Manuver Baleg DPR Bikin 5 Parpol Gagal Usung Paslon Sendiri di Pilgub Sulsel

PILKADA Sulawesi Selatan

Kenali Kandidat

Manuver Baleg DPR Bikin 5 Parpol Gagal Usung Paslon Sendiri di Pilgub Sulsel

Tim detikSulsel - detikSulsel
Kamis, 22 Agu 2024 06:30 WIB
Rapat di Baleg DPR bahas revisi UU Pilkada (Anggi/detikcom)
Foto: Rapat di Baleg DPR bahas revisi UU Pilkada (Anggi/detikcom)
Makassar -

Manuver Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang dinilai tidak mengakomodir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat baru pilkada membuat 5 partai politik (parpol) gagal mengusung pasangan calon (paslon) sendiri di Pemilihan Gubernur Sulawesi Selatan (Pilgub Sulsel) 2024. Kelima parpol itu terhalang syarat ambang batas pencalonan imbas hasil rapat Baleg DPR.

MK mulanya memutuskan bahwa partai atau gabungan parpol bisa mengajukan paslon sendiri meski tidak punya kursi di DPRD. Ketentuan tersebut berlaku selama parpol atau gabungan partai memenuhi syarat persentase jumlah suara dari total daftar pemilih tetap (DPT).

Aturan itu tertuang dalam Pasal 40 Undang-Undang (UU) Pilkada yang diubah MK berdasarkan putusan dalam sidang di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8/2024). Keputusan itu terkait gugatan dengan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Putusan MK itu sempat membawa angin segar bagi sejumlah parpol di Sulsel karena menganggap bisa mengusung paslon sendiri di Pilgub Sulsel. Adapun isi pasal yang membuka peluang tersebut, yakni:

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut

ADVERTISEMENT

Diketahui, daftar pemilih tetap (DPT) di Sulsel berdasarkan data KPU pada Pemilu 2024 berjumlah 6.670.582 jiwa. Artinya, partai atau gabungan parpol di Sulsel minimal memperoleh suara sah 7,5% untuk bisa mengusung paslon di Pilgub Sulsel.

Sementara ada 6 parpol di Sulsel yang memenuhi syarat suara sah 7,5%. Keenam partai itu adalah: PKB 389.706 suara (7,65%); Gerindra 812.563 suara (15,95%); Golkar 770.454 suara (15,13%); NasDem 887.682 suara (17,43%); Demokrat 423.121 suara (8,31%); dan PPP 422.051 suara (8,29%).

Putusan MK itupun diapresiasi akademisi Universitas Hasanuddin (Unhas) Endang Sari. Dia menilai itu sebuah langkah menyelamatkan demokrasi karena terbuka tiap parpol mengusung kandidatnya sehingga pilkada lebih kompetitif.

"Langkah yang MK lakukan adalah upaya penyelamatan demokrasi, bahwa memang rakyat berhak mendapatkan calon pemimpin yang terbaik pada kontestasi Pilkada," kata Endang kepada wartawan, Rabu (21/8).

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unhas ini mengaku putusan MK menghalau upaya skenario kotak kosong yang sempat mencuat di Pilgub Sulsel. Hal ini setelah ada elite politik yang dianggap hendak memonopoli partai untuk satu calon tertentu.

"Masyarakat bisa mendapatkan beragam pilihan calon di pilkada dan tidak lagi terpaksa harus ikut dikte politik yang dimainkan oleh koalisi-koalisi gemuk di daerah-daerah. Proses demokrasi kembali menjadi lebih sehat," ujarnya.

Putusan MK turut berdampak baik bagi sejumlah partai yang minim kursi di DPRD atau parpol nonparlemen. Perolehan suara mereka kini diperhitungkan karena memiliki tawar untuk mengusung cakada sendiri.

"Suara sisa di Pemilu 2024 yang tersebar di partai-partai kecil dan tidak cukup untuk dikonversi menjadi kursi akhirnya bisa berharga kembali. Ini Artinya putusan MK ini patut diapresiasi karena mengembalikan daulat rakyat dan tidak ada suara rakyat yang sia-sia," jelasnya.

Rapat Baleg DPR Tutup Peluang 5 Parpol

Sehari setelah putusan MK tersebut, Baleg DPR menggelar rapat panitia kerja (panja) di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (21/8). Dalam rapat tersebut, Baleg DPR menyepakati bahwa putusan MK yang mengubah syarat mengusung cakada hanya berlaku bagi partai tanpa kursi di DPRD.

"Ini sebenarnya kan mengadopsi putusan MK yang mengakomodir partai nonparlemen bisa mencalonkan kepala daerah. Jadi sudah bisa mendaftarkan juga ke KPU, kan sebelumnya nggak bisa?" ujar Wakil Ketua Baleg DPR RI Achmad Baidowi (Awiek) dalam rapat.

