Jejak Bidadari Sumur Manurung Lapakkita Pinrang Sebelum Kembali ke Kayangan

Jejak Bidadari Sumur Manurung Lapakkita Pinrang Sebelum Kembali ke Kayangan

Muhclis Abduh - detikSulsel
Minggu, 30 Okt 2022 20:18 WIB
Sumur Manurung Lapakkita di Pinrang, Sulawesi Selatan.
Sumur Manurung Lapakkita di Pinrang, Sulawesi Selatan. Foto: (Muhclis Abduh/detikSulsel)
Pinrang - Jejak keberadaan bidadari Sumur Manurung Lapakkita di Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan (Sulsel) disebut masih ada sampai saat ini. Salah satunya berupa pakaian yang kini disimpan secara khusus di rumah cagar budaya.

Pakaian bidadari tersebut diyakini merupakan milik We Bungko, istri dari Raja Alitta, La Massora. Konon We Bungko meninggalkan pakaiannya sebelum memutuskan kembali ke kayangan.

Dalam lontara Kerajaan Alitta, disebutkan bahwa pakaian We Bungko memang sengaja ditinggalkan. Tujuannya agar bisa menjadi pengingat bahwa bidadari pernah tinggal dan menetap di Kerajaan Alitta.

Penjaga Rumah Cagar Budaya Alitta, La Sinrang menuturkan awal mula We Bungko kembali ke kayangan dan meninggalkan pakaiannya karena ketersinggungan. Suatu ketika, Raja La Massora pergi berburu dan meninggalkan istri dan anaknya bernama La Baso.

Saat itu, La Baso menangis tiada henti-hentinya. Adik La Massora lalu berkata sambil bernyanyi, Iyo-iyo La Baso, Tuwomu Mallong- longi. Aja muddaju- raju, tenginangmu tengaammangmu, tetana sitekkemu (Wahai La Baso janganlah engkau menangis, semoga engkau panjang umur. Tidak ada ibu, tidak ada ayahmu. Tidak ada tanah genggangmu).

We Bungko yang saat itu mendengarkannya merasa dirinya disindir dan berucap, "Saya tahu bahwa di dunia ini saya yang kau sindir lewat lagu dan saya akui bahwa saya hanya sebatang kara. Saya juga tidak mau tinggal lama di bumi, ada juga warisan orang tua di langit. Hanya karena takdirku sehingga harus berada di dunia ini."

We Bungko kemudian memutuskan untuk kembali ke kayangan. Namun sebelum itu, We Bungko menyampaikan pesan untuk disampaikan kepada suaminya La Massora.

"Utaroi bajukku sibawa ana'ku La Baso pattanra puraka monro ko'e ri Alitta (Kusimpan bajuku dan anakku La Baso sebagai pertanda bahwa aku pernah tinggal di Alitta)" ucap La Sinrang menutur perkataan We Bungko.

Setelah menyampaikan pesan itu, ia kemudian memutuskan untuk kembali ke kayangan. We Bungko pun berangkat dengan turunnya bianglala atau pelangi yang mengantarnya kembali ke langit.

La Massora pun begitu sedih dan ingin bertemu sang istri. Awalnya upayanya untuk menemui sang istri tak kunjung terwujud hingga suatu ketika La Massora bertemu lewat mimpi dan mendapat pesan bagaimana cara bertemu dengannya.

La Massora diminta untuk datang ke Bujung Lapakkita pada hari Jumat dengan mengenakan baju hitam, topi daun nipa, dan tongkat bambu gading saat matahari berada tepat di atas kepala. Dia kemudian pergi dan tak lagi kembali.

La Sinrang menjelaskan, pakaian yang ditinggalkan bidadari tersebut kini disimpan di Rumah Cagar Budaya yang letaknya tidak jauh dari Sumur Manurung Lapakkita.

"Pemerintah bangunkan rumah adat dan pakaian bidadari disimpan di rumah tersebut," paparnya.

Namun demikian, La Sinrang mengaku belum pernah melihat wujud pakaian tersebut. Sebab selama ini pakaian tersebut hanya terbungkus kain berwarna kuning dan tidak pernah dibuka.

"Tidak ada yang pernah buka dan lihat apa isinya. Makanya disebut saja pakaian karena tidak diketahui apakah itu hanya selendang saja atau apa," imbuhnya.

Ia menegaskan hanya orang tertentu yang dibolehkan mengambil gambar dan menyentuh pakaian yang diceritakan turun temurun sebagai pakaian bidadari tersebut. Hanya mereka yang memiliki darah keturunan Kerajaan Alitta.

"Itu hanya boleh keturunan raja yang masuk dan menyentuh," jelasnya.


(asm/sar)

Hide Ads