Pesawat Buatan Montir Tamat SD Dikembangkan Unhas Dibanderol di Bawah Rp 1 M

Pesawat Buatan Montir Tamat SD Dikembangkan Unhas Dibanderol di Bawah Rp 1 M

Syachrul Arsyad - detikSulsel
Rabu, 09 Mar 2022 06:00 WIB
Pesawat buatan Haerul yang dikembangkan Unhas. (dok. Istimewa)
Foto: Pesawat buatan Haerul yang dikembangkan Unhas. (dok. Istimewa)
Makassar - Pesawat buatan Haerul, montir asal Kabupaten Pinrang, Sulawesi Sulawesi (Sulsel) diklaim punya ciri tersendiri dibanding pesawat jenis ultralight yang pernah ada. Jika sudah layak terbang, akan diproduksi dengan harga yang murah namun mengedepankan standar layak terbang.

Ketua Tim Pendampingan Pesawat Haerul (PPH) Unhas Prof Nasaruddin Salam menjelaskan, progres pengembangan pesawat tersebut sudah sekitar 90 %. Sisa menunggu alat sistem kontrol yang didatangkan dari Singapura.

"Itukan tinggal sistem kontrol, terus instrumentasi untuk kami pasang di kokpit. Itu yang belum ada dari Singapura," papar dia saat dihubungi detikSulsel, Senin (7/3/2022).

Dia menambahkan alat yang dimaksud sudah lama dibeli. Hanya saja masih terkendala pengadaan dan distribusinya ke Indonesia. Padahal sisa alat sistem kontrol itu yang ditunggu untuk selanjutnya uji coba terbang.

"Kan rencananya sebenarnya bulan ini, tapi ada keterlambatan (alat). Mungkin karena kasus COVID di Singapura agak lambat pengadaan," papar Nasaruddin.

Dia meyakini pembuatan pesawat ini akan berhasil. Setelah lulus uji coba, dinyatakan dan punya izin sertifikasi, maka pesawat jenis ultralight itu akan diproduksi lebih banyak.

"Kalau pembuatan berikutnya, insya Allah bisa sangat murah. Kita kan ini namanya penelitian, sambil meneliti mengembangkan, baru kita lihat ini harusnya begini. Berikutnya kita buat pasti bisa lebih murah dan bagus," tegasnya.

Harga Dibanderol di Bawah Rp 1 Miliar

Ketua Tim PPH Unhas Prof Nasaruddin Salam menyebut harga pesawat itu akan dibanderol dengan harga di bawah Rp 1 miliar. Di kisaran harga Rp 600 juta - 700 juta, lebih murah dari harga luar negeri.

"Yang jelas harganya ini di bawah Rp 1 miliar. Sedangkan orang kalau mau beli dari luar itu mahal, hampir Rp 3 miliaran. Nah ini kita nanti main sekitar Rp 600-700 juta. Itu kalau sudah dibuat berikutnya," beber dia.

Kisaran harga itu sudah mempertimbangkan ongkos pengerjaan, hingga pengadaan alat. Khusus engine atau mesin pesawat termasuk alat sistem kontrol saja, sudah menelan biaya sekitar Rp 300 juta.

"Itu yang mahal engine-nya karena kita beli dari Amerika, termasuk dengan sistem lainnya, sudah Rp 300 jutaan, ditambah ongkos kerja, dan lain-lain. Jadi sekitar Rp 700 jutaan semua," urai Nasaruddin.

Menurutnya kisaran harga itu sudah terbilang wajar untuk pesawat ultralight yang sasarannya ditujukan ke kalangan menengah ke atas. Utamanya kelompok yang menggeluti komunitas pecinta aerosport.

"Bisa juga ada pasarnya yang seperti itu. Ada kelompok atau komunitas pecinta olahraga begitu pada waktunya," papar dia.

Apalagi saat ini sudah banyak bandara yang dibangun di tiap daerah di Sulsel. Tidak hanya di Kota Makassar, bandara udara kini tersebar di Kabupaten Bone, Toraja, hingga Kabupaten Selayar.

"Kalau ini mau dipakai pesawat jarak 300-400 kilometer kan aman sekali. Karena memang desainnya pesawat yang dikembangkan seperti itu (untuk jarak tempuh) sekitar 300-400 kilometer," beber Nasaruddin.

Sasar Pecinta Aerosport-Kerja Sama Pemerintah

Pesawat buatan Haerul yang dikembangkan Unhas disebut menyasar kelompok kalangan menengah ke atas. Selain itu bisa diharapkan bakal jadi kerja sama industri dengan pemerintah.

"Kan banyak komunitas olahraga pesawat itu kesulitan membeli pesawat dari luar negeri. Jadi harapannya kita sudah ada kerja sama dengan salah satu komunitas yang ada di Sulsel," harap Nasaruddin.

Selain itu momentum ini bisa jadi langkah besar untuk dikerjasamakan dengan pemerintah. Khususnya untuk pengembangan industri pesawat.

"Jadi bisa pihak Unhas bekerja sama dengan pemerintah, misalnya. Kita harapkan begitu," sebut dia.

Nasaruddin berharap, pesawat ultralight yang dikembangkan ini bisa lulus uji coba terbang. Kemudian mendapatkan izin sertifikasi untuk kemudian diproduksi lebih besar.

"Jadi kalau ini layak dan tentu kami berharap seperti itu, ya bisa dia akan memesan nantinya. Kedua izinnya dipastikan karena ini harus safety. Jadi uji cobanya bertahap," tandasnya.

Pesawat yang Dikembangkan Punya Ciri Khas

Nasaruddin mengklaim pesawat buatan Haerul yang tengah dikembangkan Unhas punya ciri khas tersendiri dibanding pesawat jenis ultralight pada umumnya.

"Kan tiap pesawat punya style masing-masing. Jadi misalnya dari faktor ketinggian fisik kami beda. Kami lebih tinggi. Kemudian panjang-lebar, dari fisik dimensi ada sedikit perbedaan," beber dia.

Kendati begitu, pesawat yang dikembangkan hanya muat untuk dua orang saja. Sebagaimana pesawat jenis ultralight kebanyakan.

"Jadi masing-masing pembuat pesawat tidak persis sama modelnya. Tetapi ini masih masuk kategori dari mikrolight. Artinya pesawat kecil, karena dia hanya bisa muat 2 orang ditambah sedikit bagasi," urai Nasaruddin.

Didayagunakan di Sektor Pertanian-Kehutanan

Ketua Tim PPH Unhas Prof Nasaruddin Salam mengungkapkan, konsep pengembangan bisa dipakai untuk urusan sektor pertanian dan kehutanan. Di samping untuk sekadar memuaskan minat para pecinta penerbangan aerosport.

"Kalau jenis pesawat inikan banyak digunakan untuk misalnya di Pabrik Gula Camming (di Kabupaten Bone) dipakai untuk memupuk, dipakai menyemprot hama. Jadi di sektor pertanian bisa digunakan," sebut dia.

Selain itu bisa digunakan untuk kepentingan di sektor perhutanan. Pesawat jenis ultralight biasa digunakan untuk urusan pemetaan lahan di kawasan hutan.

"Jadi banyaklah hal-hal yang bisa digunakan. Di samping itu memang karena kita kerja sama FASI (Federasi Aerosport Seluruh Indonesia), maka ini juga menjadi komunitas olahraga," jelas Nasaruddin.


(sar/nvl)

Hide Ads