Eks Wakapolres Paniai Ngaku Tak Tahu Soal Pelanggaran HAM Berat, Hakim Marah

Sidang Pelanggaran HAM Berat Paniai

Eks Wakapolres Paniai Ngaku Tak Tahu Soal Pelanggaran HAM Berat, Hakim Marah

Xenos Zulyunico Ginting - detikSulsel
Kamis, 06 Okt 2022 14:24 WIB
Eks Wakapolres Paniai Kompol Hanafi saat jadi saksi sidang kasus Pelanggaran HAM berat di Paniai, Papua.
Eks Wakapolres Paniai Kompol Hanafi saat bersaksi di PN Makassar. Foto: Xenos Zulyunico Ginting/detikSulsel
Makassar -

Mantan Wakapolres Paniai Kompol Hanafi dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus pelanggaran HAM berat di Kabupaten Paniai, Papua. Kesaksian Hanafi sempat membuat hakim emosi karena dianggap terlalu kerap menjawab tidak tahu soal insiden Paniai berdarah tersebut.

Sidang kasus pelanggaran HAM berat Paniai berlangsung di Ruang Bagir Manan, Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Kamis (6/10/2022). Terdakwa adalah mantan perwira penghubung Kodim 1705/Paniai Mayor Infanteri Purnawirawan Isak Sattu.

Dalam persidangan, Hanafi awalnya menjelaskan bahwa dirinya bertemu dengan tokoh masyarakat bernama Pius Gobay sebelum kasus penembakan dan penikaman yang menewaskan 4 warga di depan Koramil 1705-02/Enarotali. Hakim Robert akhirnya mempertanyakan mengapa Hanafi tak melakukan negosiasi kepada Pius Gobay.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Iya kepikiran (negosiasi), cuma beliau waktu saya tanya menghindar," jawab Hanafi di persidangan.

Untuk diketahui, kasus pelanggaran HAM berat Paniai ini diawali aksi blokade jalan di depan Pondok Natal Gunung Merah. Massa berjumlah sekitar 100 orang kemudian beralih ke depan Koramil untuk menyuarakan protes atas pemukulan yang diduga dilakukan oknum TNI sehari sebelumnya.

ADVERTISEMENT

Dalam pandangan hakim Robert, saksi Hanafi sebagai polisi seharusnya melakukan negosiasi agar warga tenang dan tidak beralih ke depan kantor Koramil yang berujung penembakan dan penikaman.

"Maksud saya begini, apakah saudara tidak kepikiran bahwa ini akan berpotensi anarkis sehingga saudara tidak melobi. Ini biasanya ya, polisi itu kan selalu bernegosiasi dengan pemimpinnya, tokoh masyarakat ataupun tokoh yang punya pengaruh," cecar Robert.

Robert melanjutkan bahwa Hanafi selaku pemimpin tertinggi kepolisian saat itu seharusnya menjalankan fungsi intelijen kepolisian juga membaca situasi pada saat blokade jalan.

"Walaupun eskalasi waktunya tinggi, apakah tidak bisa membaca situasi bahwa ini nanti kalau seperti ini (dicegah ke depan Koramil) akan berpotensi (ricuh), apalagi katanya sudah memahami karakteristik orang Papua itu seperti apa," katanya.

Hanafi kemudian merespons hakim bahwa masyarakat melakukan blokade jalan sebenarnya meminta pelaku pemukulan yang menurut warga dilakukan oknum TNI itu dihadirkan. Namun Hanafi saat itu mengaku tidak tahu siapa pelaku pemukulan.

"Ya saya tidak tahu (pelaku pemukulan). Itu saya tidak tahu kenapa bergeser ke situ (dari lokasi blokade jalan berpindah ke depan Koramil)," jawab Hanafi.

Hakim Robert dengan nada mulai meninggi kembali mencecar saksi bahwa hal tersebut harusnya tetap dapat diprediksi dan dicegah. Robert sekali lagi mempertanyakan fungsi intelijen kepolisian.

"Tidak ada analisis intelijennya Polres?," tanya hakim.

Mendengar pertanyaan itu, Hanafi mengaku tidak ada intelijen kepolisian saat itu karena kejadiannya benar-benar di luar dugaan.

"Tidak, tidak ada. Tidak tahu. Ini duluar dugaan semua," katanya.

Jawaban itu kembali membuat Hakim Robert terus mencecar Hanafi. Nada suara hakim terdengar kian tinggi karena menganggap Hanafi terlalu banyak tidak tahu.

"Iya, tapi walaupun di luar dugaan biasanya ada katakanlah kerumunan massa, biasanya kan aparat kepolisian ada yang memantau, pokoknya kan tidak tinggal diam," cecar Robert.

"Kalau ini kan kesannya kan. Apalagi saudara tadi katakan banyak tidak tahunya. Kesannya kan aparat keamanan ini, khususnya aparat kepolisian ya tidak mau tahu," sambungnya.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya...

Robert juga menyinggung Hanafi yang mengaku sempat dihalangi pihak lain untuk melihat ke luar setelah insiden di depan Koramil.

"Jangan-jangan juga agak sungkan dengan pasukan lain misalnya dan lain sebagainya. Kesannya aparat kepolisian ini kan banyak tidak tahunya," kata Robert.

Hakim Robert lanjut menegaskan bahwa saksi seharusnya tidak hanya menjawab dalam konteks pada hari kejadian. Sebab saksi tentu tahu duduk perkara penembakan di kemudian hari sehingga saksi diminta menjelaskan secara lengkap yang dia ketahui baik dalam konteks pada hari kejadian maupun setelah kejadian.

"Coba tadi Pak Jaksa tanya saudara 'ada berapa korban meninggal?' 'Ya sekitar 3 atau 4' masa sampai sekarang juga jawab (samar-samar). Kalau pada saat tanggal 8 ditanyakan saudara bilang begitu jawabannya okelah. Tapi masa sekarang ini di persidangan ini, ya mohon maaf, mestinya tegas dong. Tolong bantu majelis ini mengungkapkan fakta yang terjadi di Paniai itu seperti apa," cecar hakim.

"Kalau keterangan saudara sendiri juga tidak tegas, ya mohon maaf ya, majelis juga bagaimana mau tahu? Jadi tolong lah ya saksi tidak usah takut-takut. Jawab dengan tegaslah begitu. Oke sebelumnya saudara di Paniai itu sampai kapan?," katanya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: KemenHAM Nilai Kasus Sirkus OCI Bisa Masuk Pelanggaran HAM Berat"
[Gambas:Video 20detik]
(hmw/nvl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads