Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Sumatera Selatan (Sumsel) mencatat ada 408 kasus kekerasan pada anak dan perempuan di Sumsel selama 2022. Jumlah korbannya mencapai 449 orang.
Dari 408 kasus kekerasan di Sumsel, yang paling banyak terjadi di Palembang yakni 59 kasus dengan kasus terbanyak adalah kekerasan seksual. Disusul Kabupaten Lahat 51 kasus, Ogan Ilir 46 kasus, Musi Rawas 39, Pagaralam 36, Banyuasin 31, Ogan Komering Ilir 31, Ogan Komering Ulu 29.
Kemudian, Muara Enim 24, Empat Lawang 15, Prabumulih 14, PALI 14, Musi Rawas Utara 7, Lubuklinggau 4, Musi Banyuasin 3, Ogan Komering Ulu Selatan 3, dan Ogan Komering Ulu Timur 2.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan untuk jumlah korban 449 orang terbanyak dialami oleh anak perempuan dengan jumlah 219 orang, anak laki-laki 73 orang, laki-laki dewasa 3 orang dan perempuan dewasa 154 orang.
Dari data yang diterima detikSumbagsel per semester, tercatat jumlah kekerasan di Sumsel dari Januari sampai Juli 2023 ada 376 orang, terdiri dari perempuan 111 orang, anak perempuan 202 orang, dan anak laki-laki 63 orang.
Kepala Dinas PPPA Henny Yulianti mengatakan, pihaknya menyebut data itu data simfoni yang mencakup kekerasan fisik dan psikis.
"Tapi gini, kalau kita bicara data ini saya menyebutnya seperti gunung es. Kita melihatnya dari sudut pandang berbeda, jika kita lihat tahun ini lebih tinggi dari tahun sebelumnya kami dari dinas PPPA melihat tingginya kasus ini karena banyaknya korban melapor," katanya kepada detikSumbagsel, Sabtu (22/7/2023).
Kata Henny, tingginya jumlah kasus itu bisa jadi dikarenakan korban-korban berani melapor. Jadi, apabila jumlah kasus tahun ini lebih rendah dari kemarin itu tidak selalu pertanda baik. Bisa jadi itu pertanda korban enggan melapor.
"Jadi jangan melihat dari data kenapa naik dan peran pemerintah bagaimana, justru peran pemerintah itu jalan akhirnya meningkat. Maksudnya meningkat ini karena mereka berani ngomong," ujarnya.
Namun, Henny berharap kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Sumsel ini benar-benar turun bukan karena sedikit orang melapor, tetapi benar-benar turun dalam hal kekerasan.
"Syukur-syukur kalau memang misalnya rendahnya itu karena semuanya sudah melapor dan tingkat kekerasannya memang turun. Jadi, misalnya kenapa tahun ini lebih tinggi dari tahun sebelumnya karena keberhasilan kita mensosialisasikan kepada masyarakat untuk berani ngomong ketika menjadi korban kekerasan," ungkapnya.
Sementara itu, Kepala UPTD PPPA Sumsel Alkala Zamora menambahkan bahwa angka kekerasan per semester di tahun 2023 ini memang cukup tinggi dibanding tahun lalu.
"Seperti yang sudah disampaikan Ibu Kadin bahwa tingginya itu karena sudah beraninya korban melapor," ungkapnya.
(des/des)