Jaksa penuntut umum menghadirkan saksi ahli dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Riris Prasetyo dalam sidang lanjutan dugaan kasus korupsi Rp 20 miliar PDAM Makassar. Ahli Riris pun menyoroti Direksi PDAM Makassar membagi-bagikan tantiem saat perusahaan masih mencatat akumulasi kerugian.
Riris memberikan kesaksian di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Senin (26/6/2023). Ahli awalnya ditanya oleh jaksa soal Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah.
"Terkait dengan adanya PP 54 Tahun 2017. Sejak kapan ada PP?" tanya jaksa di persidangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ahli lalu menjelaskan awal mula lahirnya PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
"Jadi sebenarnya Kemendagri awalnya mengusulkan BUMD itu ke dalam Mendagri itu karena tidak masuk dalam peraturan 2014, maka dimasukkan dalam bagian rancangan UU Pemerintah Daerah saat itu. Nantinya jadi bagian dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 di Bab 12 UU23 Tahun 2014 tentang pemerintahan Daerah. Dari 13 Pasal bahwa daerah pemerintah harus membuat PP tentang BUMD maka lahirlah PP 54 Tahun 2017," ungkap ahli di persidangan.
Menanggapi hal tersebut, jaksa menanyakan apakah PP tersebut sudah pernah disosialisasikan atau belum. Ahli menjelaskan PP ini baru diperkenalkan pada tahun 2018.
"Secara umum memang saat itu kita tidak ada anggaran digunakan karena di akhir 2017 jadi kami tidak melakukan sosialisasi di 2017. 2018 saat itu kalau sosialisasi secara kecil ada, tapi seluruh Indonesia tidak ada karena tidak ada anggaran," kata ahli.
Jaksa kemudian lanjut mempertanyakan apa-apa saja yang diatur dalam PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD tersebut.
"Terkait dengan divisi BUMD, kemudian modal BUMD, pengurus di situ ada pemilik kemudian ada direksi, komisaris atau dewas, kepegawaian, terkait dengan pembinaan dan pengawasan, pemerintah daerah maupun pemerintah pusat," ungkap ahli.
Aturan Pembagian Tantiem BUMD
Jaksa juga mempertanyakan kepada ahli terkait adanya ketentuan pembagian bonus tahunan yakni tantiem. Menurut ahli, tantiem itu diatur dalam Pasal 103 dan 104 PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD.
Diketahui, dalam pasal yang dimaksud ahli ada dua poin, pada poin pertama adalah tantiem untuk Direksi dan Dewan Pengawas serta bonus untuk pegawai paling tinggi 5% dari laba bersih setelah dikurangi untuk dana cadangan.
Kemudian pada poin kedua disebutkan bahwa pemberian tantiem dan bonus yang dikaitkan dengan kinerja perusahaan umum Daerah dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya.
"Di Pasal 103 kalau ada laba maka dikurangi dulu, misalnya 10 persen tadi untuk mengisi dana cadangan. Kalau ada laba kemudian ada akumulasi laba positif, maka yang dilakukan pertama adalah mengisi dana cadangan," ujar ahli.
Sementara dalam Pasal 104 yang disinggung ahli berbunyi bahwa jika perhitungan laba rugi pada suatu tahun buku menunjukkan adanya kerugian yang tidak dapat ditutup dengan dana cadangan, kerugian tersebut tetap dicatat dalam pembukuan perusahaan umum Daerah dan dianggap tidak mendapat laba selama kerugian yang tercatat tersebut belum seluruhnya tertutup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Oleh sebab itu, ahli menyoroti adanya pembagian tantiem dari laba tahunan. Pasalnya, laba tahunan tersebut belum mampu menutupi akumulasi kerugian PDAM Makassar dari tahun-tahun sebelumnya.
"Jadi pasal 104 itu sebenarnya juga mengikuti perspektif yang ada di UU PT (perseroan terbatas). Di UU PT itu pada prinsipnya perusahaan itu harus akumulasi laba positif baru akan dibagikan tantiemnya. Kalau sekarang rugi, statusnya rugi, masuknya akumulasi kerugian. Masuknya laba (tahun berjalan), laba nanti digunakan tantiem tidak bisa. Akumulasi negatif tidak bisa jadi tantiem. Pembagian tantiem itu harus akumulasi laba," ujar ahli.
