Anggaran Rp 2,4 M untuk Pin Emas-Jas Baru Anggota DPRD Makassar Baru Terpilih

Anggaran Rp 2,4 M untuk Pin Emas-Jas Baru Anggota DPRD Makassar Baru Terpilih

Tim detikSulsel - detikSulsel
Rabu, 10 Jul 2024 06:30 WIB
Kantor DPRD Makassar
Foto: Gedung DPRD Kota Makassar. (Isman/detikSulsel)
Makassar -

Sebanyak 50 anggota DPRD Kota Makassar terpilih periode 2024-2029 akan dibekali jas baru dan pin emas yang anggarannya mencapai Rp 2,4 miliar. Pengadaan atribut bagi legislator baru itupun disorot Komisi Pemantau Legislatif (Kopel) Indonesia karena dinilai berlebihan.

Diketahui, 50 anggota DPRD Kota Makassar terpilih hasil Pileg 2024 akan dilantik pada 9 September 2024. Sekretariat DPRD Makassar berdalih anggaran untuk fasilitas dan aksesoris legislator sudah sesuai aturan yang berlaku.

"Itu anggaran Rp 2,4 miliar itu secara keseluruhan, hak-hak dan kelengkapan anggota dewan," kata Sekretaris DPRD Makassar Dahyal kepada detikSulsel, Selasa (9/7/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dahyal mengatakan, pengadaan jas termasuk pakaian dinas sudah rutin dianggarkan tiap tahun. Dia kembali menegaskan bahwa tidak ada aturan yang dilanggar terkait pengadaan kelengkapan anggota dewan itu.

"Kalau pakaian atau atribut memang tiap tahun ada. Cuma memang momennya dibagikan pada saat sebelum pelantikan," tuturnya.

ADVERTISEMENT

Dia menuturkan, pihaknya mulai mempersiapkan pengadaan jas baru untuk tiap anggota dewan. Pengukuran jas untuk legislator baru yang akan dilantik dilakukan pada Jumat (12/7).

"Baru satu, jas saja dulu, Rp 2,1 juta tiap anggota. Pakaian lain nanti tahun depan start hak-haknya yang baru (terpilih)," sebut Dahyal.

Sementara untuk pembelian pin emas totalnya 100 keping. Setiap anggota DPRD Makassar, akan mendapatkan masing-masing 2 pin emas.

"2 biji (pin emas), ukurannya satu kecil, satu besar. Dua-duanya pin lambang daerah. (Berat pin emas) Sama 10 gram, mungkin beda ketebalan," bebernya.

"Kalau pagunya (pengadaan pin emas) satu orang Rp 40 juta. Tapi kan kalau harga emas tidak sampai segitu harganya," sambung Dahyal.

Sementara terkait rencana pelantikan, panitia inti dari Sekretariat DPRD Makassar akan melakukan rapat persiapan pekan ini. Dahyal menuturkan, persiapan pelantikan melibatkan lintas instansi dan OPD terkait.

"Nanti pekan depannya lagi kami rapat koordinasi dengan stakeholder terkait, dengan OPD, kepolisian, parkir, bagian umum dan lain-lain. Jadi pelantikan tanggal 9 September 2024," imbuhnya.

DPRD Sulsel Anggarkan Rp 3,37 M

Sementara itu, Sekretariat DPRD Sulawesi Selatan (Sulsel) menganggarkan Rp 3,37 miliar untuk pengadaan atribut dan pin emas bagi 85 legislator terpilih periode 2024-2029 yang akan dilantik. Pengadaan pakaian dan atribut anggota DPRD Sulsel ditarget rampung Agustus 2024.

Dilansir detikSulsel dari aplikasi Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (SIRUP LKPP) Sulsel, Selasa (14/5), anggaran tersebut untuk mengakomodir 5 jenis pakaian. Selain itu pembelian pin emas berlambang daerah senilai Rp 1,04 miliar.

