Rektor UIN Alauddin Makassar Prof Hamdan Juhannis merasa malu setelah kampus yang dipimpinnya dijadikan sebagai pabrik uang palsu. Hamdan semakin merasa tertampar usai Kepala Perpustakaan UIN Andi Ibrahim ternyata turut menjadi otak sindikat uang palsu.
Luapan emosi Hamdan diutarakan saat menghadiri konferensi pers pengungkapan kasus pembuatan dan peredaran uang palsu di Mapolres Gowa pada Kamis (20/12/2024). Hamdan berbicara setelah diberi kesempatan oleh Kapolda Sulawesi Selatan (Sulsel) Irjen Yudhiawan Wibisono.
"Saya hadir di sini selaku Rektor UIN Alauddin itu bukti nyata dukungan kami terhadap polisi untuk mengungkap kasus ini sampai ke akar-akarnya," kata Hamdan di hadapan wartawan.
Hamdan mengaku tidak menyangka kasus ini melibatkan pegawai internalnya. Dia menganggap keterlibatan oknum pejabat UIN Alauddin Makassar telah mencoreng nama baik kampus.
"Saya marah, saya malu, saya tertampar, setengah mati kami membangun kampus, membangun reputasi bersama pimpinan," tegasnya.
Dalam kesempatannya, Hamdan turut membawa serta wakil rektor (warek) UIN Alauddin Makassar. Dia kembali menegaskan ulah pelaku telah menghancurkan citra kampus yang susah payah dibangun.
"Ini hadir semua warek I, warek II, warek III, kepala biro, (kasus sindikat uang palsu membuat citra kampus) dengan sekejap dihancurkan," ucap Hamdan.
Kasus sindikat UIN Alauddin Makassar diduga melibatkan 2 pegawai internal kampus. Hamdan menegaskan, Andi Ibrahim dan satu pegawai UIN lainnya langsung dipecat.
"Itulah sebabnya kami mengambil langkah setelah ini jelas. Kedua oknum yang terlibat dari kampus kami langsung kami berhentikan dengan tidak hormat," imbuhnya.
Sementara itu, Kapolda Sulsel Irjen Yudhiawan menjelaskan, kasus ini diusut berdasarkan laporan masyarakat atas temuan uang palsu. Pelaku diduga telah bertransaksi menggunakan uang palsu di Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa.
"Masyarakat ini melapor kepada polsek ya waktu, itu bahwa diduga ada uang kertas palsu yang diedarkan. Kemudian oleh tim kami langsung dilaporkan ke polres, dan polres satreskrim segera bergerak untuk melakukan penyelidikan," kata Yudhiawan.
Polisi awalnya menangkap satu pelaku yang diduga telah bertransaksi menggunakan uang palsu. Dari hasil pengembangan, polisi mengamankan para pelaku lainnya yang kini ditetapkan sebagai tersangka.
"Terus kemudian transaksi ini juga melalui tersangka yang lain. Jadi mereka yang di belakang ini 17 orang ini perannya berbeda-beda," ujarnya.
Salah satu tersangka bernama Andi Ibrahim (AI), sedangkan 16 orang lainnya masing-masing berinisial AI, MN, KA, IR, MS, JBP, AA, SAR, SU, AK, IL, SM, MS, SR, SW, NM, RM. Para tersangka memiliki latar pekerjaan dan peran yang berbeda.
Namun salah satu aktor di balik sindikat uang palsu adalah Andi Ibrahim. Yudhiawan menyebut, Andi Ibrahim bekerja sama dengan dua orang lain berinisial ASS dan S yang peran dan status hukumnya belum dijelaskan polisi.
"Tapi peran sentralnya ada di saudara AI (Andi Ibrahim), kemudian juga saudara S, kemudian ada juga saudara ASS. Saya sengaja tidak sebutkan (identitasnya dan perannya) karena belum memenuhi kekuatan hukum tetap," ucapnya.
Andi Ibrahim turut membantu memasukkan mesin percetakan uang palsu di dalam gedung perpustakaan UIN Alauddin Makassar. Lokasi yang belakangan menjadi pabrik uang palsu.
"Sekitar bulan September 2024, ini berkomunikasi dengan AI untuk mengangkut peralatan untuk kemudian mulai membuat uang palsu," beber Yudhiawan.
Yudhiawan mengaku total 98 jenis barang bukti disita dalam kasus ini. Barang bukti yang disita termasuk uang palsu dan mesin percetakan yang didatangkan dari China.
"Pokoknya ada total 98 (barang bukti) ini. Khusus untuk mesin cetaknya dibelinya di Surabaya, tapi barang dari China, nilainya Rp 600 juta harganya," tuturnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya...
(asm/hsr)