Kata Psikolog Forensik soal Asusila Paspampres-Kowad Sempat Jadi Pemerkosaan

Berita Nasional

Kata Psikolog Forensik soal Asusila Paspampres-Kowad Sempat Jadi Pemerkosaan

Tim detikNews - detikSulsel
Jumat, 09 Des 2022 11:42 WIB
Reza Indragiri Amriel
Foto: Ari Saputra
Jakarta -

Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengungkapkan kasus antara Mayor Paspampres dan perwira muda wanita Kostrad bukan pemerkosaan, tapi suka sama suka. Ahli psikologi forensik Reza Indragiri memberikan analisanya di kasus ini.

"Kalau betul-betul perkosaan, jelas, pelaku harus dihukum berat. Apalagi karena dia anggota militer, maka hukumannya bisa lebih berat lagi. Pidana dan pemecatan, seperti yang sebelumnya dikatakan Panglima TNI," kata Reza, dikutip dari detikNews, Jumat (9/12/2022).

"Tapi kalau bukan kejahatan seksual, lalu apa penjelasannya?" ucapnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Reza menilai kasus ini seperti pada analisa dia soal kasus kekerasan terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi. Menurutnya, ada narasi yang dibuat menjadi narasi kejahatan seksual.

"Sebagaimana pandangan saya pada kasus PC dan kasus Jombang, ini sepertinya merupakan false accusation. Jenisnya adalah relabelling. Yakni, relasi seks yang sesungguhnya konsensual diubah narasinya menjadi kejahatan seksual," katanya.

ADVERTISEMENT

Reza lantas menjelaskan mengapa ada orang, dalam hal ini perempuan, melakukan relabelling. Beberapa alasan menjadi penyebab orang tersebut relabelling.

"Jawabannya adalah, misalnya, sebagai ekspresi dendam, menutupi aib, menyelubungi perasaan bersalah, dan menghindari amarah pasangan" katanya.

Dalam kasus-kasus relabelling, merupakan bentuk false accusation atau tuduhan palsu, dan tidak seharusnya menciptakan sikap apriori.

"Relabelling sebagai bentuk false accusation memunculkan keinsafan, khususnya pada diri saya, bahwa keberpihakan pada korban tetap tidak seharusnya memunculkan sikap apriori," katanya.

"Bahwa kejadian diyakini adalah sama persis seperti yang disampaikan oleh orang yang mengaku sebagai korban, bahwa orang mengaku sebagai korban sama sekali tidak mungkin berbohong," ujarnya.

Kemudian, hal lain yang perlu diwaspadai adalah bias implisit. Dimana kina menilai seseorang berdasarkan ras, agama, kelas sosial, dan jenis kelamin tertentu. Dalam hal ini, pria akan melakukan kekerasan seksual terhadap perempuan.

"Demikian pula implicit bias yang menganggap bahwa jenis kelamin tertentu pasti pelaku dan jenis kelamin lainnya pasti korban. Cara pandang sexist sedemikian rupa juga harus dihindari," katanya.




(hmw/sar)

Hide Ads