Sebelum menjalankan ibadah haji di Tanah Suci, penting bagi para jemaah untuk mengetahui lokasi miqat. Dalam Buku Induk Fikih Islam Nusantara karya K.H. Imaduddin Utsman al-Bantanie, miqat dijelaskan sebagai batas tempat atau waktu untuk memulai ihram dan niat dalam haji.
Miqat terbagi menjadi dua jenis, yaitu miqat zamani (batasan waktu memulai ihram) dan miqat makani (batasan tempat memulai ihram).
Miqat zamani dalam pelaksanaan haji dimulai pada bulan Syawal, Dzulqa'dah, dan sepuluh hari bulan Zulhijjah. Artinya, jemaah haji sudah boleh niat ihram haji sejak bulan Syawal. Semakin awal seseorang berniat ihram, semakin besar pahalanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, miqat makani adalah miqat yang ditentukan berdasarkan peta atau batas geografis tanah, di mana seseorang harus memulai niat ihram ketika melewati batas tanah haram atau Tanah Suci dengan tujuan untuk menjalankan ibadah haji atau umrah.
Tempat Miqat Makani
Menurut buku Fikih Sunnah Jilid 3 karya Sayyid Sabiq, Rasulullah SAW telah menjelaskan secara umum tempat-tempat miqat makani melalui hadits riwayat Bukhari. Sehingga jemaah haji harus memulai niat ihram ketika melewati lokasi-lokasi tersebut sesuai dengan arah kedatangan mereka.
Berikut adalah penjelasan mengenai lokasi-lokasi tersebut:
Bir Ali (Zulhulaifah), terletak di sebelah utara Mekkah, sekitar 450 km. Tempat ini menjadi miqat bagi jemaah haji yang datang dari arah Madinah.
Al-Juhfah, tempat yang terletak di sebelah barat laut Makkah. Jaraknya sekitar 187 km dari Makkah dan berfungsi sebagai miqat bagi jemaah haji yang datang dari arah Syam atau negara-negara yang berada di arah tersebut.
Yamlam, sebuah bukit yang terletak 54 km sebelah selatan Makkah. Bukit ini berfungsi sebagai miqat bagi penduduk Yaman dan orang-orang yang datang dari Yaman dan Asia.
Qarnul Manazil, sebuah bukit di sebelah timur Makkah, membentang ke arah Arafah, dan terletak 94 km dari Makkah. Tempat ini berfungsi sebagai miqat bagi jemaah haji yang datang dari wilayah Najd.
Dzatu I'rq, terletak di bagian timur laut Mekkah, sekitar 94 km dari Mekkah. Jemaah haji yang datang dari Irak menjadikan tempat ini sebagai miqat mereka.
Tempat Miqat Jemaah Haji Indonesia
Umumnya, jemaah haji Indonesia terbagi menjadi dua gelombang keberangkatan. Maka dari itu, lokasi miqat pun ditentukan dari gelombang keberangkatan tersebut. Berikut penjelasannya:
Miqat Makani Jemaah Gelombang 1
Mengutip dari buku Meneladani Manasik Haji dan Umrah Rasulullah SAW karya Mubarak bin Mahfudh Bamuallim, jemaah haji Indonesia yang berangkat dalam gelombang pertama akan sampai di Madinah, sehingga tempat miqat mereka terletak di Bir Ali atau Zulhulaifah.
Penetapan lokasi miqat ini didasarkan pada hadits Rasulullah SAW yang berbunyi: "(Miqat-miqat) itu adalah (tempat ihram bagi penduduknya) dan bagi orang-orang yang melewati tempat-tempat itu yang bukan penduduknya, bagi mereka yang ingin melakukan ibadah haji dan umrah." (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Miqat Makani Jemaah Gelombang 2
Dalam buku 100+ Kesalahan dalam Haji & Umrah karya Prof. Dr. H. Nasaruddin Umar & Hj. Indriya R. Dani, dijelaskan bahwa untuk jemaah haji Indonesia yang berangkat dalam gelombang kedua, mereka akan langsung tiba di Makkah. Oleh karena itu, miqat mereka dilakukan di udara sejajar dengan Qarnul Manazil. Hal ini disebutkan dalam buku tersebut.
Jika dianggap sulit untuk mengenakan pakaian ihram sebelum tiba di Qarnul Manazil, jemaah haji dapat mengenakannya sejak berada di Tanah Air (Asrama Haji Embarkasi) atau setelah tiba di Airport King Abdul Aziz (KAAIA) Jeddah. Penetapan miqat di Airport King Abdul Aziz Jeddah ini sesuai dengan Keputusan Komisi Fatwa MUI tanggal 28 Maret 1980 yang dikonfirmasi kembali pada tanggal 19 September 1981 mengenai miqat haji dan umrah.
Dengan demikian, tempat miqat bagi jemaah haji Indonesia akan disesuaikan dengan gelombang keberangkatan haji masing-masing jemaah, tergantung apakah mereka akan tiba di Madinah atau Makkah.
(nkm/nkm)