Adapun rincian anggaran untuk pengadaan 5 jenis pakaian anggota DPRD Sulsel, yakni pakaian sipil harian (PSH) Rp 474 juta, pakaian adat daerah Rp 1,1 miliar, pakaian sipil lengkap (PSL) Rp 374 juta, pakaian sipil resmi (PSR) Rp 182 juta, dan pakaian dinas harian (PDH) Rp 140 juta.

"Iya, memang setiap tahun dianggarkan itu. Itu kesejahteraan anggota, jelas aturannya di PP (Peraturan Pemerintah) 18 tahun 2017 tentang hak keuangan anggota DPRD," ujar Sekretaris DPRD Sulsel Muhammad Jabir saat dihubungi, Selasa (14/5).

Jabir menuturkan, anggaran tersebut akan dipisahkan untuk anggota DPRD laki-laki menggunakan jas lengkap dan perempuan menggunakan kebaya nasional saat pelantikan. Untuk pakaian saat pelantikan nilainya mencapai Rp 3 juta tiap anggota dewan.

"Kalau namanya jas bisa sampai Rp 3 juta satu pasang. Tapi kan tidak semua jas karena perempuan kebaya nasional, kurang tahu kalau kebaya. Jas sesuai standar harga tidak bisa lebih," ungkapnya.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya...

Kopel Nilai Pin Emas Pemborosan

Direktur Yayasan Kopel Herman mengakui pengadaan pakaian dinas dan atribut anggota DPRD memang diatur dalam PP Nomor 18 tahun 2017 tentang Kedudukan, Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota DPRD. Namun dia menyebut dalam regulasi tersebut tidak merinci pengadaan atribut berupa pin diwajibkan berbahan emas.

"Kalau pemerintah daerah mau berhemat jangan emas, pin kuningan pun itu bisa dan tidak melanggar aturan. Kalau emas dengan kondisi kita saat ini, saya kira itu pemborosan," tutur Herman kepada detikSulsel, Selasa (9/7).

Herman menganggap masih ada program prioritas lain demi kesejahteraan masyarakat yang seharusnya mendapatkan alokasi anggaran lebih besar. Dia lantas menyinggung pengadaan fasilitas tersebut terkesan menunjukkan kemewahan.

"Anggota DPRD jangan sampai di awal-awal bekerja itu sudah disuguhkan dengan kemewahan, kehura-huraan dan seterusnya. Karena emas itu mencerminkan status sosial yang lebih tinggi, kemewahan dan seterusnya," ucapnya.

"Sementara mereka dipilih oleh masyarakat, ada yang di bawah garis kemiskinan menitipkan suara ke mereka ke anggota DPRD yang semoga kita masih hormati," sambung Herman.

Herman mengemukakan, pengadaan pin emas dan baju dinas itu masuk dalam komponen belanja barang dan jasa. Namun jika sifatnya emas bernilai jutaan rupiah dengan nilai ekonomisnya lebih satu tahun, maka masuk belanja modal.

"Belanja modal berarti aset pemerintah daerah dan kalau itu pin emas seperti yang ada dalam anggaran sekwan itu bisa jadi belanja modal, dan kalau begitu bukan menjadi milik anggota DPRD," paparnya.

Jika kondisinya demikian, lanjut Herman, berarti pin emas tersebut harus dikembalikan ketika anggota DPRD mengakhiri masa jabatannya. Dia menuturkan, hal ini sudah menjadi konsekuensi bagi legislator.

"Beda dengan baju yang mungkin dianggap habis pakai dalam satu tahun. Tapi kalau emas itu bisa masuk belanja masuk belanja modal, berarti masuk aset daerah," imbuh Herman.

Menurut Herman, Sekretariat DPRD Makassar bisa saja mengambil opsi menggunakan pin emas legislator terdahulu untuk anggota dewan yang baru. Langkah ini bisa ditempuh jika pemerintah berpikiran melakukan efisiensi anggaran.

"Betul, itu kalau pemerintah kota mau berhemat. Kalau anggota DPRD menerima saja, yang harus distressing ini di sekwan sebagai pengguna anggaran yang memfasilitasi anggota DPRD," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(sar/hsr)

Hide Ads