Kasus sindikat uang palsu yang beroperasi di UIN Alauddin Makassar turut melibatkan oknum pegawai bank bernama Andi Haeruddin. Haeruddin membantu eks honorer UIN Makassar Mubin Nasir menjual uang palsu kepada pria bernama Arnold yang saat ini berstatus daftar pencarian orang (DPO).
Andi Haeruddin sendiri dihadirkan sebagai saksi untuk Terdakwa Mubin Nasir di Pengadilan Negeri (PN) Sungguminasa, Rabu (4/6). Dia pun menceritakan terlibat sindikat uang palsu setelah berkenalan dengan Mubin Nasir yakni 3 bulan sebelum tertangkap.
"Kenal (Mubin Nasir) kurang lebih (selama) 3 bulan sebelum ditangkap. (Kenalnya) dari teman," ujar Andi Haeruddin di persidangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi kami selama 3 bulan itu kenal, kami tidak pernah bicara kecuali urus masalah barang antik," lanjutnya.
Haeruddin pun menjelaskan awal mula keterlibatannya dalam perkara ini. Dia mengatakan awalnya dihubungi oleh Arnold pada sekitar bulan November 2024.
Haeruddin mengaku dirinya sebenarnya tidak mengenal Arnold. Dia juga merasa heran dengan Arnold yang tiba-tiba menghubunginya.
"Pada saat itu saya pulang makan dari kantor ke tempat makan, waktu itu hujan deras dan saya bermotor. Sementara perjalanan, Arnold menelepon, tapi dalam hal ini saya tidak kenal Arnold," jelasnya.
"Saya tidak tahu juga dari mana dapat nomor HP saya," tambah Haeruddin.
Saat itu, kata Haeruddin, Arnold minta untuk dipertemukan dengan Mubin untuk melakukan barter. Setelah itu, Haeruddin mengabari Mubin dan membuat janji bertemu di hari itu juga.
"Dia (Arnold) pertanyakan mau dipertemukan dengan saudara Mubin. Saya bilang, dalam rangka apa, dia (Arnold) bilang, karena hari itu hujan deras, tidak jelas. jadi saya bilang nanti di kantor saya telepon balik," katanya.
"Setelah tiba di kantor, saya telepon Arnold, Arnold mengatakan ingin istilahnya barter katanya, tapi dia tanyakan sama saya bagaimana sistemnya. Saya bilang mohon maaf, kalau itu saya tidak tahu, nanti kita ketemu Mubin," sambungnya.
Haeruddin dan Arnold kemudian bertemu dengan Mubin Nasir di salah satu warung kopi di Jalan Hertasning, Makassar. Menurut Andi Haeruddin, dirinya tiba lebih dulu dari Arnold maupun Mubin.
"15 menit saya tiba, Arnold (juga) tiba. Setelah berbincang sebentar (dengan Arnold) tidak sampai 15 menit, Mubin tiba juga," terangnya.
Meski berjanji bertemu di warung kopi, ketiganya memutuskan untuk melanjutkan pertemuan itu di dalam mobil Arnold. Di dalam mobil, kata Haeruddin, Mubin menjelaskan sistem barter yang dimaksudnya.
"Karena hujan, jadi kami naik ke mobil (Arnold). Kebetulan Arnold bawa mobil Ayla putih dengan temannya yang saya tidak kenal. (Di dalam mobil) Mubin jelaskan sistem barternya bagaimana," katanya.
"Mubin cukup menjelaskan bahwa ini uangnya layak edar. Kalau masalah untuk membuktikan bahwa ini layak edar nanti di ultraviolet," terang Haeruddin.
Setelah bersepakat, Mubin pun turun dari mobil untuk mengambil uang palsu selama sekitar 20 menit. Selanjutnya, Mubin kembali dengan membawa uang palsu sebanyak Rp 50 juta beserta alat ultraviolet.
"Setelah (Mubin) tiba di mobil, Mubin perlihatkan diambillah selembar uang palsu dan asli, disandingkan, diberikan ultraviolet. Menurut penglihatan saya, seri yang ada menyala semua dengan logo BI di belakang itu menyala," bebernya.
Lebih lanjut Arnold memberikan uang asli senilai Rp 25 juta secara cash kepada Mubin. Sebaliknya, Mubin memberi Rp 50 juta uang palsu kepada Arnold.
Hakim pun mendalami motivasi Andi Haeruddin mempertemukan keduanya. Namun, Haeruddin mengaku tidak ada motivasi apapun.
"Motivasi saksi terhadap pertemuan antara Mubin dan Arnold? Saksi tidak mengenal Arnold, dengan Mubin baru kenal 3 bulan. Apakah ada iming-iming yang dijanjikan kepada saudara?" tanya hakim.
"Kalau iming-iming tidak ada sama sekali," jawab Haeruddin tegas.
"Waktu itu bilang kalau ini bukan uang asli?" tanya hakim lagi.
"Tidak pernah Mubin mengatakan uang palsu, cuma mengatakan itu uang layak edar," jelasnya.
"Tapi logikanya Rp 50 juta ditukar Rp 50 juta, kalau ditukar dengan Rp 25 juta, ada yang janggal, begitu?" cecar hakim.
"Iya," jawab Haeruddin.
Meski begitu, Andi Haeruddin yang telah bekerja sebagai pegawai bank selama 10 itu mengaku menaruh curiga jika uang yang ditukar tersebut uang palsu. Namun dia tidak berani mengungkapkannya.
"Ada (pikiran kalau itu uang palsu), tapi saya tidak berani klaim. Tidak (saya belum tahu itu uang palsu) kami tidak berani mengatakan itu palsu karena sepengetahuan kami yang pernah kami baca aturan BI, di situ berbunyi bahwa yang bisa menentukan palsu tidaknya uang ini adalah laboratorium forensik Mabes Polri," jelas Haeruddin.
Haeruddin menekankan keterlibatannya hanya sebatas mempertemukan Arnold dan Mubin. Dia mengaku tidak mendapat keuntungan apa pun dari pertemuan itu.
Menurut dia, pertemuan itu juga hanya dilakukan sekali. Dia tidak pernah lagi berkomunikasi dengan Arnold sejak pertemuan tersebut.
"Tidak pernah lagi (ada pertemuan selanjutnya)," tekannya.
Sebagai informasi, Mubin Nasir berperan sebagai pihak yang mengedarkan uang palsu, bahkan hingga ke Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar). Total Rp 150 juta uang palsu yang diedarkan Mubin, dengan cara dibelanjakan dan dijual kepada terdakwa lainnya.
(hmw/sar)