Remaja berinisial AZ (18) di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), dianiaya kakak teman wanitanya inisial F (23) usai diduga mesum karena kepergok berduaan di dalam kamar. AZ sempat mendapatkan perawatan selama 11 hari di rumah sakit (RS) sebelum akhirnya dipulangkan karena tersandung biaya yang berujung utang hingga Rp 23 juta.
Peristiwa penganiayaan itu terjadi di rumah pelaku, Jalan Wijaya Kusuma, Kelurahan Banta-Bantaeng, Kecamatan Rappocini, Makassar, Rabu (23/7). Insiden bermula ketika F mendapati korban dan adiknya sedang berduaan di dalam kamar yang diduga hendak berbuat mesum.
"Jadi ini awalnya kan keluarganya ini pelaku perempuan, terus korban ini dia masuki kamarnya itu perempuan tanpa seizin sama siapa-siapa, dia janjianlah gitu," kata Kapolsek Rappocini, Kompol Ismail kepada detikSulsel, Senin (4/8/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pelaku kemudian memergoki adik perempuannya berduan dengan pelaku di dalam kamar. Tak terima adiknya berduaan dengan pria yang baru dikenal, pelaku pun langsung naik pitam.
"Iya di dalam kamar berdua (korban dan adik pelaku). Tiba-tiba ketahuan sama kakaknya akhirnya naik pitam dia (pelaku) pukullah ini korban," ungkapnya.
Ismail mengungkapkan pelaku mengaku memukul korban menggunakan tangan kosong. Meski hanya sekali, pukulan itu disebut cukup keras lantaran postur tubuh pelaku yang besar dan tinggi.
"Pengakuannya pelaku pakai tangan, kepalan tangan saja. Pengakuannya tersangka satu kali, keras orangnya besar, tinggi," sebutnya.
Akibat pukulan tersebut, korban mengalami luka di bagian wajah hingga mengeluarkan darah. Korban kemudian dilarikan ke Rumah Sakit (RS) Islam Faisal Makassar untuk mendapatkan perawatan.
"Bagian mulut dan hidung. Cuma sekali saja dipukul keras langsung berdarah," pungkasnya.
Ismail menuturkan korban dengan adik pelaku belum menjalin hubungan pacaran. Keduanya baru saling mengenal lewat media sosial dan berencana bertemu langsung untuk pertama kalinya.
"Mau dibilang pacaran nda juga, karena dia kenal di Facebook baru mau ketemu pertama gitu," jelas Ismail.
Orang tua korban yang tidak terima anaknya dianiaya kemudian melaporkan F ke polisi. F pun langsung diamankan untuk diproses lebih lanjut oleh Polsek Rappocini.
"Hari itu juga langsung diamankan (pelaku oleh personel) Polsek Rappocini dibawa ke kantor sampai sekarang," kata Ismail.
Korban Dipulangkan hingga Mengutang Rp 23 Juta
Akibat luka yang dialami karena dipukul, korban kemudian menjalani perawatan di rumah sakit selama 11 hari. Korban dipulangkan karena tersandung biaya, bahkan harus mengutang ke rumah sakit sebesar Rp 23 juta.
"Rp 25 juta biayanya (rumah sakit) untuk pada saat itu sampai 11 hari dirawat," kata ayah AZ, Jumadil Akhir (40) kepada detikSulsel, Selasa (5/8).
Jumadil mengungkapkan anaknya dipulangkan usai dokter menyampaikan bahwa anaknya sudah bisa menjalani rawat jalan. Belakangan perawat menyampaikan bahwa dokter kemungkinan memutuskan agar korban dipulangkan karena biaya perawatannya yang juga sudah membengkak.
"Perawatnya kasih sedikit bocoran bilang mungkin dokternya suruh pulang begitu karena dia juga lihat biayanya sudah agak besar pada saat itu, pada saat itu biayanya sudah Rp 22 Juta. Kemungkinan pengharapannya mungkin itu jangan sampai bertambah-bertambah kemungkinan nda bisa dibayar," tambahnya.
Jumadil menyebut dokter tidak menjelaskan secara spesifik gejala lain yang dialami anaknya selain memar akibat penganiayaan. Namun hasil visum menunjukkan adanya pembengkakan di kepala dan retakan pada bagian pipi kanan anaknya.
"Iya hasil visumnya dokter bilang ada pembengkakan di kepala terus bagian pipi kanan ada retakan begitu," ujarnya.
Lebih lanjut, Jumadil mengaku biaya rumah sakit belum sepenuhnya dibayar hingga saat ini. Saat anaknya dipulangkan, ia hanya diminta membayar Rp 2 juta sebagai uang jaminan dan menyerahkan KTP istrinya kepada pihak rumah sakit.
"Untuk sementara biaya rumah sakit, saya keluar dari rumah sakit, saya cuma bikin perjanjian. Maksudnya ada berita acara perjanjian kesepakatan di sana (rumah sakit Faisal Makassar) bahwasanya saya cuma dikasih jaminan bayar Rp 2 juta terus jaminan KTP istri saya ditahan dengan catatan harus diselesaikan dalam jangka waktu 2 bulan," bebernya.
Di sisi lain, kata dia, kondisi anaknya setelah keluar dari rumah sakit masih memprihatinkan. Dia menyebut anaknya belum pulih secara fisik maupun psikis, bahkan masih sering mengalami trauma.
"Kondisi anak saya, pertama kesehatannya belum terlalu membaik dan kedua masih mengamuk trauma masih butuh vitamin kemarin kan kalau dia diinpus dirawat dia agak tenang sedikit. Pada saat dilepas semuami anunya (inpusnya) yah beginimi, mengamuk terus kesakitan teriak-teriak, kondisinya juga loyo, lemas," ungkapnya.
Jumadil mengungkapkan dirinya sempat membuka ruang damai dengan keluarga pelaku. Dia menyampaikan bahwa damai bisa dilakukan asalkan seluruh biaya pengobatan anaknya ditanggung hingga sembuh.
"Keluarga pelaku pada saat itu dipertemukan. Saya sebenarnya ada kebijakan sedikit untuk meminta sama dia, ada permintaan, saya bilang mauji damai pada waktu itu, tapi dengan catatan saya minta biaya rumah sakitnya sepenuhnya ditanggung sampai sembuh begitu," terangnya.
"Tapi pihak keluarga pelaku tidak setuju, nda menerima, dia bilang dia tetap bisa membantu biayanya tapi nda sepenuhnya begitu," sambungnya.
Jumadil menolak tawaran tersebut karena jumlah yang disanggupi jauh dari total biaya rumah sakit. Dia mengaku mendapat informasi bahwa keluarga pelaku hanya sanggup menanggung Rp 5 juta, sementara biaya perawatan anaknya sudah melebihi Rp 25 juta.
"Terus saya nda terima, karena kemarin lagi saya dapat info katanya yang mau dia (tanggung) cuma Rp 5 Juta kemampuannya, sedangkan biaya rumah sakit melebihi dari itu Rp 25 juta lebih biayanya," tuturnya.