Kasus guru SD inisial RS di Pinrang yang diduga mencabuli siswanya berakhir damai. Tersangka RS dan pihak korban disebut berdamai sehingga polisi menghentikan proses penyidikannya.
"Iya (tersangka RS bebas) karena orang tua korban yang mau damai. Dia mencabut laporannya," ungkap Kasat Reskrim Polres Pinrang, AKP Muhalis saat dikonfirmasi detikSulsel, Sabtu (10/12/2022).
Muhalis menjelaskan, kasus tersebut dihentikan sudah sesuai ketentuan. Ketentuan tersebut yakni Peraturan Polri (Perpol) nomor 8 tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana berdasarkan Keadilan Restoratif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu di Perpol sudah diatur (RJ) Restorative Justice. Kasus pelecehan begitu bisa," paparnya.
Namun dia menjelaskan kasus RJ atau keadilan restoratif juga tidak bisa dilakukan begitu saja. Ada aturan yang mengatur prosesnya.
"Ada aturan juga untuk RJ. Misalnya saat damai dihadiri pemerintah setempat. Lengkap diatur di Perpol nomor 8 itu," imbuhnya.
Kasus pencabulan tersebut terjadi pada November lalu yang saat itu orang tua dari korban datang untuk melaporkan oknum guru inisial RS. Dia dituduh melakukan pencabulan terhadap siswanya.
"Orang tua sempat datang melapor, setelah kita tetapkan tersangka atau penyidikan orang tua dan pelaku berdamai. Jadi diselesaikan melalui RJ," jelasnya.
Terpisah, Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Pinrang, A Bahtiar Tombong menyoroti kasus tersebut dihentikan dengan alasan telah berdamai. Ia menilai RS semestinya tetap diproses untuk mendapatkan hukuman.
"Kalau kami ditanya soal pencabulan anak tidak ada ruang diberikan kesempatan untuk bebas kalau sudah pernah melakukan (pencabulan)," paparnya.
Menurutnya, kasus dugaan pencabulan tersebut berproses sejak November. Pelaku bahkan sudah ditetapkan menjadi tersangka atas perbuatan asusilanya yang dilaporkan terjadi pada Mei 2022 lalu.
"Kasusnya berproses itu November. Kejadian terjadi menurut laporan akhir Mei di sekolah, " paparnya.
Dia menjelaskan dampak psikologis terhadap anak yang menjadi korban akan sangat berat. Apalagi awalnya pelaku awalnya tidak mengakui perbuatannya tetapi belakangan meminta maaf dan mengakui perbuatannya.
"Itu kan guru pertama mengatakan difitnah, tetapi dia datang minta maaf guru (tersangka) ke orang tua korban dan berjanji tidak akan mengulangi (mengakui perbuatannya)," paparnya.
Dia pun menilai perlu ada hukuman yang setimpal terhadap pelaku. Sebab ada luka psikologis terhadap anak yang akan terus dia ingat hingga sisa hidupnya.
"Korban akan ingat terus itu. Makanya jangan dibebaskan tetapi minimal ada hukuman yang diberikan," imbuhnya.
(sar/asm)