Kepala desa (kades) berinisial ST (51) di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), Sulawesi Tenggara (Sultra) mengaku khilaf memperkosa wanita berinisial FWN (26) yang merupakan warganya sendiri. ST turut meminta maaf atas perbuatannya itu.
"Saya tidak mabuk juga (kondisi saat itu), mungkin khilaf (setubuhi korban)," kata ST kepada wartawan di Mapolres Konawe Selatan, Rabu (13/9/2023).
ST mengaku menyesali perbuatannya telah melakukan pemerkosaan terhadap korban. Ia menganggap kasus yang menjeratnya sebagai cobaan atas perbuatannya selama ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perlakuan yang saya lakukan kepada korban, saya menyesali dan saya menyadari ini adalah salah satu tembusan dosa saya selama ini," ungkapnya.
Pelaku kemudian menyampaikan permintaan maafnya kepada korban atas perbuatannya itu. ST juga meminta maaf kepada keluarganya sendiri karena telah melakukan perbuatan tercela.
"Tentunya saya atas nama pribadi memohon maaf yang sedalam-dalamnya pada keluarga (korban dan pribadi), telah lakukan perlakuan yang tidak menyenangkan kepada korban," imbuhnya.
Terpisah, Kasat Reskrim Polres Konawe Selatan AKP Henryanto Tandirerung menuturkan pelaku sudah mengakui perbuatannya. Polisi pun sudah menahan pelaku di Rutan Polres Konawe Selatan.
"Iya (pelaku) sudah mengakui perbuatannya. Pelaku sudah kita lakukan penahanan," ujarnya.
Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan Pasal 6 huruf b dan c Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara.
Sebelumnya diberitakan, polisi mengungkap modus ST memperkosa wanita FWN. Pelaku melancarkan aksinya dengan modus membantu korban menyelesaikan sanksi adat.
"Korban ini datang ke kepala desa untuk menyelesaikan permasalahannya secara kekeluargaan atau secara adat," kata Kasat Reskrim Polres Konawe Selatan AKP Henryanto Tandirerung kepada wartawan, Rabu (13/9).
Henryanto mengungkapkan FWN memiliki permasalahan keluarga terkait adanya dugaan perselingkuhan yang dilakukan korban. Keluarga suami korban kemudian tak terima dan ingin menyelesaikan kasusnya menggunakan sanksi adat.
"Korban ini pisah ranjang dengan suaminya, namun didapat jalan dengan laki-laki lain. Korban ini didenda secara adat atau di sini namanya Peohala (sanksi adat Tolaki). Peohala itu pak desa menentukan 2 ekor sapi, uang Rp 5 juta, parang, dan kain," ujarnya.
Mengetahui sanksi adat tidak mampu dipenuhi, lanjut dia, korban lalu meminta tolong bantuan pelaku. Pelaku lantas menakut-nakuti korban jika tak mampu menyelesaikan sanksi adat itu akan dilaporkan ke polisi.
Henryanto mengungkapkan pelaku lantas membawa korban ke rumah kebun miliknya. Selanjutnya pelaku melakukan tindakan persetubuhan terhadap korban.
"Pelaku dengan tipu muslihatnya lalu menyetubuhi korban di rumah kebunnya," pungkasnya.
(asm/sar)