Kegagalan dan kesuksesan bukanlah tolok ukur dalam satu rantai yang sama. Sebab, ada banyak orang sukses di dunia justru memiliki pengalaman gagal yang lebih banyak dibandingkan orang pada umumnya.
Namun kegagalan sering sekali membuat seseorang menjadi galau. Padahal, kegagalan bukanlah akhir dari segalanya. Kegagalan juga dapat dijadikan sebagai salah satu bahan evaluasi untuk mencapai keberhasilan.
Nah detikers, hampir setiap manusia pernah dihadapkan pada kegagalan. Walau tidak ada penelitian khusus tentang jumlah orang yang gagal, namun dapat dipastikan bahwa kegagalan adalah bagian dari warna warni hidup.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Maka dari itu, sejak dini kita harus memahami bahwa kegagalan dan kesuksesan perlu dipisahkan dalam hal menyikapinya. Hal ini agar kegagalan bisa diterima sepenuhnya sebagai pembelajaran, terlepas dari apa itu kesuksesan.
Melansir laman Times Higher Education (THE), Kenan Kok Xiao-Feng, senior learning analyst dan Oran Devilly, asisten profesor, dari Singapore Institute of Technology memberi saran tiga langkah untuk menerima kegagalan yang diringkas menjadi: mengenali kegagalan, merangkul kegagalan dan menanamkan kegagalan.
Cara menghadapi kegagalan
1. Mengenali Kegagalan
Mengenali kegagalan berarti mengakui kehadirannya. Ini mungkin mudah untuk diucapkan, tapi yang terpenting adalah soal bagaimana seseorang bereaksi terhadap kegagalan.
Persepsi menjadi hal yang penting sebelum seseorang bereaksi. Percayalah bahwa kegagalan adalah proses dari pembelajaran dan begitulah cara hidup mengajarkan kekuatan.
Dalam konteks pengajaran, seorang guru atau dosen bisa melakukan hal dengan menyisihkan waktu untuk bertemu dengan siswa yang merasa "gagal". Mereka harus mencari tahu bagaimana atau mengapa hal itu terjadi sekaligus memberikan penegasan dan dorongan kepada siswa tersebut.
2. Merangkul Kegagalan
Merangkul kegagalan berarti menyambutnya dengan rela dan antusias. Ini memerlukan perubahan pola pikir tentang apa itu kegagalan.
Merangkul kegagalan melibatkan pemikiran bahwa ini menjadi proses yang akan menambah pembelajaran berharga. Maka jika gagal berulang kali, artinya akan mendapatkan pembelajaran berharga yang lebih banyak.
Dengan kata lain, kegagalan dipandang produktif karena mendekatkan seseorang pada tujuan untuk berhasil.
Seorang guru bisa mengajarkan hal ini kepada siswanya dengan tetap menyadari keterbatasan pengetahuan mereka saat ini (lihat desain pembelajaran kegagalan produktif oleh Manu Kapur).
Melakukan hal itu juga dapat mendorong pendidik untuk merangkul batas pengetahuan siswa saat ini dan mungkin memotivasi siswa untuk mencari pengetahuan baru untuk menyelesaikan tugas yang ada.
3. Kegagalan Perlu Dirayakan
Selama ini orang hanya merayakan hal karena berkaitan dengan keberhasilan. Situasi ini menempatkan kegagalan sebagai hal yang seolah tak pantas dirayakan dan harus disesali.
Tentu hal ini sangat keliru karena apapun yang kita lakukan, itu perlu diterima dengan apa adanya untuk kesehatan mental, dan bahkan pantas untuk dirayakan.
Pola pikir semacam ini perlu dilakukan agar menjadi budaya: bahwa gagal itu bukan hal buruk dan tetap bisa dirayakan kemudian direnungkan untuk pembelajaran ke depan yang lebih baik.
Di tingkat sekolah, pendidik dapat membiasakan diri untuk memberi penghargaan kepada siswa yang memulai dengan nilai buruk tetapi telah menunjukkan etos kerja yang tinggi dan terus meningkatkan nilai tugas mereka dari waktu ke waktu.
Memang, semua langkah di atas mungkin terdengar sederhana dan masuk akal secara teori, tetapi mungkin tidak mudah untuk dipraktikkan.
Oleh karena itu, kita harus berusaha untuk menciptakan praktik dan pola pikir yang mengenali, merangkul, dan membudayakan menerima dan memahami kegagalan ke dalam ruang kelas pembelajaran di mana pun dan kapan pun.
Artikel ini dilansir dari detikedu, "Bukan Hal Buruk, Ternyata Kegagalan Juga Perlu Dirayakan"
(bpa/bpa)