Kecaman Ormas Islam Bone terhadap Aksi Tak Senonoh Pria-Biduan di Depan Umum

Kecaman Ormas Islam Bone terhadap Aksi Tak Senonoh Pria-Biduan di Depan Umum

Tim detikSulsel - detikSulsel
Jumat, 21 Okt 2022 05:00 WIB
Businessman sexualy harassing female colleague during working hours at a workplace. Selective focus on the womans fingers
Foto: Getty Images/iStockphoto/vladans
Bone -

Aksi tak senonoh yang dipertontonkan seorang biduan dan pria di sebuah panggung hajatan di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel) menuai sorotan. Organisasi kemasyarakatan (ormas) Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) pun ramai-ramai memberikan kecaman terkait peristiwa itu.

Peristiwa tak senonoh ini terjadi di Dusun Lahua, Desa Pude, Kecamatan Kajuara, Kabupaten Bone pada Selasa (11/10). Video aksi tak senonoh itu kemudian mulai beredar di jagat maya pada Jumat (14/10).

Dalam video beredar, tampak sejumlah biduan sedang bernyanyi dan berjoget di atas panggung untuk menghibur masyarakat. Sementara dari arah belakang tampak sejumlah pria ikut berjoget.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tiba-tiba seorang pria yang mengenakan jas memegang dada salah satu biduan. Sementara biduan dimaksud tampak tidak terganggu dan meneruskan goyangannya.

Pria dan Biduan Jadi Tersangka

Polisi yang turun tangan mengusut aksi tak senonoh itu mengamankan pria dan biduan dimaksud. Keduanya bahkan ditetapkan sebagai tersangka meski tak ditahan dan hanya dikenakan wajib lapor.

ADVERTISEMENT

"Betul, kami sudah melakukan pemeriksaan. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka," kata Kapolres Bone AKBP Ardyanysah kepada detikSulsel, Selasa (18/10).

Ardyansyah mengatakan bahwa awalnya, salah seorang wedding organizer bernama AA berjoget dengan iringan musik DJ bersama dengan beberapa biduan dipanggung. Kemudian AA merangkul biduan SWN dari arah belakang dan meraba dada sang biduan.

"Dalam pengakuan AA dan SWN hanya ingin membuat acara pernikahan tersebut lebih semarak dan heboh. Makanya menampilkan aksi tak senonoh itu di depan umum," sebutnya.

Menurut Ardyansyah, aksi keduanya terbukti sengaja merusak kesopanan di muka umum, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 281 Ayat (1e) KUHPidana. Pasal yang disangkakan yakni pasal 281 Ayat (1e) KUHPidana dengan ancaman hukuman selama-lamanya dua tahun delapan bulan.

"Namun terhadap tersangka tidak dilakukan penahanan di Rutan Polres Bone karena perempuannya tidak keberatan dan ancaman hukumannya di bawah 5 tahun penjara makanya dikenakan wajib lapor saja. Keduanya akan menjalani wajib lapor 2 kali dalam seminggu yakni, hari Senin dan Kamis," jelasnya.

Simak selengkapnya kecaman dari Muhammadiyah dan NU..

Muhammadiyah dan NU Mengecam

Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama turut mengecam aksi tak senonoh kedua tersangka. Pihak Muhammadiyah menganggap aksi itu merusak moral generasi muda.

"Perbuatan tersebut dapat merusak moral masyarakat. Khususnya anak-anak dan generasi muda karena dipertontonkan di hadapan orang banyak," kata Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Bone, Muhammad Tahir Arfah kepada detikSulsel, Rabu (19/10).

Arfah mengimbau masyarakat di Kabupaten Bone tidak menghadirkan tontonan yang dapat merusak moral anak saat menggelar hajatan. Dia mengingatkan bahwa warga seharusnya membentengi generasi muda dari berbagai pengaruh negatif.

"Karena masyarakat Bone adalah masyarakat religius yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya. Oleh karena itu saya mengajak masyarakat yang menghadirkan tontonan tidak merusak," sebutnya.

Sementara itu, pihak Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Bone meminta pemerintah menerbitkan edaran untuk melarang hiburan yang melanggar susila.

"Aksi itu tak layak dipertontonkan. Kami berharap bahwa pemerintah pada tingkatannya masing-masing dapat membuat edaran atau regulasi yang mencegah atau melarang jenis hiburan apapun yang melanggar tata kesusilaan," kata Ketua Tanfidziyah Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama (PC NU) Bone, Rahmatunnair kepada detikSulsel, Kamis (20/10).

Pria yang juga sebagai dosen IAIN Bone itu mengatakan hiburan atau tontonan yang diadakan oleh masyarakat mestinya memberikan edukasi. Tidak boleh menampilkan sesuatu yang bertentangan dengan ajaran agama dan etika pangadereng.

Etika pangadereng adalah norma masyarakat Bugis yang di dalamnya berisi unsur-unsur yang keseluruhan mengatur pola perilaku, bahasa, aturan, interaksi dan tatanan sosial, dan aspek religius.

"Tidak boleh ada tontonan yang merusak moral generasi kita. Ini harus menjadi perhatian bersama semua pihak," sambung Rahmatunnair.

Halaman 2 dari 2
(hmw/tau)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads