Pakar Nilai Ada Kemungkinan Skenario Calon Boneka di Pilgub Sulsel 2024

PILKADA Sulawesi Selatan

Kenali Kandidat

Pakar Nilai Ada Kemungkinan Skenario Calon Boneka di Pilgub Sulsel 2024

Sahrul Alim - detikSulsel
Sabtu, 17 Agu 2024 12:00 WIB
Ilustrasi Bumper DetikX Konsultan Politik
Foto: Ilustrasi. (Edi Wahyono/Detik.com)
Makassar -

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar Ibnu Hadjar Yusuf bicara soal kemungkinan adanya skenario calon boneka di pemilihan gubernur (Pilgub) Sulawesi Selatan (Sulsel) 2024. Skenario itu dinilai sebuah ancaman bagi demokrasi dan kini mulai makin terasa nyata.

"Di tengah geliat politik yang semakin memanas menjelang Pilgub Sulsel 2024, sebuah ancaman diam-diam mulai merayap dalam bayang-bayang: skenario calon boneka," kata akademisi UIN Alauddin Makassar itu dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (17/8/2024).

Ibnu mengatakan, bagi banyak orang istilah calon boneka ini terdengar seperti mitos politik yang telah lama menjadi bisik-bisik bising di balik layar. Namun kini, lanjutnya, ancaman tersebut terasa semakin nyata.

"Bayangkan sebuah panggung dimana aktor utama telah ditentukan jauh sebelum tirai terbuka. Di balik layar, sekelompok elite politik bekerja keras, menyusun skenario busuk demi mempertahankan kendali mereka," ujarnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Oknum elite politik tersebut dinilai harus menciptakan ilusi pilihan untuk mempertahankan kekuasaan. Berupaya menghadirkan sosok lawan yang sebenarnya tak memiliki niat atau kemampuan untuk benar-benar bertarung.

"Inilah esensi dari calon 'boneka', sebuah bayangan tanpa substansi yang hanya ada untuk memenuhi formalitas, untuk menciptakan kesan bahwa demokrasi masih hidup, padahal jiwanya telah lama ditenggelamkan tak berdaya," katanya.

ADVERTISEMENT

Ibnu lalu mengutip teori elitisme oleh pemikir, seperti Vilfredo Pareto dan Gaetano Mosca yang menyebut ada pemahaman bahwa kekuasaan cenderung terkonsentrasi di tangan segelintir orang. Mereka adalah para elite yang dengan lihai memanipulasi struktur politik demi keuntungan pribadi.

"Calon boneka adalah produk dari manipulasi ini, sebuah alat yang digunakan oleh para elit untuk memastikan bahwa kendali tetap berada di tangan mereka, bahkan saat mereka berpura-pura memberikan pilihan kepada rakyat. Namun, kita tidak boleh lupa bahwa demokrasi sejati membutuhkan lebih dari sekadar pilihan formal," katanya.

Dia melanjutkan, Jean-Jacques Rousseau dan para pengikut teori demokrasi partisipatif seperti Carole Pateman juga mengingatkan bahwa demokrasi hanya bisa berfungsi dengan baik jika rakyat terlibat secara aktif dalam proses politik. Ketika pilihan mereka dibatasi oleh kehadiran calon 'boneka', hakikat partisipasi itu sendiri tercabut.

"Masyarakat yang seharusnya menjadi penentu arah bangsa hanya menjadi penonton dalam sandiwara politik yang penuh intrik tipu muslihat," katanya.

"Kita pun bisa melihat bahaya yang lebih dalam melalui lensa Teori Kritis dari JΓΌrgen Habermas. Dalam pandangannya, demokrasi bukan hanya tentang pemilihan umum, melainkan tentang ruang publik di mana diskusi bebas dan terbuka dalam membangun dialektika itu terjadi," ujar Ibnu..

