Sejarah Kemunculan Jemaah An-Nadzir Gowa yang Pernah Dituding Sesat

Sejarah Kemunculan Jemaah An-Nadzir Gowa yang Pernah Dituding Sesat

Urwatul Wutsqaa - detikSulsel
Minggu, 02 Apr 2023 17:01 WIB
Pimpinan An-Nadzir Ustaz Samiruddin
Foto: Pimpinan An-Nadzir Ustaz Samiruddin. (Al Khoriah Etiek Nugraha/detikSulsel )
Makassar -

Jemaah An-Nadzir di Gowa, Sulawesi Selatan merupakan sekelompok umat muslim yang pada awal kemunculannya sempat dituding sesat. Aliran ini identik dengan pakaian warna gelap dan sorban, serta rambut sebahu yang pirang.

An-Nadzir masuk ke Gowa pada tahun 1998. Aliran ini dibawa oleh seorang ulama bernama Kiyai H Syamsuri Abdul Majid yang bergelar Syekh Imam Muhammad Al-Mahdi Abdullah.

"An-Nadzir ini kan diawali dengan kedatangan seorang sosok ulama yang kami panggil dengan Abah yang dikenal dengan Kiyai H Syamsuri Abdul Majid yang bergelar Syekh Imam Muhammad Al-Mahdi Abdullah, beliau memberikan suatu pengajaran," ujar Pimpinan An-Nadzir Gowa, Ustaz Samiruddin saat ditemui detikSulsel, Kamis (30/3/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelum masuk ke Gowa, Kiyai H Syamsuri Abdul Majid sudah berdakwah ke berbagai penjuru daerah di Indonesia. Hingga akhirnya, aliran ini dibawa ke Gowa atas inisiatif beberapa orang yang kerap mengikuti tausiyah dari Kiyai H Syamsuri Abdul Majid.

"Tahun 1997, kami sendiri di Jakarta baru ketemu. Sekitar satu tahun itu, beberapa teman, kami mengikuti tausiyah beliau, dari situlah kami menganggap bahwa ini luar biasa ini orang tua ini kalau begini-begini saja, kan kita-kita saja," jelas Samiruddin

ADVERTISEMENT

"Makanya kami mengambil inisiatif tahun 1998 kami bawa ke Sulsel ini, melakukan semacam safari dakwah, keliling di beberapa kota, di Makassar, Parepare, Palopo, Bone, Enrekang, Bulukumba, Selayar, dlll," ungkapnya.

Dalam safari dakwahnya, Kiyai Hj Syamsuri Abdul Majid kerap membawakan tema sentral terkait penegakan hukum Allah dan Rasul-Nya di muka bumi.

"Tema sentral yang selalu diangkat oleh beliau itu adalah penegakan hukum Allah dan Rasul-Nya di muka bumi. Nah, itu memang tema sentral dia kalau dakwah dengan berbagai macam materinya," jelasnya..

Setelah melakukan safari dakwah, pengikut aliran ini semakin bertambah hingga ribuan orang. Kemudian, pada tahun 2002, dibuatlah suatu wadah untuk mengumpulkan para jemaah.

Awal Mula Nama An-Nadzir

Pada awal terbentuknya, kelompok ini dinamai Majelis Jundullah. Namun, nama tersebut hanya digunakan dalam kurun waktu 2 tahun, dan kelompok tersebut pun dibubarkan.

"Jadi sebelum An-Nadzir itu, namanya Majelis Jundullah. Itu berjalan kurang lebih dua tahun. Tapi karena di Makassar ini ada juga nama laskar Jundullah," kata Samiruddin.

"Salah seorang dari petingginya itu teman juga, menyampaikan ke kami ada semacam protes karena memakai nama itu," sambungnya.

Masih di bawah kepemimpinan Kiyai H Syamsuri Abdul Majid, kelompok ini kemudian berubah nama menjadi An-Nadzir. Perubahan nama tersebut, kata Samiruddin, terjadi sekitar awal tahun 2002.

"Itu tahun 2002 lah ya, awal. Itu diganti Majelis Jundullah menjadi An-Nadzir. Sejak itulah An-Nadzir dipakai sampai hari ini," ungkapnya.

Makna Nama An-Nadzir

Samiruddin menjelaskan, nama An-Nadzir memiliki makna pemberi peringatan. Memberi peringatan dalam hal ini haruslah dimulai dari diri sendiri serta orang-orang terdekat.

"Makna dari An-Nadzir ini pemberi peringatan. Kata beliau, pemberi peringatan itu kepada diri sendiri dulu, kepada keluarga, kepada lingkungan sekitar. Bahkan, peringatan masyarakat secara luas," jelasnya.

Samiruddin juga mengatakan, pemberi peringatan yang dimaksud tidak terbatas pada aktivitas berdakwah semata. Memberi peringatan bisa dilakukan dengan menerapkan seluruh hukum Allah dan sunnah Rasul dalam segala aspek kehidupan.

Makna peringatan sendiri itu tidak harus ceramah, cukup menampilkan hukum Allah pada diri, sunnah-sunnah Rasul dsb. Kamu berjalan, orang melihat, secara tidak langsung itu juga sudah memberikan peringatan. Itu antara lain makna yang diberikan penjelasan.

Hijrah dan Membangun Perkampungan di Gowa

Aliran ini kemudian mulai banyak mendapat sorotan sejak Kiyai H Syamsuri Abdul Majid wafat pada tahun 2006. Kepemimpinan An-Nadzir saat itu dilanjutkan oleh Ustadz Rangka yang diyakini sebagai sosok yang paling layak menggantikan Kiyai H Syamsuri Abdul Majid.

Saat itu, atas saran dari Ustaz Rangka, jemaah An-Nadzir yang sebagian besar berasal dari Palopo memutuskan hijrah dan membangun perkampungan di Gowa. Perkampungan tersebut tepatnya berada di Kelurahan Romang Lompoa, Kecamatan Bontomarannu, Kabupaten Gowa, Sulsel.

"Sekitar 60 KK dari Palopo hijrah ke Gowa sini, mereka jual saja asetnya, rumahnya, tanahnya dengan murah, dalam rangka untuk hijrah ke sini," ungkapnya.

Saat itu, kelompok An-Nadzir membangun suatu pemukiman dengan membebaskan lahan masyarakat sedikit demi sedikit. Karena lahan saat itu masih terbatas, para jemaah membangun tempat tinggal berupa barak yang ditinggali 4 hingga 5 kepala keluarga (KK).

"Awalnya itu sahabat-sahabat di sini membuat rumah itu barak-barak dari bambu, kemudian atapnya dari gamacca. Kadang satu barak itu 4 sampai 5 KK," kata Samiruddin.

"Nah, itu mulai disorot karena dianggap aneh," sambungnya.

Namun, seiring dengan berjalannya waktu, lahan yang dibebaskan di kawasan tersebut semakin luas dan saat ini sudah mencapai 5 hektar. Bahkan, kata Samiruddin, jemaah yang sudah memiliki kekuatan ekonomi kini telah membangun rumahnya masing-masing.

"Sedikit demi sedikit dibebaskan tanah masyarakat di sini. Sampai terakhir itu ada 5 hektar lah semuanya di sini, yang dibebaskan," ungkapnya.




(alk/alk)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads