Drama kasus oknum perwira Brimob Polda Sulawesi Tengah (Sulteng), Ipda Moh Khaidir Syahputra alias Ipda MKS telah berakhir. Terpidana kasus persetubuhan gadis ABG berusia 15 tahun itu kini dieksekusi ke tahanan setelah sempat divonis bebas.
Diketahui, kasus persetubuhan itu terjadi sejak April 2022 sampai dengan Januari 2023 di Kecamatan Sausu, Kabupaten Parigi Moutong (Parimo). Selain Khaidir, ada 10 pelaku lain yang terlibat dalam perkara tersebut.
Kasus ini terungkap setelah orang tua korban melapor ke polisi. Perbuatan para pelaku membuat korban trauma hingga kondisi kesehatannya memprihatinkan.
Dirangkum detikcom, Minggu (13/10/2024), berikut perjalanan kasus oknum perwira Brimob Polda Sulteng bareng 10 pria setubuhi gadis ABG di Parimo hingga divonis bersalah di pengadilan:
Awal Mula Kasus Persetubuhan ABG
Kasus persetubuhan gadis ABG ini melibatkan 11 pelaku dari berbagai latar belakang profesi. Selain Khaidir dari institusi Polri, pelaku juga dari kalangan guru, mahasiswa, petani, karyawan swasta, hingga kepala desa (kades).
Kapolda Sulteng Irjen Agus menjelaskan, para pelaku saling mengenal dan kerap berkumpul di bekas rumah adat tempat korban bekerja sebagai pelayan memasak. Korban digaji oleh pelaku bernama Arif Rahman Hakim (ARH) yang merupakan guru SD.
Para pelaku melancarkan aksi asusilanya dengan beragam bujuk rayu, mulai diiming-imingi uang, diberi pakaian, hingga handphone. Korban mulanya disetubuhi oleh pacarnya yang masih mahasiswa bernama, Fahrul Nasari (FN).
"Celakanya saudara FN yang sebelumnya pacar dari korban menginformasikan hal ini kepada teman-temannya yang lain yang biasa mangkal di bekas rumah adat tersebut, (korban) bisa dibayar dengan uang," kata Agus kepada wartawan, Kamis (1/6/2023).
Agus menuturkan, persetubuhan itu terjadi pada waktu berbeda dalam kurun waktu April 2022-Januari 2023. Para pelaku menyetubuhi korban di enam lokasi berbeda di Kecamatan Sausu, Parimo.
"Dilakukan di tempat yang berbeda-beda dalam waktu yang berbeda-beda, dilakukan secara berdiri sendiri, tidak bersamaan oleh 11 pelaku ini," jelasnya.
Perbuatan pelaku mengakibatkan korban mengalami trauma. Pendamping hukum korban dari UPT DP3A Sulteng, Salma menyebut korban kritis hingga harus menjalani operasi pengangkatan tumor di dinding rahimnya.
Penyidik Sempat Kekurangan Alat Bukti
Polisi yang melakukan penyelidikan menangkap para pelaku secara bertahap hingga ditetapkan tersangka. Ipda Khaidir awalnya belum menjadi tersangka karena penyidik kekurangan bukti.
"Memang betul yang bersangkutan belum ditetapkan sebagai tersangka karena khusus untuk yang bersangkutan kita masih minim alat bukti," ujar Irjen Agus.
Belakangan, Khaidir baru diumumkan sebagai tersangka pada 2 Juni 2023. Penyidik menetapkan oknum polisi sebagai tersangka setelah menemukan saksi yang mengetahui adanya keterlibatan Khaidir.
"Ada saksi yang melihat. Kalau kemarin kan belum ada ini saksi-saksi," ungkap Irjen Agus dalam keterangannya, Sabtu (3/6/2023).
Kasus ini juga sempat menuai sorotan dari Komnas Perempuan hingga Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) karena Polda Sulteng menyatakan kasus ini bukan sebagai pemerkosaan. Namun Irjen Agus menegaskan, perkara ini tindak pidana persetubuhan dengan dalih tidak ada unsur paksaan pelaku terhadap korban.
Penyidik Polda Sulteng yang melengkapi berkas perkara kemudian melimpahkan 11 tersangka ke Kejari Parimo pada Agustus 2023. Proses persidangan terhadap 11 tersangka pun mulai bergulir sejak September 2023 di Pengadilan Negeri (PN) Parimo.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya...
            
            
            
            
            (sar/sar)