Owner skincare, Mira Hayati (29) menjalani sidang perdana hari ini di Pengadilan Negeri (PN) Makassar. Mira Hayati didakwa mengedarkan produk skincare yang mengandung merkuri dan satu produknya tidak memiliki izin edar Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Sidang perdana Mira Hayati digelar di Ruang Dr Harifin A Tumpa, PN Makassar, Selasa (11/3/2025). Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjelaskan kasus ini bermula ketika beredar informasi terkait dua produk Mira Hayati diduga mengandung bahan berbahaya merkuri. Dua produk tersebut yakni MH Cosmetic Lightening Skin dan MH Cosmetic Night Cream.
Pihak kepolisian dan BPOM pun menyelidiki dan melakukan uji laboratorium pada dua produk skincare tersebut. Berdasarkan hasil uji laboratorium, produk MH Cosmetic Lightening Skin dan MH Cosmetic Night Cream dinyatakan positif mengandung merkuri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dari hasil pengujian laboratorium BPOM Makassar disimpulkan bahwa kedua produk kosmetik dengan nama MH Cosmetic Lightening Skin maupun MH Cosmetic Night Cream, yang keduanya positif mengandung merkuri/raksa/HG, sebagai bahan yang tidak diizinkan digunakan dalam kosmetik " ujar JPU dalam persidangan.
JPU juga mengatakan salah satu produk Mira Hayati yakni MH Cosmetic Night Cream tidak memiliki izin edar dari BPOM. Sehingga produk tersebut dinyatakan tidak memenuhi standar untuk diedarkan kepada masyarakat.
"Ditemukan bahwa produk kosmetik dengan nama MH Cosmetic Night Cream yang telah diproduksi dan diedarkan oleh Terdakwa (Mira Hayati) tersebut, ternyata tidak memiliki notifikasi sebagai persyaratan izin edar yang secara resmi terdaftar di BPOM," jelasnya.
Sebelumnya, jaksa menuturkan jika kedua produk tersebut diedarkan melalui distributor dan reseller untuk dijual. Selain itu, Mira Hayati juga turut mempromosikan langsung dua produk skincare tersebut di media sosialnya.
"Setelah memproduksi kedua kosmetik tersebut, Terdakwa selanjutnya menyerahkan kedua produk kosmetik tersebut kepada distributor, stokis atau leader, agen dan reseller dengan maksud diedarkan untuk dijual, di antaranya kepada saksi Endang Srimuliana melalui penjualan kosmetik tersebut seharga Rp 48 ribu per paket cream basic dan sebesar Rp 165 ribu per paket premium," terangnya.
Oleh karena itu, Mira Hayati dinilai melanggar Pasal 435 Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Adapun ancaman hukumannya yakni pidana penjara paling lama 12 tahun dan atau denda paling banyak Rp 5 miliar.
Setelah JPU membacakan dakwaan, Hakim kemudian mempersilakan terdakwa untuk berdiskusi dengan penasihat hukumnya (PH) apakah akan mengajukan keberatan atau eksepsi.
"Silakan terdakwa berkonsultasi kepada PH-nya, apakah akan mengajukan keberatan pada dakwaan JPU," ujar hakim kepada terdakwa Mira Hayati.
Setelah berdiskusi, PH Mira Hayati menyampaikan bahwa pihaknya tidak mengajukan eksepsi. Melainkan pihaknya mengajukan penangguhan penahanan dengan alasan Mira Hayati baru usai melahirkan dan perlu memberikan air susu ibu (ASI) kepada bayinya.
"Meminta penangguhan penahanan karena beliau (Mira Hayati) baru sudah melahirkan dan anaknya masih di inkubator, dan masih butuh ASI dari ibunya," ujar PH Mira Hayati, Ida Hamidah kepada hakim.
Hakim pun mempersilakan PH Mira Hayati untuk mengajukan penangguhan dengan memberikan suratnya. Selanjutnya, hakim menunda persidangan hinggal pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi.
"Sidang dilanjutkan pada Selasa, 18 Maret 2025 dengan agenda pemeriksaan saksi," tutur hakim menutup persidangan.
(sar/asm)