Melihat Lebih Dekat Perkampungan Islam An-Nadzir di Gowa

Melihat Lebih Dekat Perkampungan Islam An-Nadzir di Gowa

Urwatul Wutsqaa - detikSulsel
Rabu, 05 Apr 2023 18:00 WIB
Perkampungan An-Nadzir di Gowa.
Foto: Perkampungan An-Nadzir di Gowa (Urwatul Wutsqaa/detikSulsel)
Gowa -

Perkampungan jemaah An-Nadzir berlokasi di Kelurahan Romang Lompoa, Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel). Perkampungan ini dihuni sekitar 100 Kepala Keluarga (KK) jemaah An-Nadzir.

Aliran An-Nadzir sendiri mulai masuk ke Gowa pada tahun 1998, dibawa oleh seorang ulama bernama Kiyai H Syamsuri Abdul Majid yang bergelar Syekh Imam Muhammad Al-Mahdi Abdullah. Pada awal tahun 2002, jemaah An-Nadzir yang terdiri 60 KK hijrah dari Palopo dan membangun perkampungan di Gowa.

Pada saat itu kelompok An-Nadzir membangun suatu pemukiman dengan membebaskan lahan masyarakat sedikit demi sedikit. Seiring dengan berjalannya waktu, lahan yang dibebaskan di kawasan tersebut semakin luas dan saat ini sudah mencapai 5 hektar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada awal kemunculannya, jemaah An-Nadzir sempat dituding sesat lantaran membawa sejumlah ajaran yang berbeda dengan umat muslim pada umumnya di Indonesia. Penampilan jemaah An-Nadzir juga identik dengan pakaian warna gelap dan sorban, serta rambut sebahu yang pirang.

ADVERTISEMENT
Jemaah An-Nadzir saat melaksanakan salat Idul Fitri beberapa tahun laluJemaah An-Nadzir (Foto: Nur Abdurrahman/detikcom)

Jarak perkampungan ini dari pusat kota Makassar sekitar 15 kilometer dan memerlukan waktu tempuh sekitar 30 menit. Dari perbatasan Gowa-Makassar, perkampungan An-Nadzir dapat ditempuh hanya dalam 20 menit perjalanan. Sedangkan, dari kampus II UIN Alauddin, jarak tempuhnya hanya berkisar antara 10-15 menit.

Perjalanan menuju perkampungan An-Nadzir bisa ditempuh dengan kendaraan roda dua maupun roda empat. Namun, dikarenakan kondisi jalan cukup sempit, akan lebih mudah menggunakan kendaraan roda dua.

Akses jalan menuju perkampungan An-Nadzir sebagian besar sudah beraspal. Akan tetapi, terdapat beberapa bagian jalan yang rusak dan berbatu sehingga pengendara harus ekstra berhati-hati saat melewatinya.

Memasuki perkampungan An-Nadzir. terdapat gapura selamat datang berwarna putih dengan tulisan hijau. Tidak jauh dari gapura tersebut, terdapat sebuah masjid satu lantai bernuansa hijau hitam yang berada pada sisi kanan jalan.

Tampak halaman masjid yang cukup luas. Halaman masjid tersebut kerap digunakan jemaah An-Nadzir untuk melaksanakan sholat Idul Fitri maupun Idul Adha. Pada hari-hari lainnya, halaman masjid tersebut dimanfaatkan masyarakat untuk tempat menjemur gabah.

Perkampungan An-Nadzir di Gowa.Foto: Perkampungan An-Nadzir di Gowa (Urwatul Wutsqaa/detikSulsel)

Sama seperti masjid pada umumnya, rumah ibadah tersebut juga digunakan untuk melaksanakan salat 5 waktu secara berjemaah, namun hanya dikhususkan bagi jemaah laki-laki. Sementara, jemaah perempuan melaksanakan salat 5 waktu di rumah masing-masing.

Meskipun lebih banyak beraktivitas dalam rumah, jemaah perempuan An-Nadzir juga biasa melaksanakan kegiatan keagamaan. Pada hari Kamis pagi, mereka akan berkumpul di bangunan yang terdapat pada sisi selatan masjid untuk melakukan dzikir bersama.

