejalan, sambil kita memberesi peristiwa yang terjadi sebelum ini yang sekarang sedang dibenahi oleh Kejaksaan Agung. Jadi sementara kita setop dulu walaupun ada resiko sebagian masyarakat yang 30 sampai 40 persen masyarakat kita bergantung di sektor timah," ungkapnya.
(csb/csb)