Melihat Makam Pallipa Pute, Penyebar Islam di Pinrang yang Dianggap Wali

Melihat Makam Pallipa Pute, Penyebar Islam di Pinrang yang Dianggap Wali

Muchlis Abduh - detikSulsel
Senin, 07 Nov 2022 12:32 WIB
Makam Pallipa Pute
Makam Pallipa Pute (Foto: Muhclis Abduh)
Pinrang -

Pallipa Pute atau Pallipa Pute'e merupakan sosok penyebar agama Islam di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan (Sulsel). Sosoknya dipercaya merupakan seorang wali sehingga makamnya masih ramai dikunjungi masyarakat untuk mendapatkan berkah.

Lokasi makam pallipa pute berada di Kampung Katteong, Desa Samaenre, Kecamatan Mattiro Sompe, Kabupaten Pinrang. Butuh waktu sekitar 25 menit dari pusat Kota Pinrang untuk sampai di lokasi makam Pallipa Pute'e.

Makam ini cukup populer sehingga akan sangat mudah ditemukan. Pengunjung bisa bertanya di warga sekitar ketika sudah sampai di Desa Samaenre, maka lokasi makam dapat segera ditemukan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saat sampai di gerbang makam, pengunjung akan melihat sebuah rumah yang berada di sebelah kiri. Rumah tersebut merupakan tempat tinggal keturunan Pallipa Pute'e yang sekaligus menjadi pengelola makam.

Sebelum masuk ke makam, pengunjung harus meminta izin terlebih dahulu. Pengelola makam akan mengantar dan menjelaskan sejarah Pallipa Pute'e sekaligus memandu pengunjung memanjatkan doa.

ADVERTISEMENT

"Saya bisa temani masuk, tetapi luruskan dulu niat sebelum masuk. Bukan sekadar mau main-main dan percaya bahwa beliau di dalam ini orang suci," ujar pengelola makam Pallipa Pute'e, Aminah kepada detikSulsel, Kamis (3/11/2022).

Makam Pallipa PuteMakam Pallipa Pute tampak dari dalam (Foto: Muhclis Abduh)

Aminah menjelaskan, sebelumnya beberapa kasus pernah terjadi. Ada warga yang berkunjung tetapi sakit setelah pulang dari makam. Setelah diobati, ternyata diketahui pengunjung tersebut tidak percaya mengenai sosok Pallipa Pute'e.

"Itu tadi saya sampaikan, luruskan niat kalau mau masuk. Biasanya akan ditegur kalau datang saja, artinya niatnya tidak diluruskan dahulu," bebernya.

Di samping pintu masuk, disediakan gentong berisi air dan timba. Pengunjung harus mencuci kaki sebelum masuk menggunakan air tersebut. Air yang dipakai merupakan air khusus dari sumur yang dulunya dipercaya dipakai sehari-hari Pallipa Pute'e untuk berwudu.

"Ini artinya kita masuk dalam keadaan bersih sebab kita akan bertemu dengan sosok orang suci dan bersih atau wali," imbuh Aminah.

Setelah masuk, pengunjung diwajibkan memakai sarung yang telah tersedia. Setelah memakai sarung, pengelola akan mengajak pengunjung melihat makam.

"Wajib memakai sarung, siapa pun yang datang," jelasnya.

Makam Pallipa PutePengunjung yang berziarah ke Makam Pallipa Pute diwajibkan memakai sarung (Foto: Muhclis Abduh)

Dalam 'Laporan Pengumpulan Data Pendaftaran Cagar Budaya Kab, Pinrang Tahun 2014', Dinas kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Pinrang yang disusun oleh Hamjan dkk, disebutkan bahwa makam tersebut berada di dalam cungkup atau bangunan rumah berbentuk bujur sangkar. Sebelum dibuatkan cungkup permanen, makam itu hanya diberi cungkup dari bambu.

Makam Pallipa Pute'e terdiri dari dua batu nisan berupa batu berbentuk menhir. Di kijing yang sama, ada dua batu nisan lain yang berdampingan dengan Pallipa Pute'e.

Di sebelah selatan cungkup makam terdapat lapangan yang cukup luas. Lapangan ini dipakai sebagai tempat upacara adat seperti mattojang, mappadendang, maggasing dan permainan rakyat lainnya.

Pallipa Pute'e diyakini merupakan seorang tokoh agama Islam di Kecamatan Mattiro Sompe. Tidak hanya di wilayah tersebut, dia bahkan dikenal sebagai tokoh agama Islam di Kabupaten Pinrang.

Namun, diperkirakan Pallipa Pute bukan penduduk asli di sana, melainkan berasal dari Mandar, Sulawesi Barat. Dia meninggalkan daerah Mandar saat terjadi kekacauan.

Dalam laporan tersebut, dijelaskan bahwa banyak tokoh agama Islam yang meninggalkan kampung halamannya saat Belanda masuk, termasuk Pallipa Pute'e. Mereka meninggalkan kampung halaman karena dikejar-kejar oleh Belanda.

Para tokoh agama yang sangat berpengaruh kepada masyarakat menjadi sasaran, karena dianggap sebagai penghalang bagi ambisi Belanda yang ingin menguasai daerahSulawesi.




(urw/asm)

Hide Ads