Polisi Bantah PGRI Soal Guru Supriyani Dimintai Uang Damai Rp 50 Juta

Polisi Bantah PGRI Soal Guru Supriyani Dimintai Uang Damai Rp 50 Juta

Nadhir Attamimi - detikSulsel
Selasa, 22 Okt 2024 12:29 WIB
Seorang guru honorer bernama Supriyani di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara (Sultra) ditetapkan sebagai tersangka kasus penganiayaan.
Foto: Seorang guru honorer bernama Supriyani di Konawe Selatan, jadi tersangka. (dokumen istimewa)
Konawe Selatan -

Polisi membantah adanya permintaan uang damai Rp 50 juta terhadap guru honorer Supriyani yang menjadi tersangka penganiayaan terhadap seorang siswa di Konawe Selatan (Konsel). Keluarga pelapor disebut tidak pernah mengajukan syarat uang damai.

"Terkait adanya pemberitaan uang damai (Rp 50 juta), keluarga korban tidak pernah meminta sejumlah uang untuk kompensasi damai," kata Kapolres Konawe Selatan AKBP Febri Syam dalam keterangannya, Senin (21/10/2024).

Febri kembali menjelaskan proses mediasi antara pelapor dan terlapor dilakukan sebanyak 5 kali. Dia menekankan tidak ada pembahasan uang damai selama mediasi tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Selama 5 kali proses mediasi, keluarga korban tidak pernah membahas dan menyebutkan nominal uang persyaratan damai," ujar dia.

Dia mengatakan tidak ditemukan titik terang antara kedua belah pihak selama mediasi berlangsung. Namun Febri tak merinci soal proses mediasi tersebut.

ADVERTISEMENT

"Karena tidak ada kesepakatan, sehingga pelapor menanyakan kepada penyidik atas laporannya. Sehingga untuk memberikan kepastian hukum, penyidik menaikkan status penyelidikan ke penyidikan," ungkap dia.

"Proses penyelidikan memakan waktu selama 3 bulan untuk memberikan ruang mediasi kepada kedua pihak," tambahnya.

Diberitakan sebelumnya, Febri juga menjelaskan bahwa pihaknya tidak menahan Supriyani selama proses melengkapi berkas perkara. Menurutnya, penahanan Supriyani dilakukan saat berkas perkara sudah dinyatakan P-21 dan diserahkan ke Kejaksaan.

"Selama proses penyidikan, penyidik tidak pernah melakukan penahanan terhadap tersangka sampai dengan tahap II," katanya.

PGRI Sultra Ungkap Ada Indikasi Kriminalisasi-Pemerasan

Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulawesi Tenggara (Sultra) turut buka suara terkait kasus ini. PGRI menilai ada indikasi kriminalisasi dan pemerasan terhadap Supriyani.

"Menurut saya ini murni kriminalisasi, ini tidak bisa didiamkan, ini kezaliman. Kenapa, karena akan melahirkan ortu baru yang akan sesuka hati dengan guru," kata Ketua PGRI Sultra Abdul Halim Momo kepada wartawan, Senin (21/10).

Halim mengaku sudah bertemu dengan Supriyani mendalami persoalan ini. Dari hasil perbincangannya, Supriyani mengaku pernah didatangi penyidik kepolisian agar meminta maaf atas perbuatannya.

"Tapi dia (Supriyani) bilang, 'bagaimana saya mau minta maaf kalau saya tidak melakukan apa-apa?'. Katanya kalau minta maaf akan tuntas. Jadi dia dipaksa seakan-akan mengakui kesalahannya padahal tidak pernah dia lakukan," tuturnya.

Kendati polisi membantah, Abdul Halim mengungkap permintaan uang damai benar adanya saat kasus ini dimediasi oleh kepala desa. Bahkan Supriyani, kata dia, diminta mundur sebagai guru honorer.

"Yang kasihan, dia (Supriyani) hanya honorer, suaminya jualan biasa. Kalau dimintai Rp 50 juta saya tidak habis pikir. Saya tidak fitnah, ada kepala desa, ada yang bersangkutan, dia dimintai Rp 50 juta. Jadi ada unsur kriminalisasi," tegasnya.

Dia mendesak aparat kepolisian mengusut kasus ini secara profesional. Halim mengingatkan persoalan ini bisa merusak nama baik dunia pendidikan.

"Ini tidak main-main. Guru Indonesia dan mahasiswa calon guru sudah marah. Kalau tidak tegas diselesaikan dengan baik, saya tidak tanggung jawab kalau ada gerakan," tegas Halim.




(hmw/sar)

Hide Ads