RSUD Raden Mattaher Jambi menjadi sorotan setelah diketahui menyimpan obat kedaluwarsa sejak 2014, dengan total nilai obat mencapai Rp 1,26 miliar. Pihak RS pun mengakui bahwa obat-obat senilai miliaran itu mubazir, sehingga harus ada perubahan sistem pembelian obat.
"Ya kalau dibilang mubazir tentu pasti ya, jumlah Rp 1,2 miliar banyak kan itu. Uang sebanyak itu bisa beli lagi obat-obat yang baru," ungkap Wakil Direktur Pelayanan RSUD Raden Mattaher Jambi, dr. Anton Trihartanto kepada detikSumbagsel, Selasa (11/7/2023).
Anton menyebutkan bahwa kondisi tersebut terjadi lantaran masa kedaluwarsa atau expired obat yang memang sangat cepat. Paling lama hanya satu tahun. Sedangkan jenis obat yang paling banyak kedaluwarsa adalah antibiotik.
"Kalau paling banyak itu obat jenis antibiotik. Ada juga obat khusus seperti obat Covid-19 dulu, lalu ada juga obat buat kasus gagal ginjal akut dan obat lainnya, tapi kebanyakan obat jenis antibiotik yang paling banyak kedaluwarsa," katanya.
Untuk itu, dia menegaskan akan melakukan perubahan sistem agar tidak terjadi banyak obat tersimpan terlalu lama dan akhirnya kedaluwarsa. Salah satunya dengan memperhatikan masa expired obat sebelum membelinya.
"Paling utama obat yang akan dipesan setidaknya harus expired di atas di atas dua tahun, lalu pembeliannya juga harus berdasarkan kebutuhan yang ada, jadi tidak terjadi lagi yang seperti ini," lanjutnya.
Anton menegaskan bahwa obat kedaluwarsa yang menjadi temuan BPK itu kini dalam proses pemusnahan. Obat-obat itu, katanya, tidak akan digunakan kepada pasien.
"Kalau khawatir jika obat itu akan terpakai, itu tidak mungkin. Karena untuk obat yang sudah masa expired tentunya akan kita tempatkan di bagiannya. Sama seperti obat khusus itu ada tempatnya, jadi tidak bercampur gitu. Dan obat yang kedaluwarsa ini sesegera mungkin akan dimusnahkan, saat ini sudah berproses," ujar Anton.
Sebelumnya, Anggota DPRD Provinsi Jambi Fauzi Ansori menyoroti obat-obat kedaluwarsa senilai Rp 1,26 miliar di RSUD Raden Mattaher Jambi yang tak kunjung dimusnahkan sejak 2014. Sorotan itu muncul berdasarkan temuan BPK RI.
"Jadi kita dari Fraksi Demokrat mendorong agar temuan-temuan BPK itu ditindaklanjuti dalam waktu 60 hari karena ini amanat Undang-undang, oleh karena itu jangan sampai temuan-temuan ini tidak ditindaklanjuti sehingga menambah beban tunggakan dari hasil LHP BPK," kata Fauzi, Senin (10/7/2023).
(des/des)