Vonis 'Ringan' 6 Terdakwa Kasus Pembunuhan Bocah di Kapal Tujuan Makassar

Kota Makassar

Vonis 'Ringan' 6 Terdakwa Kasus Pembunuhan Bocah di Kapal Tujuan Makassar

Rasmilawanti Rustam - detikSulsel
Kamis, 16 Mar 2023 07:00 WIB
Pengadilan Negeri (PN) Makassar. (Hermawan/detikcom).
Foto: Pengadilan Negeri (PN) Makassar. (Hermawan Mappiwali/detikcom).
Makassar -

Sidang putusan kasus penganiayaan maut bocah bernama Dicky Perdana (12) di KM Dharma Kencana saat bersandar di Pelabuhan Soekarno-Hatta, Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) telah digelar. Enam terdakwa seluruhnya divonis lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).

Sidang putusan berlangsung di Ruang Sidang Wirjono, Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Rabu (15/3/2023). Enam terdakwa tersebut adalah Siswanto, Heri Purwanto, Mizen Arif Abdullah, Rahman Polumulo, Waskito dan Muh Mukhlisin.

"Siswanto diputus hakim 10 tahun turun 3 tahun," ujar penuntut umum Irtanto kepada detikSulsel, Rabu (15/3/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seorang terdakwa lainnya, Hartanto divonis 6 tahun penjara. Terdakwa Hartanto sebelumnya dituntut 10 tahun penjara oleh penuntut umum.

"Heri Purwanto itu dia tuntutan 10 tahun, putusan hakim 6 tahun," katanya.

ADVERTISEMENT

Dirangkum detikSulsel, berikut daftar putusan hakim terhadap enam terdakwa kasus kematian bocah yang tewas dianiaya saat di kapal ke Makassar:

1. Terdakwa: Siswanto alias Sis bin Temok

Nomor perkara: 1430/Pid Sus/2022/PN Mks
Tuntutan jaksa: 13 tahun
Putusan hakim: 10 tahun

2. Terdakwa: Heri Purwanto Bin Sugiono

Nomor perkara: 1428/Pid Sus/2022/PN Mks
Tuntutan: 10 tahun
Putusan hakim: 6 tahun

3. Terdakwa: Mizen Arif Abdullah

Nomor perkara: 1425/Pid Sus/2022/PN Mks
Tuntutan: 5 tahun
Putusan hakim: 3 tahun dan 6 bulan

4. Terdakwa: Rahman Polumulo

Nomor perkara: 1426/Pid Sus/2022/PN Mks
Tuntutan: 8 tahun
Putusan hakim: 5 tahun dan 6 bulan

5. Terdakwa: Waskito

Nomor perkara: 1427/Pid Sus/2022/PN Mks
Tuntutan: 7 Tahun
Putusan hakim: 5 tahun

6. Terdakwa: Muhammad Mukhlisin

Nomor Perkara: 1429/Pid Sus/2022/PN Mks
Tuntutan: 5 Tahun
Putusan hakim: 3 tahun dan 6 bulan

Kasus Bocah Dianiaya hingga Tewas

Bocah Dicky Perdana tewas di atas KM Dharma Kencana VII saat bersandar di Kota Makassar. Informasi tewasnya korban pertama kali diketahui pada Jumat (24/6/2022) malam.

Saa itu, korban dituduh mencuri ponsel milik Kalapas Kendal Rusdedy yang merupakan salah satu penumpang di atas kapal. Tuduhan pencurian ponsel itu membuat korban menjadi sasaran penganiayaan.

"Memang ada tewasnya bocah 12 tahun karena diduga ada penganiayaan. (Dituduh) mencuri (ponsel) di kapal," kata Kasat Reskrim Polres Pelabuhan Iptu Prawira Wardani kepada wartawan, Minggu (26/6/2022).

Korban dan orang tuanya diketahui menumpang KM Dharma Kencana VIII dengan rute Surabaya-Manado, Sulawesi Utara (Sulut). Korban dan orang tuanya pun ikut transit di Makassar.

"Kapal dari Surabaya dia mau ke Manado. Iya transit ke sini dan sudah sandar (kapalnya). Penganiayaan itu terjadi di atas kapal," tambah Prawira.

Simak di halaman berikutnya....

Kalapas Kendal Dituding Ikut Provokasi Penganiayaan

Kalapas Kelas II B Kendal Rusdedy dituding ikut memprovokasi 2 oknum marinir dan 6 tersangka lainnya agar menganiaya korban atas tuduhan mencuri ponsel. Tudingan itu sempat diungkapkan kuasa hukum keluarga korban, Emil Salim setelah rekonstruksi kasus.

"Iya (Kalapas Kendal provokasi 2 oknum Marinir TNI AL aniaya korban), iya (ajudan Kalapas Kendal RN ikut memprovokasi)," kata Emil Salim usai rekonstruksi di KM Dharma Kencana, Pelabuhan Soekarno-Hatta, Makassar, Senin (11/7/2022).

Emil mengatakan provokasi oleh Kalapas Kendal itu terungkap dalam rekonstruksi yang diikutinya. Rusdedy disebut sempat mengucapkan sebuah kalimat kepada oknum Marinir dan ajudannya itu bahwa hukuman terhadap Dicky minimal patah tulang.

"Bilang bahwa oh cuman segini doang? Ini minimal patah. Artinya unsur dia jelas (terlibat kasus penganiayaan berujung tewasnya Dicky)," ungkapnya.

Kalapas Kendal Bantah Provokasi Marinir

Kalapas Kendal Rusdedy tegas membantah tudingan bahwa dirinya ikut serta memprovokasi hingga terjadi penganiayaan terhadap korban.

"Enggak ada (minta sampai patah tulang). Saya terakhir sampaikan itu bahwa kita nanti diselesaikan saja jalur hukum," kata Rusdedy kepada detikSulsel, Selasa (12/7).

Dia juga mengaku tidak mengetahui ada oknum marinir di atas kapal. Dia juga tidak mengenal oknum marinir yang ikut jadi tersangka sehingga tidak mungkin dia memprovokasi seperti tudingan kuasa hukum korban.

"Jadi mau memprovokasi bagaimana gitu kan. Tidak ada sama sekali. Baik itu ucapan atau pun tindakan itu enggak ada," tambahnya.

Rusdedy lantas menjelaskan bahwa dia cuma melaporkan kasus kehilangan ponsel di sekuriti kapal. Dia pun menyayangkan penganiayaan itu karena dia hanya meminta kasus kehilangan pencurian yang dialaminya diteruskan ke pihak kepolisian.

"Proses ini dilanjutkan di kepolisian. Itu saja yang terakhir," katanya.

Halaman 2 dari 2
(hmw/ata)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads