Kisah Raja La Massora Tangkap Bidadari, Awal Mula Sumur Manurung Lapakkita

Kisah Raja La Massora Tangkap Bidadari, Awal Mula Sumur Manurung Lapakkita

Muhclis Abduh - detikSulsel
Minggu, 30 Okt 2022 18:41 WIB
Sumur Manurung Lapakkita di Pinrang, Sulawesi Selatan.
Sumur Manurung Lapakkita di Pinrang, Sulawesi Selatan. Foto: (Muhclis Abduh/detikSulsel)
Pinrang -

Sumur Manurung Lapakkita di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan (Sulsel) dibuat sebagai persembahan khusus. Konon sumur tersebut dibuat atas permintaan bidadari istri Raja Alitta bernama La Massora.

Penjaga Situs Sumur Manurung Lapakkita, La Sinrang menceritakan kehadiran sumur tersebut dikaitkan dengan kisah ditangkapnya seorang bidadari sekitar tahun 1600-an. Saat itu, anjing raja bernama La Bolong setiap malam Jumat menghilang dan baru kembali pada Sabtu malam dalam keadaan wangi.

Hal tersebut membuat raja curiga ke mana perginya anjing kesayangannya tersebut. Dia akhirnya mencoba mencari informasi awal agar untuk mengobati rasa penasarannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kemudian Raja mendengar penjelasan bahwa anjingnya selalu bermain dengan 7 bidadari di Bujung Pitue," ujar La Sinrang.

Mendengar penjelasan itu, Raja La Massora tidak langsung percaya. Ia masih tetap menyimpan rasa penasaran dan ingin membuktikannya langsung.

ADVERTISEMENT

Akhirnya, suatu ketika Raja La Massora mengikuti anjingnya tersebut yang hendak ke suatu tempat bernama Bujung Pitue. Setibanya di Bujung Pitue, La Massora melihat langsung anjingnya bermain bersama 7 bidadari.

Bidadari tertua yang curiga mencium bau manusia kemudian memperingatkan para saudaranya. Dia meminta para bidadari untuk bergegas mandi dan naik kembali ke kayangan.

"Bidadari tertua berkata 'cemminna magatti engka sedding cimmau, mabbau-bau to lino' (mandilah cepat, saya mencium bau manusia)," katanya.

Para bidadari pun kemudian bergegas mandi. Namun ada satu bidadari yang tidak mendengar nasihat tersebut sehingga keasyikan mandi. Ia pun tidak menyadari pakaiannya telah diambil oleh Raja La Massora.

"Bidadari yang ditangkap itu yang paling bungsu. Tidak bisa kembali ke langit karena selendangnya diambil. Mirip kisah Joko Tarub begitu," tuturnya.

Setelah berhasil menangkap bidadari bungsu bernama We Bungko, raja kemudian membawanya ke Kerajaan Alitta. Semua rakyat Alitta datang ke tempat tersebut dengan membawa gong, gendang, kanci, bessi banrangeng, weroni, titi lagoni, parametti dama, lanra pattola, dan lain-lain.

"Rute perjalanan bidadari menuju ke Alitta kemudian diberikan nama antara lain La Kempu, Wala-walae, Pallereang, hingga Lapakkita," jelasnya.

Dalam perjalanan menuju ke Kerajaan Alitta tersebut, saat berada di Lapakkita, bidadari berjanji akan tinggal dan menikah dengan raja dengan satu syarat. Ia meminta dibuatkan sumur khusus yang hanya boleh menjadi tempatnya untuk mandi.

"Dengan cepat sumur tersebut pun dibuat dan bidadari setuju tinggal di Alitta dan menjadi istri Raja La Massora," paparnya.

Tempat yang kini menjadi lokasi sumur itu pun kemudian dinamakan Sumur Manurung Lapakkita. Ini karena saat bidadari ditangkap dan tiba di pinggir pemukiman, rakyat Alitta saat itu berkerumun dari jauh melihat proses penangkapannya.

"Lokasi sumur dibuat itu saat digiring masuk ke Kerajaan dinamakan Lapakkita. Sehingga saat sumur dibuat sumur diberikan nama Sumur Manurung Lapakkita," jelasnya.




(asm/sar)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads