Calon gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) nomor urut 2, Andi Sudirman Sulaiman (ASS) menyindir Makassar yang belum memiliki rencana detail tata ruang (RDTR) saat membahas sub tema transparansi dan hilirisasi sumber daya alam. Calon gubernur nomor urut 1, Moh Ramdhan 'Danny' Pomanto lantas menjelaskan mengenai pembentukan rencana tata ruang wilayah (RTRW).
Andi Sudirman awalnya menanggapi Danny yang menyinggung soal pelibatan masyarakat dalam penyusunan RTRW. Dia menyebut bahwa penyusunan RTRW memiliki tahapan dengan melibatkan semua unsur stakeholder.
"Tadi menyampaikan tentang RTRW. RTRW itu pak, lebih kepada skenario global, lebih luas. Ada di bawahnya namanya RDTR, rencana detail tata ruang. Proses pembentukan RTRW dan RDTR itu ada tahapannya. Pelibatan semua unsur stakeholder untuk membentuk RDTR," ujar Andi Sudirman dalam debat kedua Pilgub Sulsel, Minggu (10/11/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apa itu RDTR? Kalau globalnya misalnya Makassar. Makassar belum punya RDTR, maaf. Maksud saya kalau misalnya di wilayah yang ada RDTR-nya," imbuh Andi Sudirman.
Dia kemudian menyinggung soal Center Point of Indonesia (CPI) yang masuk dalam kawasan RTRW dan rencana strategis nasional. Menurutnya, RDTR perlu hadir untuk mendetailkan rencana-rencana pembangunan di CPI.
"Apa yang terjadi? Kita tahu wilayah CPI ini khusus untuk apa. Dari RTRW-nya itu bisa kita buat bahwa itu rencana strategi nasional misalnya. Di dalamnya itu disekat-sekat lagi. Itulah maksudnya RDTR di situ," paparnya.
Andi Sudirman menegaskan, RDTR penting agar setiap pembangunan memiliki acuan. Sehingga, kata dia, tidak terjadi lagi insiden mengusir masyarakat di lokasi yang dimaksud.
"Sehingga ketika mengunci terkait kebijakan pertambangan, mineral, dan sebagainya, maka kita perlu melakukan lokalisasi di mana terkait pertambangan itu harus dilaksanakan. Sehingga kita tidak perlu mengusir sana mengusir sini. Proses banjir yang terjadi dan sebagainya karena tidak ada acuan polanya. Sehingga konsesi masuk, belum siap RDTR-nya," ucap Andi Sudirman.
"Kabupaten/kota ini adalah kewenangannya untuk membuat RDTR. RDTR itu adalah acuan untuk semua pelaku pertambangan. Jangan kita salahkan sepenuhnya kepada pelaku tambang, kenapa? Diciptakannya tambang itu karena itu, tetapi harus ada RDTR yang mengatur," sambungnya.
Menanggapi itu, Danny mengaku dirinya merupakan seorang konsultan RTRW sebelum menjadi wali kota. Dia menegaskan tahu betul bagaimana pembentukan RTRW dan RDTR.
"Saya ini sebelum wali kota saya ini konsultan RTRW. Saya tahu persis barang-barang ini. Pak Andi Sudirman, di RTRW ini terbagi atas struktur ruang dan pola ruang. Pada saat persoalan struktur ruang dibangun masyarakat harus terlibat. Di mana pola-pola pengelompokan kegiatan, terpaksa harus saya kasih keluar ilmu saya dulu, ya. Bagaimana sistem keterhubungan aksesibilitas," kata Danny.
"Kemudian pada saat masuk di pola ruang, masyarakat tidak boleh tidak dilibatkan. Di situ pertanian tiba-tiba jadi tambang. Mau dibikin apa itu seluruh petani, peternak yang ada di situ," terangnya.
Danny menilai, jika feasilibity study (FS) atau studi kelayakan pertambangan dilakukan dengan terukur, maka kemungkinan bisa turut mengembangkan potensi pariwisata. Sehingga, masyarakat bisa mengambil manfaat dari pertambangan.
"Barangkali kalau diukur FS-nya lebih bisa kita mengambil peruntukan pariwisata di atasnya, lebih banyak masyarakat yang bisa mengambil manfaat daripada pertambangan. Jadi membuat RTRW apalagi RDTR, aduh saya ini konsultan khusus untuk ini, apalagi di laut," bebernya.
(asm/sar)