Calon Ketum Diminta Uang Pendaftaran Rp 500 Juta, Rakerprov KONI Sumsel Ricuh

Sumatera Selatan

Calon Ketum Diminta Uang Pendaftaran Rp 500 Juta, Rakerprov KONI Sumsel Ricuh

Reiza Pahlevi - detikSumbagsel
Kamis, 23 Nov 2023 13:01 WIB
Kericuhan di Rakerprov KONI Sumsel.
Foto: Dok. Pribadi Peserta Rakerprov KONI Sumsel
Palembang -

Kericuhan mewarnai Rapat Kerja Provinsi (Rakerprov) KONI Sumsel saat membahas mekanisme pemilihan Ketua Umum (Ketum) KONI Sumsel periode 2023-2027, Rabu (22/11/2023). Peristiwa itu terjadi karena keputusan pimpinan yang mewajibkan uang pendaftaran sebesar Rp 500 juta terhadap calon Ketua Umum KONI Sumsel yang ingin maju dalam pemilihan.

Padahal dalam AD/ART KONI, persyaratan itu tidak dituliskan ketika dilakukan Musyawarah Provinsi Luar Biasa (Musprovlub). Akibat hal itu, sempat terjadi adu mulut bahkan nyaris ada baku hantam antara peserta dengan pimpinan Rakerprov.

"Sesuai AD/ART pada Bab 6 bagian 10 Pasal 27 ayat 1, hanya ada 5 kriteria syarat mencalonkan diri. Hal yang tidak ada dalam poin-poin itu dimunculkan Plt Ketum KONI Sumsel didampingi 4 pimpinan lain. Disebutkan bahwa syarat mencalonkan diri harus ada biaya pendaftaran Rp 300 juta. Tidak lama, syarat dinaikkan menjadi Rp 500 juta," ujar Ketua Bidang Hukum KONI Sumsel Misnan Hartono saat dikonfirmasi, Kamis (22/11/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, syarat biaya pendaftaran itu di luar aturan AD/ART yang telah disahkan KONI. Padahal syarat pendaftaran cukup dengan memiliki 30 persen dukungan dari 17 KONI Kabupaten/Kota di Sumsel dan 30 persen dukungan dari 68 cabang olahraga (Cabor) serta memiliki visi misi memajukan organisasi olahraga prestasi tersebut.

"Jika ini tetap terjadi dan dilaksanakan, ada yang akan dikorbankan, seperti cabor maupun dari kabupaten/kota yang memberi dukungan. Bahkan ke depannya bisa menjadi preseden buruk dalam setiap pemilihan, termasuk di kabupaten/kota," ungkapnya.

ADVERTISEMENT

Misnan melanjutkan, calon yang memiliki kapasitas memimpin tapi tidak memiliki biaya akan kesulitan untuk mendaftar. Ia menuding, jika calon memiliki kemampuan biaya dan terpilih, bisa saja dia menyalahgunakan wewenang untuk mendapatkan uang lebih demi mengembalikan cost yang telah dikeluarkan dalam pemilihan. Dengan kata lain, korupsi atau penggelapan dana.

"Semisal calon habiskan biaya Rp 1 miliar untuk pencalonan, dia mau mengembalikan uang (yang dikeluarkan) darimana. Sementara KONI hanya menerima dana hibah, ada pertanggungjawabannya meskipun hanya Rp 1," ujarnya.

Diketahui, kericuhan dalam Rakerprov terjadi ketika membahas persyaratan menjadi calon Ketum KONI Sumsel. Ketua Pimpinan Sidang Rakerprov KONI Sumsel, Mayjen TNI Purn Andrie Tardiawan Utama Soetarno yang hendak membacakan salah satu butir pada poin syarat, ada peserta yang menyampaikan usulan.

Usulan yang disampaikan berupa memasukkan biaya kontribusi sebesar Rp 500 juta. Uang kontribusi atau sumbangan tersebut bisa dipakai untuk membayar gaji pengurus KONI Sumsel yang belum terbayar sebelumnya.

"Apapun namanya, uang itu bisa dipakai untuk membantu pengurus KONI (Sumsel) yang belum mendapatkan gaji. Ada satpam, OB, dan pengurus lain," kata salah satu peserta Rakerprov.

Usulan itu direspons peserta beragam, ada yang menyetujui dan menolak. Disampaikan pimpinan Rakerprov, jika kontribusi uang itu belum pernah terjadi. Jika dilakukan, akan ada pandangan negatif.

"Bila (uang pendaftaran) ini dilakukan, ditakutkan nanti akan saling mengeluarkan borok-borok dari si calon dan sebagainya. Ini belum pernah terjadi, termasuk di KONI pusat," kata Plt Ketum KONI Sumsel.

Meski begitu, ia memberi ruang musyawarah kepada peserta Rakerprov. Bahkan dirinya mengusulkan jika memang dibutuhkan uang pendaftaran, nilainya hanya berkisar Rp 5-Rp 10 juta. Saking alotnya pembahasan, terjadilah kericuhan tersebut.

Berbagai usulan kemudian diputuskan melalui voting dan ditetapkan biaya kontribusi sebesar Rp 500 juta bagi yang ingin maju mencalonkan diri.




(Candra Setia Budi/des)


Hide Ads