Eks Perwira TNI AD Didakwa Langgar HAM Berat di Paniai, Terancam 20 Tahun Bui

Papua

Eks Perwira TNI AD Didakwa Langgar HAM Berat di Paniai, Terancam 20 Tahun Bui

Xenos Zulyunico Ginting - detikSulsel
Rabu, 21 Sep 2022 12:04 WIB
Sidang pelangagran HAM berat Paniai Papua di PN Makassar.
Foto: Xenos Zulyunico Ginting/detikSulsel
Makassar - Mayor Infanteri Purnawirawan Isak Sattu selaku mantan perwira penghubung Kodim 1705/Paniai didakwa melakukan pelanggaran HAM berat atas kasus tewasnya empat orang dan 10 orang lainnya luka-luka di Kabupaten Paniai, Papua pada 2014 lalu. Terdakwa terancam pidana hingga 20 tahun penjara.

Sidang pelanggaran HAM berat di Paniai, Papua dengan terdakwa Mayor Inf Purnawirawan Isak Sattu tersebut berlangsung di ruangan Bagir Manan Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Rabu (21/9/2022). Terdakwa dinyatakan bersalah melakukan pelanggaran HAM berat oleh jaksa penuntut umum.

Dalam dakwaannya, terdakwa Isak dinyatakan ikut terlibat pelanggaran HAM berat karena membiarkan anggota Koramil 1705-02/Enarotali melakukan penembakan ke arah massa dan juga melakukan pengejaran serta penikaman dengan menggunakan sangkur di kawasan Pondok Natal Gunung Merah pada Senin 8 Desember 2014. Insiden ini diketahui menyebabkan 4 orang tewas.

"Padahal terdakwa Mayor Inf (Purn) Isak Sattu yang mempunyai kewenangan secara efektif bertindak sebagai komandan militer dalam hubungannya dengan bawahannya tidak melakukan tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kekuasannya untuk mencegah atau menghentikan tindakan anggota yang melakukan penembakan dan kekerasan sehingga mengakibatkan 4 orang mati," ujar tim Jaksa Penuntut Umum Kejagung RI yang dipimpin Erryl Prima Putra Agoes.

Oleh sebab itu, tim jaksa penuntut umum meyakini terdakwa Mayor Purnawirawan Isak Sattu melanggar Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

"Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM," kata Jaksa Erryl.

Dirangkum detikSulsel, berikut rincian dakwaan jaksa penuntut umum dan ketentuan pidana terhadap terdakwa:

Pasal 42

Ayat 1
Komandan militer atau seseorang yang secara efektif bertindak sebagai komandan militer dapat dipertanggungjawabkan terhadap tindak pidana yang berada di dalam yurisdiksi Pengadilan HAM, yang dilakukan oleh pasukan yang berada di bawah komando dan pengendaliannya yang efektif, atau di bawah kekuasaan dan
pengendaliannya yang efektif dan tindak pidana tersebut merupakan akibat dan tidak dilakukan pengendalian pasukan secara patut, yaitu :

Huruf A
komandan militer atau seseorang tersebut mengetahui atau atas dasar keadaan saat itu seharusnya mengetahui bahwa pasukan tersebut sedang melakukan atau baru saja melakukan pelanggaran hak asasi manusia yang berat; dan

Huruf B
Komandan militer atau seseorang tersebut tidak melakukan tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kekuasaannya untuk mencegah atau menghentikan perbuatan tersebut atau menyerahkan pelakunya kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.

Pasal 7 Huruf B
Kejahatan terhadap kemanusiaan.

Pasal 9 Huruf H
Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;

Oleh sebab pelanggaran tersebut, terdakwa diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 40 yakni:

Setiap orang yang melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf g, h, atau i dipidana dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan paling singkat 10 (sepuluh) tahun.


(hmw/nvl)

Hide Ads