Kehidupan masyarakatnya tampak sangat sederhana. Kesenjangan sosial tidak nampak di perkampungan ini, terlihat dari tidak adanya rumah megah yang mencolok ataupun rumah yang begitu kumuh.

Suasana perkampungan tersebut di pagi hingga menjelang siang tampak cukup sepi. Terlihat beberapa jemaah laki-laki berjalan di kawasan perkampungan sambil menenteng cangkul.

Di sisi lain beberapa anak tampak bermain-main di sekitar rumah mereka. Terlihat anak laki-laki yang sedang bermain memiliki rambut berwarna pirang.

Mengecat rambut memang sudah menjadi kebiasaan bagi jemaah laki-laki An-Nadzir. Bahkan, mereka juga memanjangkan rambut hingga ke bahu.

Selain berambut pirang sebahu, jemaah laki-laki An-Nadzir juga identik dengan pakaiannya yang serba gelap dan menggunakan sorban. Sedangkan, jemaah perempuan identik dengan pakaian yang sangat tertutup, bahkan semua jemaah perempuan dewasa An-Nadzir yang bermukim di Gowa menggunakan cadar.

Mata Pencaharian Jemaah An-Nadzir

Jemaah An-Nadzir bekerja sebagaimana masyarakat Sulawesi Selatan kebanyakan, yakni bertani. Ada beberapa yang bertani di sawah milik sendiri, dan beberapa mengelola sawah masyarakat sekitar.

Bahkan, di perkampungan An-Nadzir ini terdapat kelompok tani. Saat ini sudah ada 4 kelompok tani yang terbentuk.

Selain bergerak di bidang pertanian, sebagian jemaah An-Nadzir juga bekerja sebagai kuli bangunan, pedagang, karyawan, hingga tenaga kesehatan. Tentunya pekerjaan ini dilakukan di luar kawasan perkampungan.

Ada pula yang menjalani profesi sebagai anggota LSM dan wartawan.

Kondisi Geografis Perkampungan An-Nadzir

Perkampungan An-Nadzir di Gowa.Foto: Perkampungan An-Nadzir di Gowa. (Al Khoriah Etiek Nugraha/detikSulsel)

Luas areal perkampungan An-Nadzir secara keseluruhan kurang lebih 5 hektar. Kawasan perkampungan ini terdiri dari permukiman dan sawah.

"Kalau perkampungannya ini sekitar 2 hektar, yang lain itu kan ada sawah. Semuanya itu hampir 5 hektar," ujar Pimpinan An-Nadzir Gowa Samiruddin kepada detikSulsel.

Pada awal kedatangannya, jemaah An-Nadzir hanya terdiri dari 60 Kepala Keluarga (KK) yang berasal dari Palopo. Saat ini, jemaah An-Nadzir yang bermukim di perkampungan tersebut mencapai 100 KK.

Samiruddin menjelaskan, secara keseluruhan perkampungan An-Nadzir di Kabupaten Gowa terdiri dari 4 kampung.

"Kampung Lama, Kampung Tengah, Batua, sama Kampung Baru, ada empat kampung," ujar Samiruddin.

Masjid Baitul Muqqaddis An-Nadzir yang berada di bagian depan gapura selamat datang merupakan bagian dari wilayah Kampung Tengah.

Sekitar 200 meter dari masjid tersebut, tepatnya di Kampung Batua, terdapat sebuah pondok yang oleh masyarakat setempat disebut 'batua'. Pondok batua ini dulunya dikeramatkan dan kerap menjadi tempat kemusyrikan.

Perkampungan An-Nadzir di Gowa.Foto: Perkampungan An-Nadzir di Gowa (Urwatul Wutsqaa/detikSulsel)

Namun, setelah jemaah An-Nadzir masuk, pondok batua berubah fungsi menjadi tempat kajian. Di tempat ini juga pimpinan jemaah An-Nadzir biasanya menerima tamu.

Pondok batua ini berupa bongkahan batu besar setinggi 2 meter yang didesain sedemikian rupa menyerupai sebuah gazebo. Pondok batua ini berada tepat di pinggir areal persawahan yang tampak sejuk dan asri.




(urw/alk)

Hide Ads