Cerita Batu Sakral Peninggalan Raja La Massora di Samping Sumur Bidadari

Cerita Batu Sakral Peninggalan Raja La Massora di Samping Sumur Bidadari

Muhclis Abduh - detikSulsel
Minggu, 30 Okt 2022 21:19 WIB
Sumur Manurung Lapakkita di Pinrang, Sulawesi Selatan.
Batu sakral peninggalan Raja La Massora di samping Sumur Manurung Lappakita Pinrang, Sulawesi Selatan. Foto: (Muhclis Abduh/detikSulsel)
Pinrang -

Sebuah batu berukuran besar berada tepat di samping Sumur Manurung Lapakkita di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan (Sulsel). Batu itu disebut sebagai peninggalan Raja Alitta, La Massora yang kini disakralkan.

Batu besar tersebut diyakini merupakan peninggalan Raja La Massora saat meninggalkan bumi sebelum menyusulkan istrinya sang bidadari, We Bungko ke kayangan. Batu itu sebagai pengganti dirinya yang pergi meninggalkan bumi.

"Kehadiran batu ini punya kisah tersendiri. Ada versi yang mengatakan saat Raja Alitta La Massora menyusul istrinya ke khayangan, batu ini merupakan pengganti dirinya," ungkap penjaga situs Sumur Manurung Lapakkita, La Sinrang saat ditemui, Sabtu (29/10/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

La Sinrang menceritakan, sebenarnya ada dua versi tentang Raja La Massora setelah sepeninggal istrinya ke kayangan. Ada yang menyatakan ia menikah dengan sepupunya, ada juga yang menuturkan La Massora menyusul istrinya dan batu ini menjadi penanda dirinya naik ke kayangan.

Dalam versi Raja La Massora menyusul We Bungko, dia awalnya bermimpi didatangi istrinya. Sang istri memberikan pesan kepada La Massora untuk pergi ke sebuah tempat bernama Bujung Lapakkita pada hari Jumat dengan mengenakan baju hitam, topi daun nipah, dan tongkat bambu gading saat matahari berada di tengah hari.

ADVERTISEMENT

Raja La Massora lalu pergi dengan menunggangi kerbau untuk bertemu langsung dengan We Bungko. Pada saat itu petir dan guntur terdengar dan dalam sekejap Raja La Massora menghilang dan naik ke langit.

"Versi tuturnya terdengar guntur dan kilat tiga kali dan kemudian La Massora menyusul ke langit," ucap La Sinrang.

Setelah menghilang, La Massora kemudian berpesan kepada salah seorang anggota keluarganya lewat mimpi bahwa ada sebuah batu yang ia tinggalkan. Batu tersebut merupakan pengganti dirinya.

"Batu yang kata La Massora yang dia pesankan lewat mimpi merupakan pengganti dirinya dan minta dibawa ke Sumur Manurung Lapakkita," kisahnya.

Batu tersebut kini posisinya tepat berada di samping Sumur Manurung Lapakkita. Batu itu dirumahkan dan hanya boleh dibuka untuk tujuan tertentu.

"Jadi sumur dan batu ini satu paket. Ketika ada yang mau datang istilahnya mengabil berkah, maka dia mandi atau basuh muka dulu kemudian ke batu raja untuk berdoa," tuturnya.

Jejak Bidadari Sumur Manurung Lapakkita

Bidadari Sumur Manurung Lapakkita di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan (Sulsel) menyimpan jejak sebelum kembali ke kayangan. Jejak tersebut berupa pakaian yang kini disimpan secara khusus di rumah cagar budaya.

Diyakini pakaian bidadari tersebut merupakan milik We Bungko, istri dari Raja Alitta, La Massora. We Bungko dikisahkan meninggalkan pakaiannya sebelum memutuskan kembali ke kayangan.

Dalam lontara Kerajaan Alitta, disebutkan bahwa pakaian We Bungko memang sengaja ditinggalkan. Tujuannya agar bisa menjadi pengingat bahwa bidadari pernah tinggal dan menetap di Kerajaan Alitta.

Penjaga Rumah Cagar Budaya Alitta, La Sinrang menuturkan awal mula We Bungko kembali ke kayangan dan meninggalkan pakaiannya karena ketersinggungan. Suatu ketika, Raja La Massora pergi berburu dan meninggalkan istri dan anaknya bernama La Baso.

Saat itu, La Baso menangis tiada henti-hentinya. Adik La Massora lalu berkata sambil bernyanyi Iyo-iyo La Baso, Tuwomu Mallong- longi. Aja muddaju- raju, tenginangmu tengaammangmu, tetana sitekkemu (Wahai La Baso janganlah engkau menangis, semoga engkau panjang umur. Tidak ada ibu, tidak ada ayahmu. Tidak ada tanah genggangmu).

We Bungko yang saat itu mendengarkannya merasa dirinya disindir dan berucap "Saya tahu bahwa di dunia ini saya yang kau sindir lewat lagu dan saya akui bahwa saya hanya sebatang kara. Saya juga tidak mau tinggal lama di bumi, ada juga warisan orang tua di langit. Hanya karena takdirku sehingga harus berada di dunia ini."

We Bungko kemudian memutuskan untuk kembali ke kayangan. Namun sebelum itu, We Bungko menyampaikan pesan untuk disampaikan kepada suaminya La Massora.

"Utaroi bajukku sibawa ana'ku La Baso pattanra puraka monro ko'e ri Alitta (Kusimpan bajuku dan anakku La Baso sebagai pertanda bahwa aku pernah tinggal di Alitta)" ucap La Sinrang menutur perkataan We Bungko.

Setelah menyampaikan pesan itu, ia kemudian memutuskan untuk kembali ke kayangan. We Bungko pun berangkat dengan turunnya bianglala atau pelangi yang mengantarnya kembali ke langit.




(asm/sar)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads