Penampilan nyentrik sejumlah jemaah haji Debarkasi Makassar disorot saat baru tiba di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel). Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel mewanti-wanti jemaah yang baru pulang dari Makkah untuk menghindari mengenakan pakaian glamor dan penuh perhiasan emas.
Sorotan ini muncul saat 450 jemaah haji kloter I Debarkasi Makassar disambut di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Minggu (23/6/2024) sore. Sejumlah jemaah haji khususnya perempuan, tampil dengan pakaian berwarna mencolok dengan kebaya bermanik-manik.
Penampilan modis jemaah haji itu dilengkapi dengan balutan perhiasan emas di tangan dan lehernya. Namun MUI Sulsel menilai penampilan seperti itu tidak menandakan makna dari berhaji.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Seharusnya itu dikondisikan dan disesuaikan dengan akhlak yang sederhana," kata Sekretaris Umum MUI Sulsel Muammar Bakry kepada detikSulsel, Senin (24/6/2024).
![]() |
Muammar menyadari penampilan glamor jemaah sepulang dari berhaji sudah menjadi tradisi tahunan. Kendati begitu, kondisi tersebut berpotensi menghilangkan hikmah di balik ibadah haji.
"Itu biasanya menjadi budaya masyarakat Bugis-Makassar. Jadi kalau dilakukan dengan ada niat kesombongan, tentu tidak pantaslah. Artinya haji tidak mengajarkan seperti itu," ujarnya.
Menurut dia, hikmah dan makna berhaji mengajarkan seorang muslim tentang kesederhanaan. Penampilan glamor dari jemaah haji bisa saja sebagai bentuk kesyukuran dari Tanah Suci, namun berpotensi mempengaruhi kemabruran haji.
"Kalau niatnya untuk pamer atau apa, saya kira tidak sesuai dengan akhlak seorang haji, yang diharapkan bisa menjadi mabrur. Jadi haji itukan menggambarkan kesederhanaan," tutur Muammar.
Kesederhanaan itu, lanjut Muammar, tergambar saat jemaah hanya mengenakan pakaian ihram. Seluruh tubuh jemaah haji hanya dibalut kain putih ketika melakukan rangkaian ibadah haji.
"Coba lihat di sana (Makkah), pakaiannya tidak ada yang pakai emas, menggambarkan pakaian-pakaian sederhana. Tapi kemudian setelah haji menampilkan seperti itu (glamor), kan berbeda dengan semangat atau pesan yang dibawa haji," terangnya.
Muammar enggan menghakimi jemaah haji telah melakukan tindakan yang tidak pantas karena berpenampilan glamor. Dia hanya menyarankan agar jemaah untuk berpakaian dalam batas kewajaran ketika pulang dari berhaji.
"Jadi haji itu bukan untuk meningkatkan strata sosial atau segala macam untuk memperlihatkan status sosial. Bukan itu pesan haji," tegas Muammar.
Dia menganggap muslim yang telah menunaikan haji sudah menjadi orang berbeda. Umat Islam yang telah menunaikan rukun Islam tersebut dianggap sebagai sosok yang diharapkan menjadi teladan.
"Jadi haji itu adalah teladan masyarakat, jadilah sebagai referensi kebaikan. Jadi salah satu ciri kemabruran haji itu, dia bisa menjadi referensi kebaikan di masyarakat," imbuhnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya...
Pakaian Rp 1,8 Juta-Beli Emas 20 Gram
Jemaah haji asal Makassar, Suharni Zaini termasuk salah satu warga yang pulang dari Makkah dengan berpenampilan glamor. Bahkan satu set pakaian yang dikenakannya mencapai Rp 1,8 juta.
"Ini pakaian mispa, bajunya Rp 1,4 juta, mispanya Rp 250 ribu, ciputnya di dalam Rp 150 ribu," ungkap Suharni saat tiba di Asrama Haji Sudiang, Minggu (23/6).
Suharni bersyukur bisa melaksanakan rangkaian ibadah haji dan tiba ke tanah air dengan selamat. Dia berdalih pelaksanaan ibadah wajib ditandai dengan penampilan terbaik sebagai bentuk kesyukuran.
"Karena sudah adat Bugis-Makassar sesampainya di Tanah Air dari tanah suci kayaknya wajib sih, bukan kayak ingin viral, tapi mendarah daging adat istiadatnya Makassar pakaian begini," tuturnya.
![]() |
Jemaah haji lainnya, Darni (43) mengaku membawa oleh-oleh perhiasan berupa emas. Barang itu sengaja dibeli di Arab Saudi sebagai tanda kenangan.
"Saya beli 20 gram emas ini, harganya Rp 1,2 juta di sana untuk kenang-kenangan saja," singkat Darni kepada wartawan.
Sementara jemaah haji bernama Andi Anna Baso (60) tiba di Makassar dengan pakaian putih, turban bermanik-manik, lengkap dengan kacamata hitam. Andi Anna menilai berpenampilan nyentrik sepulang dari berhaji merupakan hal yang wajar.
"Saya gunakan pakaian begini jauh sebelumnya saya rancang karena merasa 13 tahun menanti haji dan uang puluhan juta habis. Kalau tidak pakai begini, tidak ada kesannya kan," jelasnya.
Kemenag Sulsel Imbau Pakai Batik
Kabid Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama (Kemenag) Sulsel Ikbal Ismail mengaku tidak bisa mengatur penampilan jemaah haji. Dia beralasan jemaah haji berniat ingin tampil dengan pakaian terbaik saat tiba di Tanah Air.
"Kita juga tidak bisa melarang karena budaya. Mereka ingin memperlihatkan kepada keluarganya bahwa mereka sudah melaksanakan haji," ujar Ikbal saat penyambutan jemaah di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Minggu (23/6).
Ikbal mengatakan, pihaknya sebenarnya sudah melakukan sosialisasi sejak awal agar jemaah haji tidak berpenampilan berlebihan. Dia menyarankan agar jemaah sepulang dari berhaji mengenakan batik.
"Itu imbauan kami agar menggunakan batik saat pulang tapi karena ini budaya kita jadi dimaklumi sajalah, kita juga tidak bisa paksakan. Kami hanya mengimbau supaya kelihatan seragam," paparnya.
Di sisi lain, Sekretaris PPIH Debarkasi Makassar ini meminta jemaah haji tidak membawa atau mengenakan perhiasan yang berlebihan dari Arab Saudi. Dia mengingatkan jika ada aturan terkait barang bawaan yang dilarang, salah satunya air zamzam.
"Soal perhiasan berlebihan sudah ada aturannya, kami sudah menyampaikan ke jemaah supaya jangan ada yang mengenakan perhiasan berlebihan pada saat tiba di bandara Tanah Air," tandasnya.
Simak Video "Video Jemaah Haji Indonesia Gelombang 1 Banyak Alami Gangguan Mental"
[Gambas:Video 20detik]
(sar/sar)