Kepala SDN 13 Barru, Sulawesi Selatan (Sulsel) berinisial KL kini berurusan dengan polisi. KL dilaporkan orang tua siswa atas dugaan penganiayaan terhadap anaknya dengan cara ditampar karena dituduh mencuri, hingga kemudian muncul dua versi kejadian.
Laporan dilayangkan orang tua siswa bernama Aksan Gani ke Polres Barru. Laporan itu terdaftar dengan nomor pengaduan: TBL/54/V/2022/RESKRIM. Dalam laporan, peristiwa penganiayaan terjadi pada Selasa (17/5) lalu di kantin SDN 13 Barru.
"Saya sudah melaporkan Kepsek yang bersangkutan ke Polres Barru," ujar Aksan saat dikonfirmasi detikSulsel, Kamis (26/5/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aksan menuturkan, baru mengetahui jika anaknya dianiayai oleh kepsek pada Selasa (24/5). Setelah mengetahui itu, Aksan lantas mendatangi sekolah sehari setelahnya pada Rabu (25/5).
"Kejadiannya sekitar seminggu yang lalu tetapi baru saya tahu Selasa (24/5) malam. Besoknya hari Rabu (25/5) saya mendatangi sekolah dan melanjutkan melapor di Polres Barru," bebernya.
Akibat dugaan penganiayaan tersebut, anaknya menjadi pendiam dan tertutup. UPT Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Barru kemudian turun memberikan pendampingan.
"Kami sudah dapat kabarnya (dugaan penganiayaan anak) dan dari UPT PPPA sudah berkoordinasi dengan Polres Barru," ungkap Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Perempuan dan Perlindungan Anak (DPMD P2KB PPPA) Kabupaten Barru, Jamaluddin saat dikonfirmasi detikSulsel, Kamis (26/5).
Jamaluddin menjelaskan, Pemkab Barru melalui UPT PPPA akan memberikan perhatian khusus atas kejadian yang menimpa seorang siswa SDN 13 Barru. Termasuk memberikan pendampingan terhadap siswa yang bersangkutan.
"Jadi kami juga ikut melakukan pendampingan bersama Polres Barru. Kita mengantisipasi dampak psikologis ke anak dari kejadian yang dialami," tegasnya.
Berikut 2 sisi dugaan penganiayaan kepsek ke siswa versi korban dan terlapor dirangkum detikSulsel:
Versi Korban dari Orang Tua Siswa
Orang tua korban, Aksan Gani mengungkapkan anaknya dianiaya oleh terlapor dengan cara ditampar. Selain itu, korban diludahi dan dituduh mencuri oleh terlapor.
"Anak saya ditampar, diludahi, dan dibilangi mencuri. Jelas saya tidak terima," ungkap orang tua siswa, Aksan Gani saat dikonfirmasi detikSulsel, Kamis (26/5).
Berdasarkan keterangan anaknya, Kepsek berinisial KL itu mengelola kantin sekolah. Saat kejadian, anaknya hendak meminta uang kembalian.
Korban kemudian dituduh oleh terlapor belum membayar nasi kuning. Pada saat itulah KL menggeledah korban, yang kemudian meludahi dan mencekiknya.
"Saya sempat konfirmasi ke Kepsek. Dia bilang dia obati anak ku makanya dia ludahi. Semacam jampi-jampi. Intinya dia mengelak, jadi saya bilang biar saya lapor polisi saja kalau begitu," tegasnya.
Kecurigaan Aksan bertambah setelah tiba-tiba korban membawa bekal sendiri ke sekolah setelah kejadian tersebut. Katanya diminta oleh wali kelas.
"Jadi karena kasus anak saya ini, maka satu kelas diminta bawa bekal dari rumah karena ditakutkan kejadian seperti anak saya terulang," jelasnya.
Menurut Aksan, anaknya awalnya menyembunyikan kejadian penganiayaan tersebut. Tetapi akhirnya Aksan mengetahui kejadian itu dari salah satu teman yang tinggal di sekitar sekolah.
"Ada teman yang tinggal di sekitar sekolah dia dengar langsung dari keponakannya cerita kejadian itu," bebernya.
Dia pun mengaku kecewa karena tidak ada dari pihak sekolah yang melaporkan kejadian tersebut. Padahal ia mengaku mendapat informasi, satu sekolah tahu kejadian yang menimpa anaknya.
"Katanya ini satu sekolah tahu kejadian (penganiayaan) tetapi guru-guru (diam). Tapi tidak ada sampai ke saya, gurunya bilang takut sampaikan karena bisa jadi ramai nanti," tegasnya.
Versi Kepsek KL
Kepsek SDN 13 Barru inisial KL kemudian membantah tudingan yang dilaporkan orang tua siswa. Dia mengaku tidak melakukan penganiayaan dan hanya menenangkan siswa yang terus menangis.
"Tidak benar itu saya aniaya siswa saya. Masa sebagai pendidik, sebagai orang tua di sekolah saya setega itu," ujar KL saat dikonfirmasi detikSulsel, Kamis (26/5).
KL lantas menuturkan saat itu siswa yang orang tuanya melapor ke polisi sedang bersama tiga orang rekannya ingin berbelanja nasi kuning. Ia pun mempersilahkan dan menyuruh mereka menyimpan uang bayaran nasi kuning mereka.
"Uang mereka saya suruh simpan di tempat nasi. Giliran anak ke empat (korban) dia mau juga dan saya bilang ambil meki juga," jelasnya.
Selanjutnya, saat KL mengeceknya ternyata uang yang ada hanya Rp 6 ribu. Sementara si anak mengaku telah memberikan uang Rp 5 ribu dan meminta uang kembalian Rp 3 ribu.
"Saya cek tidak ada itu uang. Jadi saya cari ke sekitar jangan sampai jatuh dan akhirnya saya bantu cek di kantongnya," tegasnya.
Namun uang tersebut tak kunjung didapatkan. Dan ketiga temannya mengatakan si korban memang belum memberikan uang bayaran nasi kuning, yang seketika anak tersebut langsung menangis.
"Si anak menangis, karena mungkin malu ke temannya. Jadi saya tenangkan. Saya kasih uang Rp 3 ribu dan juga nasi kuning," bebernya.
KL yang terus menenangkan anak tersebut lantas merasa kasihan, karena si anak tidak berhenti menangis. Ia pun mengelus pipi anak itu dan mengusap ubun-ubunnya dengan satu tangan.
"Saya jilat telapak tanganku dan saya usap ke ubun-ubunnya. Semacam jampi-jampi begitu. Dan setelah itu dia tenang mi," jelasnya.
Menurut KL masalah ini hanya salah paham dan semestinya tidak sampai ke kepolisian. Apalagi dia menyebut tidak pernah mencekik, menampar, dan menuduh siswanya sebagai mencuri.
"Tidak benar itu (menuduh pencuri). Masa hanya uang Rp 5.000 saya pukul. Itu anak saya juga, tidak mungkin sekejam itu saya ke anak-anak saya," jelasnya.
(asm/tau)