Kepala Dinas Olahraga dan Pemuda (Kadispora) Papua Barat Hans Lodwick Mandacan terbebas dari jeratan hukum meski sebelumnya jadi tersangka penganiayaan 3 wanita yang merupakan para stafnya. Polisi membebaskan Hans karena ketiga korban sepakat berdamai dengan tersangka.
Hans Lodwick menganiaya ketiga korban di Asrama Atlet PPLP Papua Barat di Kampung Susweni, Distrik Manokwari Timur, Kabupaten Manokwari pada Kamis (27/10). Saat itu, Hans emosi setelah salah satu korban bertanya soal atlet Papua yang akan dikirim ke Kota Palu, Sulawesi Tengah untuk mengikuti Pekan Olahraga Pelajar Nasional (Popnas).
"Saat itu tiba-tiba tersangka emosi lantaran para korban bertanya atau protes mengenai atlet Popnas yang akan berangkat ke Palu," ujar Kasat Reskrim Polres Manokwari Iptu Arifal Utama kepada detikcom, Selasa (8/11).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melihat penganiayaan itu, dua rekan korban bermaksud melerai namun mereka juga dianiaya. Menurut korban, tersangka saat itu dalam pengaruh minuman keras.
"Namun dalam pemeriksaan kami terhadap pelaku, terkait dipengaruhi minuman keras tak diakuinya. Hanya dalam perkara ia memenuhi syarat untuk ditetapkan tersangka terkait kasus penganiayaan itu," katanya.
Hans Lodwick ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (8/11). Dia kemudian ditahan karena ditakutkan menghilangkan barang bukti dan melarikan diri.
"Penahanan dilakukan guna mencegah adanya niat menghilangkan barang bukti, melarikan diri dan lainnya," kata Arifal.
Arifal menuturkan Hans Lodwick dijerat dengan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.
"Ancaman Pasal 351 KUHP 5 tahun penjara," ujarnya.
Tersangka Hans bebaskan
Belakangan diketahui bahwa Hans tak lagi ditahan polisi. Usut punya usut, ketiga korban disebut telah sepakat berdamai.
"Kita telah membebaskan HLM setelah korbannya mencabut laporan polisinya," ujar Kapolres Manokwari AKBP Parisian Herman Gultom kepada detikcom, Senin (28/11).
Herman mengaku pihaknya melakukan restorative justice di kasus Hans Lodewik. Dia menyebut para pelapor dan Hans sepakat berdamai.
"Jadi kasus ini diselesaikan dengan restorative justice atas kesepakatan berdamai para pihak melalui proses mediasi. Para pelapor akhirnya mencabut laporan polisinya tanpa adanya paksaan," tegasnya.
Saat mediasi, Hans membuat pernyataan tentang kesiapan bertanggung jawab di luar kewenangan penyidik kepolisian. Proses mediasi ini disaksikan kuasa hukum Hans dan para kepala suku para korban.
"Para korban yakni Meiske Johana CH Tuasela, Ema Ronsumbre dan Merry C Kabupaten melibatkan masing-masing-masing kepala suku mereka pada saat dilaksanakan mediasi perdamaian di antara kedua belah pihak. Jadi kini kasus tak lagi dilanjutkan," tegasnya.
(hmw/ata)