Sidang putusan kasus wanita bernama Ardilla Rahayu Pongoh yang membunuh suaminya, Brigadir Yones Fernando Siahaan diwarnai kericuhan. Keluarga terdakwa sempat mengejar hakim ketua setelah Ardilla divonis 20 tahun penjara.
Kericuhan bermula saat Ketua Majelis Hakim Beauty D menjatuhkan vonis 20 tahun penjara untuk terdakwa Ardilla di Pengadilan Negeri (PN) Sorong, Senin (17/7). Selanjutnya hakim ketua juga membacakan vonis 18 tahun penjara untuk paman Ardilla, Andi Rahayu Pongoh.
"Menjatuhkan pidana terhadap para terdakwa tersebut dengan pidana penjara masing-masing terdakwa satu selama 20 tahun dan terdakwa dua selama 18 tahun," ujar Beauty.
Selanjutnya hakim ketua memerintahkan agar kedua terdakwa tetap berada dalam tahanan. Hukuman 20 tahun dan 18 tahun tersebut akan dikurangi dari masa tahanan yang sudah dijalani.
"Menetapkan masa penangkapan dan masa penahanan yang telah dijalani oleh para terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan," kata hakim.
Setelah putusan dibacakan, sejumlah keluarga terdakwa Ardilla tiba-tiba mengamuk. Mereka memprotes vonis hakim lantaran meyakini Ardilla tidak bersalah.
Tak lama kemudian, seorang wanita mengenakan baju pink dan jilbab hitam tiba-tiba beranjak dari tempat duduknya. Dia lantas berlari ke arah hakim ketua untuk mengejarnya.
Petugas yang melihat aksi wanita itu langsung mengevakuasi ketua majelis hakim keluar dari ruang sidang. Sedangkan wanita yang mengejar hakim tersebut dicegat oleh sejumlah orang.
"Demi Allah, ibu Beauty, kau kejam sekali," teriak wanita tersebut sambil meronta-ronta.
Selanjutnya seorang wanita lainnya yang diduga sebagai keluarga terdakwa juga berteriak-teriak di persidangan. Dia menegaskan terdakwa Ardilla dan Abdullan tidak bersalah.
"Biar, yang penting dia (Brigadir Yones) sudah mati, mampus," teriak seorang wanita lainnya di persidangan.
Alasan Hakim Yakin Brigadir Yones Tewas Dibunuh Ardilla
Majelis hakim dalam putusannya mengesampingkan nota pembelaan terdakwa. Hakim berpendapat Brigadir Yones dibunuh berdasarkan hasil autopsi.
"Cara kematian yang tidak wajar, karena tidak ditemukan adanya bukti mati gantung pada tubuh korban dimana sesungguhnya luka jejas jerat mati gantung yang terjadi pada korban menunjukkan ciri-ciri luka jejas setelah korban meninggal dunia. Maka, fakta-fakta tersebutlah meyakini ahli bahwa kematian korban sesuai dengan kasus pembunuhan," kata hakim di persidangan.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya...
(hmw/hsr)