Menurutnya, ketika diskursus calon boneka ini dipermainkan oleh elite politik, maka masyarakat kehilangan kesempatan untuk terlibat dalam debat yang bermakna. Mereka teralienasi dari proses politik, merasa tak berdaya dan akhirnya menjadi apatis, skeptis, atau bahkan memilih untuk golput atau sebuah bentuk protes diam yang menggema di ruang-ruang kosong demokrasi.

"Namun, ancaman ini lebih dari sekadar hilangnya kepercayaan. Ketika masyarakat merasa bahwa pilihan mereka tidak dihargai, bahwa proses demokrasi telah menjadi permainan bagi para elit dalam koalisi busuk, maka legitimasi pemerintahan yang terpilih pun terancam," katanya.

Dalam teori Max Weber, lanjut Ibnu, legitimasi adalah jantung dari otoritas yang sah. Tanpa legitimasi, pemerintah kehilangan dasar moral dan sosial untuk memerintah, dan krisis kepercayaan ini bisa berujung pada instabilitas yang lebih luas.

"Skenario calon boneka ini bukan hanya ancaman bagi Pilgub Sulsel 2024, tetapi juga cermin dari krisis yang lebih besar dalam demokrasi kita. Kita tidak hanya dihadapkan pada pilihan yang palsu, tetapi juga pada masa depan yang suram di mana demokrasi kehilangan maknanya," katanya.

Oleh karena itu, kata Ibnu, kewaspadaan masyarakat Sulsel sangat penting. Masyarakat harus bersuara, menolak manipulasi yang penuh kepalsuan ini, dan menuntut proses politik yang benar-benar adil dan transparan.

"Hanya dengan menegakkan kembali prinsip-prinsip demokrasi yang sejati, kita bisa memastikan bahwa suara rakyat tetap menjadi pondasi utama dari pemerintahan kita," katanya.

Menurutnya, Pilgub Sulsel 2024 harusnya menjadi arena kesempatan bagi rakyat untuk menentukan masa depan mereka. Bukan sekadar panggung untuk pertunjukan yang telah diatur sebelumnya.

Diketahui, Pilgub Sulsel 2024 sejauh ini baru memunculkan dua poros. Pasangan Andi Sudirman Sulaiman-Fatmawati Rusdi (ASS-Fatma) berpotensi head to head dengan bakal calon gubernur dan wakil gubernur Sulsel, Danny Pomanto-Azhar Arsyad.

ASS-Fatma kini mengantongi total 63 kursi dukungan atau melebihi syarat minimal 17 kursi agar bisa mendaftar di KPU. Adapun partai pengusung ASS-Fatma, yakni NasDem (17 kursi), Gerindra (13 kursi), Demokrat (7 kursi), Golkar (14 kursi), PAN (4 kursi), Hanura (1 kursi), dan PKS (7 kursi). ASS-Fatma juga mendapat dukungan dari PSI meski tidak memiliki kursi.

Sementara, Danny-Azhar baru mengunci 14 kursi dukungan dari dua parpol yang resmi menyerahkan surat rekomendasi. Dua partai tersebut, yakni PKB (8 kursi) dan PDI Perjuangan (6 kursi).

Artinya, Danny-Azhar masih membutuhkan 3 kursi untuk memenuhi syarat minimal 17 kursi maju Pilgub Sulsel. Namun Danny optimis bisa meraih dukungan PPP yang memiliki 3 kursi di DPRD Sulsel.

"Pokoknya kita berbaik sangka saja semua, insyaallah semua berjalan baik. Saya belum tahu masih kita tanya PPP," ujar Danny kepada wartawan, Rabu (14/8).




(sar/hsr)

Agenda Pilkada 2024

Peraturan KPU 2/2024 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah Tahun 2024
2024
22 September 2024
Penetapan Pasangan Calon
25 September 2024- 23 November 2024
Pelaksanaan Kampanye
27 November 2024
Pelaksanaan Pemungutan Suara
27 November 2024 - 16 Desember 2024
Penghitungan Suara dan Rekapitulasi Hasil Perhitungan Suara

Berita Terpopuler

Hide Ads