Aremania asal Manyar, Gresik, Muhammad Reko Septiyan (19) menjadi salah satu korban selamat dari tragedi Kanjuruhan, Malang. Reko pun menyaksikan saat-saat pilu di mana para suporter berupaya keluar dari stadion karena gas air mata namun pintu terkunci.
Dilansir detikJatim, Reko mengalami patah tulang setelah terinjak-injak Aremania lainnya yang berusaha menghindari gas air mata yang ditembakkan polisi. Ayah Reko, Faisol lantas menceritakan detik-detik menyakitkan karena para suporter terjebak di stadion.
Faisol mengatakan putranya Reko menyaksikan laga dari Tribun 12. Korban dan para suporter lainnya seketika kocar-kacir menghindari gas air dan berusaha keluar, namun pintu terkunci.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akibatnya mereka tidak berdaya dan pasrah. Akhirnya tubuh-tubuh penonton bertumbangan dan tergeletak di area tersebut. Dari teman putranya, ia mendapat cerita bahwa polisi menembakkan gas air mata secara langsung ke arah tribun tempat mereka berada.
"Menurut cerita teman-teman anak saya, saat kerusuhan terjadi polisi menembakkan beberapa kali gas air mata. Salah satunya ke tribun 12, tempat anak saya menonton pertandingan," kata Faisol, Minggu (2/10/2022).
Setelah gas air mata itu ditembakkan, banyak penonton yang pingsan karena sesak napas. Pekatnya asap gas air mata membuat penonton lain panik dan berdesakan mencari jalan keluar.
"Padahal yang ada di tribun itu, kan, aman-aman saja harusnya. Yang ramai, kan, di lapangan. Tapi kok yang di tribun juga ditembak gas air mata? Banyak yang pingsan karena sesak napas itu," tambah Faisal.
"Jadi gas air mata itu ditembak sana di tembak sini. Otomatis membuat asap gas air mata itu semakin berkumpul di tribun. Tentu hal ini membuat orang nggak bisa bernapas. Karena itulah orang-orang itu berdesakan mencari jalan keluar," tambah Faisol.
Saat penonton berupaya berlari menuju ke pintu keluar untuk mengambil napas, mereka berdesakan hingga saling dorong. Ada yang terjatuh hingga terinjak dan tertindih.
"Jadi pintu keluar itu dalam keadaan terkunci. Membuat orang-orang itu jatuh, terinjak-injak hingga tertindih penonton lain. Itu yang membuat banyak korban meninggal. Ada yang kepalanya berdarah karena desakan hingga terbentur," tandasnya.
Menurut Faisol, tindakan polisi menembaki suporter dengan gas air mata langsung ke tribun telah melanggar aturan. Ia pun menuntut agar PSSI bertanggung jawab atas tragedi ini.
"Pihak PSSI juga harus bertanggung jawab. Karena bagaimana selama ini penekanan PSSI terhadap pertandingan bola. Kan, ada larangan menembak gas air mata di tribun," jelas Faisol.
(hmw/hsr)