Sebagaimana kewajiban umat muslim dalam Agama Islam, An-Nadzir juga melaksanakan salat wajib 5 waktu. Hanya saja waktu pelaksanaannya berbeda. Hal ini dilatarbelakangi perbedaan pemahaman atasdasar-dasar hukum yang digunakan.
Pimpinan An-Nadzir Gowa Ustaz Samiruddin Pademmui menjelaskan, dalam menentukan waktu salat, An-Nadzir murni berpedoman pada fenomena alam.
"Bagi kami, jam itu hanya sebagai alat bantu, bukan pedoman karena berubah-ubah. Karena kita ada patokannya memang secara alam," ungkap Samiruddin kepada detikSulsel, Kamis (30/3/2023).
![]() |
Dalam hal penentuan waktu imsak hingga salat subuh, jemaah An-Nadzir berpedoman pada terbitnya fajar kazib dan fajar sidik. Jika di ufuk timur sudah tampak garis putih, maka itu artinya sudah masuk waktu subuh.
"Kami berusaha berpegang pada hadis Rasulullah SAW, ketika di timur itu sudah bagaikan benang putih yang membedakan antara gelap dan terang. Jadi itu kelihatan fajar sidik, itulah waktu salat, di situlah batas menahan sebenarnya (imsak)," jelas Samiruddin.
Sementara itu, untuk pelaksanaan salat zuhur dan asar, jemaah An-Nadzir cenderung melaksanakannya secara berdempetan. Mereka menggunakan sebuah alat khusus untuk menghitung jumlah bayangan, yang mana ukuran satu bayangan menunjukkan waktu dimulainya salat zuhur, sementara dua bayangan menunjukkan waktu salat asar.
Mereka berpedoman pada salah satu hadis yang menyebutkan bahwa waktu salat zuhur itu lebih utama dilaksanakan saat satu bayangan sebelum dua bayangan atau di akhir waktu menjelang asar.
"Kalau salat zuhur, kita salat mengakhirkan duhur, nanti mengambil awal ashar, jadi dimepet," kata Samiruddin.
"Berdasarkan fiqih Imam Jafar Shadiq, waktu zuhur itu sebelum dua bayangan ini, itulah akhir dzuhur. Kita ambil akhirnya itu, nanti setelah salat zuhur sebanyak empat rakaat itu, langsung dua bayangan kan, asar, awal asar," lanjutnya.
Sedangkan, untuk waktu pelaksanaan salat magrib, jemaah An-Nadzir berpatokan pada waktu terbenamnya matahari. Mereka akan melaksanakan salat magrib ketika fajar sudah tenggelam dengan patokan warna langit di ufuk barat sudah berwarna merah.
"Magrib cenderung lebih cepat yang umum. Kalau kita itu sesuai dengan kalau di sana mega-mega merah, kalau masih kuning itu waktu penyembahan majusi kata Rasulullah," kata Samiruddin.
Salat Magrib Lebih Dulu Dari Buka Puasa
![]() |
Penentuan waktu salat yang berbeda membuat Jemaah An-Nadzir memiliki waktu buka puasa yang berbeda pula .Ketika sedang berpuasa, jemaah An-Nadzir baru akan berbuka ketika langit sudah benar-benar gelap.
Bahkan mereka akan melaksanakan salat magrib terlebih dahulu, baru kemudian berbuka puasa setelahnya.
"Buka puasanya ketika sudah benar-benar gelap. Bahkan salat dulu baru berbuka. Seperti dalam Al Quran ayat 180 Al-Baqarah, sempurnakanlah hingga gelap," terangnya.
Salat Isya Dini Hari
Sementara dalam hal pelaksanaan salat isya, jemaah An-Nadzir terbiasa mengakhirkannya seperti salat duhur. Mereka biasanya melaksanakan salat isya pada dini hari.
"Salat isyanya itu di akhir-akhir sekitar setengah 4 (dini hari), setelah itu salat lail langsung sahur," ungkapnya.
Samiruddin menjelaskan, pelaksanaan salat isya di akhir waktu ini didasarkan pada salah satu hadis Rasulullah.
"Salat isyanya dini hari karena ada hadistnya, 'Sekiranya aku tidak memberatkan umatku, maka aku suruh mengakhirkan salat isyanya'," ujar Samiruddin sembari mengutip hadist.
Karena memiliki panduan waktu salat isya yang berbeda, jemaah An-Nadzir juga melaksanakan salat tarawih di waktu yang berbeda. Selain itu mereka biasanya melaksanakan salat tarawih secara sendiri-sendiri di rumah tidak berjamaah sebagaimana kebanyakan umat muslim saat bulan Ramadan.
"Kalau salat tarawih lebih banyak melaksanakan masing-masing saja dirumah, tapi yang di Masjid juga itu melaksanakannya masing-masing tidak berjamaah. Salat tarawihnya setelah salat isya setelah pukul setengah 4 itu, baru kita salat lail untuk tarawih, tapi masing-masing," jelasnya.
Lafadz Adzan An-Nadzir Berbeda
Selain berbeda dalam hal waktu salat, jemaah An-Nadzir juga menggunakan lafadz yang sedikit berbeda ketika mengumandangkan adzan. Jika umat muslim pada umumnya menambahkan lafadz 'asshalatu khairum minannaun' saat adzan subuh, maka jemaah An-Nadzir tidak menggunakan lafadz tersebut.
"Mungkin yang agak berbeda itu ada adzannya, adzannya di sini kalau ada yang pakai 'asshalatu khairum minannnaum' kalau subuh saja. Kalau An-Nadsir sebagaimana di zaman Rasulullah, Abu Bakar itu adzannya tidak memakai 'asshalatu khairum minannaum'," jelas Samiruddin.
![]() |
Jemaah An-Nadzir, ketika mengumandangkan adzan menambahkan lafadz 'hayya ala khairil amal' yang artinya 'mari kita berbuat kebaikan'. Dia mengatakan, lafadz adzan inilah yang sebenarnya digunakan pada zaman Rasulullah, namun diubah di zaman Khalifah Umar.
"Di Zaman Rasulullah itu yang dipakai 'hayya ala khairil amal,' mari kita berbuat kebaikan," jelasnya.
"Setelah (masa) Khalifah Umar, "hayya ala khairil amal," diubah menjadi "asshalatu khairum minannaum" salat itu lebih baik daripada tidur. Mungkin pada saat itu, sudah mulai malas orang-orang untuk salat jamaah solat subuh terutama," katanya.
Samiruddin menjelaskan, lafadz adzan yang demikianlah dipakai An-Nadzir dalam shalat 5 waktu. Baik salat subuh, maupun salat lainnya, tidak ada perbedaan lafadz adzan yang digunakan.
"An Nasir memakai itu, setiap (waktu salat) tidak ada perbedaan, subuh pun begitu," ungkapnya.
(urw/alk)