Para serikat buruh di Sumatera Selatan (Sumsel) menolak kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2024 yang hanya sebesar 1,55 persen atau menjadi Rp 3.456.874. Kenaikan itu dianggap tidak rasional karena tak sesuai dengan peningkatan sejumlah harga bahan pangan dan kebutuhan lainnya.
"Naiknya cuma Rp 52 ribu, dibagi 1 bulan cuma Rp 2 ribu per hari. Habis untuk ke WC umum satu kali," ujar Cerah Buana, Humas Konfederasi Konggres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (Kasbi) Sumsel kepada detikSumbagsel, Selasa (21/11/2023).
Ketidaksesuaian kenaikan UMP itu akan membuat pihaknya turun ke jalan menggelar aksi di Kantor Gubernur Sumsel dalam waktu dekat. Saat ini, pihaknya masih melakukan konsolidasi dengan serikat buruh lain terkait rencana aksi tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami akan turun ke jalan menolak UMP Sumsel 2024. Jika berdasarkan aturan lama PP 78, kenaikan UMP bisa mencapai 10 persen. Tahun kemarin saja naiknya 8 persen (PP 36), kenapa tahun ini cuma 1,55 persen. Sangat tidak masuk akal," jelasnya.
Menurutnya, rencana aksi itu demi kemaslahatan buruh se-Sumsel bukan kepentingan pribadi atau serikat. Terlebih, pertumbuhan ekonomi Sumsel di kisaran 5 persen membuktikan jika wilayah ini sedang dalam kondisi baik.
"Kalau seperti itu, kami melihat Pj Gubernur Sumsel lebih berpihak kepada pengusaha. Praktik politik upah murah terjadi di Sumsel," tukasnya.
Senada disampaikan Korwil Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) Sumsel, Ali Hanafiah. Dirinya menolak tegas hasil keputusan kenaikan UMP karena dinilai tidak layak.
"Kalau Rp 52 ribu sama saja tidak naik. Begitu ada pengumuman kenaikan upah, harga barang tiba-tiba naik. Sementara upah yang muncul tidak mengubah apapun," ujarnya.
Ali menyebut akan melakukan aksi turun ke jalan bersama para buruh mendatangi kantor Wali Kota Palembang dan Gubernur Sumsel. Mereka akan membawa tuntutan terkait PP 51.
"Kami akan aksi pada 27 November nanti, sekira 1.000 lebih buruh akan turun ke jalan," ujar dia
(mud/mud)