Usulan itupun disetujui Baleg DPR RI saat membahas perubahan substansi pasal 40 UU Pilkada setelah putusan MK. Adapun ketentuan pasal 40 diubah yang kemudian disepakati Baleg DPR, yakni:

(1) Partai Politik atau gabungan Partai Politik yang memiliki kursi di DPRD dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah yang bersangkutan

Jika mengacu hasil rapat Baleg DPR tersebut, maka peluang 5 parpol di Sulsel yang tadinya bisa mengusung cakada sendiri di Pilgub Sulsel berdasarkan putusan MK, kembali tertutup. Kelima parpol itu harus mencari koalisi karena tidak memenuhi syarat 20% kursi di DPRD Sulsel.

Adapun kelima parpol yang gagal mengusung calon sendiri di Pilgub Sulsel imbas hasil rapat Baleg DPR, yakni: Gerindra 812.563 suara (15,95%), Golkar 770.454 suara (15,13%), Demokrat 423.121 suara (8,31%), PPP 422.051 suara (8,29%), dan PKB 389.706 suara (7,65%).

Sementara NasDem 887.682 suara (17,43%), tidak terpengaruh hasil rapat Baleg DPR. Pasalnya sebelum putusan MK, NasDem sudah meraih 17 kursi atau 20% dari total kursi DPRD Sulsel. Dengan begitu, NasDem tetap bisa mengusung calon sendiri di Pilgub Sulsel.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya...

Nasib 8 Parpol Tanpa Kursi DPRD Sulsel

Meski hasil rapat Baleg DPR RI menyepakati syarat usungan cakada hanya berlaku bagi parpol nonparlemen, 8 partai tanpa kursi di DPRD Sulsel tetap tidak mengusung paslon di Pilgub Sulsel meski berkoalisi. Pasalnya, mereka tetap tidak memenuhi syarat yang diatur dalam ketentuan pasal 40 UU Pilkada yang dibahas di rapat DPR.

Di Pilgub Sulsel, partai atau gabungan politik tanpa kursi DPRD harus memenuhi syarat suara sah paling sedikit 7,5% untuk bisa mendaftarkan calon dan wakil gubernur. Berikut isi ketentuannya dalam pasal 40 ayat 2:

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6.000.000 (enam juta) jiwa sampai 12.000.000 (dua belas juta) jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memeroleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut

Adapun perolehan suara 8 parpol tanpa kursi DPRD Sulsel, yakni: Buruh 11.549 (0,23%); Gelombang Rakyat Indonesia 96.539 (1,90%); Partai Kebangkitan Nusantara 6.162 (0,12%); Partai Garda Republik Indonesia 16.461 (0,32%); Partai Bulan Bintang 25.990 (0,51%); Partai Solidaritas Indonesia 40.201 (0,79%); Partai Perindo 62.758 (1,23%); dan Partai Ummat 14.690 (0,29%).

Jika mengacu ambang batas pencalonan 7,5%, maka 8 parpol itu tidak ada satupun yang memenuhi syarat. Situasi yang sama tetap terjadi manakala 8 parpol itu berkoalisi menjadi satu karena total persentase perolehan suaranya hanya 4,60%.

Kesepakatan Baleg DPR Dinilai Hina Konstitusi

Pakar kepemiluan dari Unhas, Endang Sari menilai Baleg DPR telah menghina konstitusi. Baleg DPR dianggap mengabaikan putusan MK soal syarat ambang batas pencalonan yang bersifat final dan mengikat.

"Konstitusi sedang dihina oleh mereka-mereka yang memilih tidak menjalankan konstitusi tersebut dan saya kira putusan MK final dan mengikat dan di situ jelas sekali disebutkan bahwa partai dan gabungan partai politik, tidak ada spesifikasi partai yang mengusung calon dan tidak mengusung calon," kata Endang.

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unhas ini menyayangkan keputusan Baleg DPR. Dia menganggap keputusan Baleg DPR hanya mengakomodir kepentingan elite politik dan mengabaikan kedaulatan rakyat.

"Ini kita lihat bahwa hukum sedang dipolitisasi dan tentu ini menyebabkan kekecewaan pada masyarakat yang ingin melihat proses demokrasi lebih sehat di ajang pilkada," tambahnya.

Menurut, Endang menilai keputusan akhir sekarang ada di pihak KPU selaku penyelenggara pemilu. Komitmen KPU untuk menyelenggarakan pemilu dengan memberi kepastian hukum dan taat asas sedang diuji.

"Bolanya sebenarnya sekarang ada di KPU saat ini, jadi komitmen KPU yang kita tunggu bagaimana prinsip berkepastian hukum, taat pada hukum yang menjadi asas dalam penyelenggaraan pemilu itu ditunjukkan oleh KPU dengan mengikuti putusan MK," imbuhnya.

Halaman 2 dari 2
(sar/ata)

Agenda Pilkada 2024

Peraturan KPU 2/2024 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024
2024
22 September 2024
Penetapan Pasangan Calon
25 September 2024- 23 November 2024
Pelaksanaan Kampanye
27 November 2024
Pelaksanaan Pemungutan Suara
27 November 2024 - 16 Desember 2024
Penghitungan Suara dan Rekapitulasi Hasil Perhitungan Suara

Berita Terpopuler

Hide Ads