Mantan Bupati Mamberamo Tengah Ricky Ham Pagawak menyatakan keberatan usai sidang kasus suap dan gratifikasi Rp 211 miliar yang menjeratnya digelar di Pengadilan Negeri (PN) Makassar. Dia menilai lokasi sidang yang jauh dari Papua memaksanya mengeluarkan biaya ekstra bila ingin menghadirkan saksi meringankan.
Hal itu disampaikan Ricky saat membacakan nota keberatan atau eksepsi di PN Makassar, Rabu (9/8/2023). Dalam eksepsinya, Ricky awalnya menyebut ada kejanggalan dalam proses hukum yang dijalaninya.
"Beberapa hal saya anggap (ada) kejanggalan dalam proses hukum atas diri saya. Ini adalah bentuk diskriminasi yang sangat nyata bagi kami orang Papua," kata Ricky di persidangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, penetapan dirinya sebagai tersangka juga tidak sesuai dengan aturan. Pasalnya, ia tidak pernah diperiksa sebagai saksi sebelum ditetapkan sebagai tersangka.
"Sejak proses hukum ini dimulai KPK, saya tidak pernah sekalipun diperiksa sebagai saksi sepengetahuan saya. Sebelum ditetapkan jadi tersangka, saya belum pernah terlebih dahulu diperiksa sebagai saksi," jelasnya.
Selama ini, Ricky juga mengaku sudah menyampaikan keberatannya kepada penyidik dan jaksa. Dia kemudian menyinggung bahwa saksi yang akan dihadirkannya ke persidangan nantinya semuanya berada di Papua.
"Seluruh saksi ada di Papua, saksi dari saya full ada di Papua. Sehingga saya tidak punya biaya untuk menghadirkan para saksi," katanya.
Ricky lalu meminta jaksa bertanggung jawab dalam menghadirkan saksi-saksi dari terdakwa apabila tetap dilaksanakan di PN Makassar.
"Jika tetap dilakukan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Makassar, maka jaksa penuntut umum harus mempersiapkan biaya untuk menghadirkan saksi-saksi dari saya sebagai terdakwa," tutur Ricky saat bacakan eksepsi.
Ricky pun menjelaskan bahwa tersangka lainnya yang ditahan bersamaan dengan dirinya di KPK menjalani sidang di daerah asal masing-masing. Berbeda dengan dirinya yang dilimpahkan kasusnya ke PN Makassar.
"Bahwa alasan penetapan keputusan ketua Mahkamah Agung tentang pemindahan lokasi dikarenakan karena saya sebagai tokoh politik dan tokoh adat yang dikenal di masyarakat adalah alasan yang sangat politis dan mengada-ngada," ucapnya.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya...
"Kesalahan fatal saudara jaksa penuntut umum dalam menentukan locus delicti," kata Petrus di persidangan.
Petrus juga menyinggung dakwaan jaksa terkait penerimaan uang Rp 100 juta pada 13 Maret 2013 dari Simon Pampang. Menurutnya, Ricky menerima uang tersebut saat tidak sedang menjabat sebagai Bupati Mamberamo Tengah.
"Kami tegaskan bahwa 13 Maret terdakwa ini adalah masyarakat biasa, masyarakat sipil, bukan penyelenggara negara. Karena terdakwa ini baru dilantik menjadi bupati pada tanggal 25 Maret 2013 sehingga dugaan yang dituduhkan kepada terdakwa bukan sebagai penyelenggara negara," jelasnya.
Dakwaan Jaksa Penuntut Umum
Ricky sebelumnya didakwa menerima suap dan gratifikasi total senilai Rp 211 miliar. Ricky pun didakwa bersalah melanggar Pasal 11 Juncto, Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHPidana.
Sebagai dakwaan kedua, Ricky didakwa melanggar Pasal 12B, Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHPidana.
Simak Video "Video: Kepala Daerah Nyeletuk Gaji Tak Cukup Bikin Pimpinan KPK Marah"
[Gambas:Video 20detik]
(hmw/nvl)