Pria berinisial S yang diamankan polisi setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan pasutri bernama Porepadang (54) dan Sabriani (50) di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat (Sulbar), membantah tuduhan terhadap dirinya. Dia mengaku telah difitnah atas perbuatan yang tidak dilakukannya hingga menuntut keadilan.
"Saya memang betul-betul difitnah, saya difitnah, saya difitnah. Demi Tuhan, saya dituduh tanpa melakukan sesuatu hal, pembunuhan, perampokan, ada apa begini," kata S ketika kepada wartawan, Kamis (24/8/2023).
"Saya betul-betul tidak tahu apa-apa, apalagi waktu kejadian saya ada di rumah. Menjelang magrib saya sudah masuk ke rumah tidur. Banyak saksi," tambahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
S dijumpai wartawan ketika berada di rumah kerabatnya di Jalan Gatot Subroto, Kelurahan Madatte, Kecamatan Polewali, Kabupaten Polewali Mandar, Kamis (24/8). S memberikan keterangan kepada wartawan ketika menunggu kuasa hukum yang akan mendampinginya menuju Polda Sulbar.
S mengaku heran lantaran dirinya tetiba ditetapkan sebagai tersangka. Apalagi selama ini, polisi hanya menetapkan dirinya sebagai saksi setelah berulang kali jalani pemeriksaan.
"Sudah banyak kali saya dimintai keterangan, sudah berulang kali, sebatas saksi saya dimintai keterangan," tuturnya.
Dia lantas mempertanyakan dasar polisi menetapkan dirinya sebagai tersangka pembunuhan. Menurutnya dirinya tidak bersalah.
"Hukum apa berjalan dari Polda Sulawesi Barat, kenapa saya dikasih begini (ditersangkakan), orang tidak bersalah, tidak berbuat, tidak berdosa, tidak pernah berbuat, kenapa saya dikasih begini," sambungnya.
S meminta polisi bekerja professional dan bersikap adil. Dia berharap proses hukum dijalankan sebenar-benarnya.
"Saya ini orang bodoh dan tidak punya apa-apa. Saya minta dijalankan hukum yang sebenarnya dan seadil-adilnya. Saya bukan pelakunya (pembunuh), demi Allah demi Tuhan, saya tidak selamat dunia dan akhirat," ucap S.
Hal senada diungkapkan salah satu anak S bernama Husain. Dia menyebut polisi tidak memiliki bukti untuk menetapkan ayahnya sebagai tersangka.
"Apakah bisa di Indonesia mentersangkakan seseorang tanpa alat bukti, hanya karena mendengar laporan-laporan dari sepihak. Sementara kita punya laporan, punya pengakuan tidak didengar. Apakah itu sebuah keadilan," ujar Husain saat mendampingi S.
Husain juga mempertanyakan profesionalisme polisi ketika hendak mengamankan ayahnya, pada Kamis pagi (24/8). Sebab polisi tidak menunjukkan surat perintah.
"Dijemput tadi pagi kita tidak kasih, karena setidaknya kita juga tahu aturan karena tidak ada surat yang dibawa, Waktu datang, dia (polisi) cuman bilang mau dijemput (S) untuk pemeriksaan. Kita bilang pemeriksaan apalagi, apakah ada yang terbaru, hanya kita diminta untuk ikut saja," terangnya.
Diakui Husain, penetapan tersangka terhadap ayahnya diketahui melalui media sosial. Foto ayahnya tersebar disertai keterangan sebagai tersangka pelaku pembunuhan pasutri di Kecamatan Aralle setahun yang lalu.
"Kita taunya di media sosial, foto bapak saya beredar, ini ada apa. Apakah polisi sudah punya bukti, apakah hanya mengandalkan saksi yang dibuat-buat," pungkasnya.
Sebelumnya, polisi menetapkan S sebagai tersangka pembunuhan pasangan suami istri Porepadang dan Sabriani di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat. Salah satu anak S sempat syok hingga terjatuh di jalan saat ayahnya diamankan polisi.
"Walaupun ada penolakan alhamdulillah lancar dan mereka juga menyerahkan orang tuanya (tersangka), dan pengacaranya juga sudah kita ajak komunikasi dari pagi. Sore ini saya perintahkan diambil (diamankan)," kata Kapolres Polewali Mandar, AKBP Agung Budi Leksono kepada wartawan, Kamis (24/8).
Tersangka S diamankan polisi sekitar pukul 16.15 Wita di Jalan Gatot Subroto, Kelurahan Madatte, Kecamatan Polewali, Kabupaten Polewali Mandar, Kamis (24/8). Saat itu S sedang berada di rumah kerabatnya.
Tersangka S lalu dibawa ke Polda Sulbar menumpangi mobil yang dikemudikan kuasa hukumnya dengan pengawalan ketat polisi.
"Kami membawa surat perintah penangkapan, kami juga menghimbau untuk tim betul-betul mereka ajak komunikasi dengan humanis, termasuk kita ajak pihak pengacaranya, supaya mereka ikuti aturan hukum dan patuh pada panggilan," terangnya.
(ata/ata)