Simak di halaman berikutnya: PDAM Masih Rugi Rp 90 M di Tahun 2016....
PDAM Makassar Masih Catat Kerugian Rp 90 Miliar di Tahun 2016
Berdasarkan catatan detikSulsel dari rangkaian persidangan sebelumnya, terungkap bahwa PDAM Makassar tercatat memiliki laba Rp 64 miliar pada tahun 2015 yang kemudian diusulkan untuk dibagikan oleh jajaran direksi pada tahun 2016.
Namun dalam sidang selanjutnya juga terungkap bahwa laba Rp 64 miliar tersebut belum mampu menutupi kerugian PDAM Makassar yang terakumulasi dari tahun-tahun sebelumnya. Khusus tahun 2016, PDAM tercatat masih memiliki akumulasi kerugian hingga Rp 90 miliar.
Adanya akumulasi kerugian itu diungkapkan oleh auditor BPKP Provinsi Sulsel Zainuddin saat diperiksa sebagai saksi ahli dalam persidangan yang digelar pada Kamis (22/6) lalu.
Dalam persidangan, ahli awalnya diminta menjelaskan penyebab kebijakan pembagian laba PDAM Makassar justru menimbulkan kerugian keuangan negara.
Ahli menjelaskan bahwa PDAM memiliki akumulasi kerugian sejak awal berdirinya. Dengan demikian, laba yang diperoleh PDAM Makassar pada periode tahun tertentu tidak dapat dikatakan sebagai laba murni, tapi ahli menggunakan istilah laba yang ditahan mengingat perlunya membayar atau menutupi akumulasi kerugian sejak berdirinya PDAM Makassar.
"Di dalam pertumbuhan tahun berjalan PDAM perusahaan itu membuat neraca dengan dicantumkan laba rugi tahun berjalan dan mencantumkan laba ditahan. Dan di tahun berikutnya setelah ditutup di 31 Desember tahun berjalan, pada tanggal 1 Januari tahun berikutnya maka dibuat jurnal itu. Jadi tadinya yang didapat tindakan dari tahun berikutnya. Jadi saat itu laba rugi," kata ahli.
Ahli mengatakan laba yang diperoleh PDAM Makassar sejauh ini tidak lebih besar dari akumulasi kerugian PDAM Makassar sejak perusahaan berdiri. Sehingga meskipun PDAM Makassar mencatat laba pada tahun tertentu, tetap saja laba tersebut belum mampu menutupi akumulasi kerugian perusahaan dari tahun-tahun sebelumnya.
"Sehingga posisi pada tahun berikutnya itu sudah bukan jadi laba tahun berjalan, tapi masih laba ditahan. Kebetulan PDAM itu kan dari tahun 2017, laba ditahannya itu mines atau rugi," lanjut ahli.
Jaksa kemudian menanyakan jumlah akumulasi kerugian hingga saldo akhir keuangan PDAM saat itu.
"Pada saat saudara melakukan perhitungan, itu apakah saudara mengetahui berapa jumlah akumulasi kerugian, berapa laba berjalan yang didapatkan dengan posisi saldo akhir dari keuangan PDAM?" tanya jaksa.
Saksi lalu menjawab jumlah kerugian PDAM mulai dari tahun 2016 hingga sisa saldo akhir tahun 2019. Menurut ahli, PDAM Makassar masih mencatatkan kerugian Rp 47 miliar pada tahun 2019.
"Jadi 2016 itu, akumulasi kerugian itu masih Rp 90 (miliar). Terus 2017 kalau tidak salah (ada) keuntungan, (tapi) masih ada akumulasi Rp 59 (miliar). Terus 2018 ada keuntungan Rp 80 miliar tapi malah naik jadi Rp 72 (miliar) akumulasi kerugian. Di tahun 2019 memperoleh keuntungan Rp 38 miliar, saldo kerugiannya Rp 47 (miliar). Jadi angka (itu) kami peroleh dari laporan KAP (kantor akuntan publik)" jelas ahli.
Simak Video "Eks Dirkeu PDAM Sebut Walkot Makassar Terima Asuransi Dwiguna Rp 600 Juta"
[Gambas:Video 20detik]
(hmw/nvl)