Makam Pallipa Pute'e atau Pallipa Pute di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan (Sulsel) hanya boleh dibuka setiap hari Senin dan Kamis. Pallipa Pute diyakini berada di makam hanya pada dua hari tersebut.
Dua hari yang dibolehkan sebagai waktu ziarah ke makam Pallipa Pute dipercaya telah menjadi wasiat dari sosok serba putih yang dianggap sebagai wali tersebut. Selain hari Senin dan Kamis, Pallipa Pute'e disebut sedang berada di tempat lain. Pengunjung yang datang selain hari Senin dan Kamis tidak akan dibolehkan masuk ke oleh pengelola makam.
"Jadi ada pesan yang ditinggalkan beliau Pallipa Pute'e bahwa ia hanya akan berada di sini (makam) pada Senin dan Kamis," ungkap Pengelola Makam Pallipa Pute'e, Aminah saat ditemui detikSulsel, Kamis (3/11/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aminah mengaku tidak memiliki banyak referensi mengapa hanya pada hari Senin dan Kamis dibolehkan berziarah. Kedua hari tersebut konon merupakan hari Pallipa Pute'e menyediakan waktu untuk menyambut tamu yang datang berziarah.
"Senin dan Kamis itu artinya dia hadir di waktu itu. Seperti menyambut tamu yang datang," jelasnya.
![]() |
Dia menuturkan, Pallipa Pute'e sempat menyampaikan bahwa pada hari Jumat, dia melaksanakan salat Jumat di Mekah. Makanya dia berpesan hanya bisa menemui tamu dan dikunjungi setiap hari Senin dan Kamis.
"Yang kami tahu Jumat itu dia salat Jumat di Mekkah katanya. Kalau hari lain mungkin dia berada di tempat lain juga, tetapi Senin dan Kamis dia di sini (makam)," bebernya.
Nama Pallipa Pute'e cukup populer di Kabupaten Pinrang, khususnya di Desa Samaenre, Kecamatan Mattiro Sompe yang diyakini menjadi tempat tinggal Pallipa Pute'e. Di desa tersebut juga terdapat makam Pallipa Pute yang hingga saat ini selalu ramai dikunjungi masyarakat.
Pallipa Pute'e dipercaya merupakan nama julukan karena sosoknya identik dengan pakaian serba putih. Mulai dari sorban, pakaian, hingga sarung yang dikenakan semua berwarna putih.
"Dari informasi yang saya juga dapatkan secara turun temurun, beliau memakai sorban putih, sarung putih dan ada juga kudanya berwarna putih," ungkap Aminah.
![]() |
Aminah menjelaskan, nama asli Pallipa Pute'e yang diketahui dan menjadi referensi hingga saat ini yakni La Tola. Namun, dia mengaku tidak punya referensi terkait kapan tepatnya Pallipa Pute'e datang dan menetap di Desa Samaenre, Kabupaten Pinrang.
"Yang kami tahu dia datang menyebarkan Islam ke Katteong atau Desa Samaenre ini dan wafat di sini juga," jelasnya.
Selain itu, Aminah mengaku referensi soal kedatangan Pallipa Pute sulit didapatkan. Hal itu dikarenakan Pallipa Pute'e dipercaya merupakan seorang wali, sehingga tidak bisa disamakan dengan manusia biasa pada umumnya.
Dia pun menjelaskan, keturunan dari Pallipa Pute'e masih ada hingga saat ini, mereka yang melanjutkan menjaga makam dan juga benda peninggalan lainnya. Hanya keturunan Pallipa Pute'e juga yang boleh memandu untuk berziarah dan mengambil air dari sumur yang dibuatPallipaPute'e.
Sosok Pallipa Pute
Pallipa Pute adalah sosok penyebar agama Islam yang cukup berpengaruh di Kabupaten Pinrang, khususnya di Desa Samaenre, Kecamatan Mattiro Sompe. Desa tersebut juga diyakini menjadi tempat tinggal Pallipa Pute'e.
Pallipa Pute'e merupakan nama julukan karena sosoknya identik dengan serba putih. Seluruh pakaian yang digunakan mulai dari sorban, baju, hingga sarung, semua berwarna putih.
Di Samaenre ini juga terletak makam Pallipa Pute. Hingga kini, makam tersebut masih ramai dikunjungi oleh masyarakat tiap hari Senin dan Kamis.
Masyarakat yang datang berziarah akan berdoa dan meminta berkat kepada sosok Pallipa Pute yang dianggap suci. Saat berziarah ke makam tersebut, pengunjung akan dipandu oleh penjaga makam yang merupakan keturunan Pallipa Pute.
Menurut penjelasan Aminah, nama asli Pallipa Pute'e yang diketahui dan menjadi referensi hingga saat ini yakni La Tola. Namun, dia mengaku tidak punya referensi mengenai kapan tepatnya Pallipa Pute'e datang dan menetap di Desa Samaenre, Kabupaten Pinrang.
Diperkirakan Pallipa Pute bukan penduduk asli daerah tersebut. Konon dia sebenarnya berasal dari Mandar, Sulawesi Barat. Dia meninggalkan daerah Mandar saat terjadi kekacauan.
Oleh masyarakat setempat, Pallipa Pute'e dipercaya merupakan seorang wali. Karena itulah, referensi soal kedatangannya juga sulit didapatkan karena tidak bisa disamakan dengan manusia biasa pada umumnya.
(urw/asm)